Pada 27 November 2024, sebanyak 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota akan menentukan siapa yang akan menahkodai daerah mereka selama lima tahun ke depan. Pada masa pergantian pemimpin ini, penting untuk memastikan bahwa para kandidat yang berkontestasi adalah orang-orang dengan rekam jejak yang bersih, memiliki gagasan konkret untuk menyelesaikan berbagai persoalan di daerahnya, serta membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Kamis, 14 November 2024 – Indonesia Corruption Watch (ICW) berkolaborasi dengan Urban Poor Consortium, Salam 4 Jari, Rujak Center For Urban Studies, dan Enter Nusantara menyelenggarakan diskusi publik dengan tajuk “Membahas yang Tidak Dibahas Sepanjang Kampanye Pemilihan Gubernur Jakarta” di Resonansi (Rumah Belajar ICW).
Kusut Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) dalam Pemilu 2024 belum tuntas diselesaikan. Alih-alih memperbaiki, Komisi Pemilihan Umum (KPU) justru membuat Sirekap dapat memuluskan praktik kecurangan.
Pasca debat kedua Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta, ketiga pasangan calon masih belum menunjukkan platform kampanye yang konkret guna memberantas korupsi di pemerintahan provinsi. Minimnya komitmen antikorupsi di penghujung fase kampanye ini menjadi prospek mengkhawatirkan bagi tata kelola pemerintahan Jakarta ke depan.
Penunjukan Penjabat (Pj.) Kepala Daerah dalam rangka penyelarasan keserentakan Jadwal Pilkada 2024, menyisakan banyak isu dan kekhawatiran publik. Salah satu isu penting yang dikhawatirkan publik adalah penunjukan Perwira TNI/ Polri aktif sebagai Penjabat Kepala Daerah. Hal ini dianggap berperan dalam mengembalikan TNI/ Polri kepada kehidupan politik sipil. Padahal, salah satu amanat reformasi adalah menghapuskan dwi fungsi TNI/ Polri dan memperkuat supremasi sipil. Aturan dalam UU TNI dan UU Polri juga jelas melarang para perwira aktif untuk menduduki jabatan-jabatan sipil.
Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta informasi aturan teknis dan dokumen proses pengangkatan penjabat kepala daerah kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). ICW meminta Kemendagri untuk transparan mengenai pengangkatan Penjabat Kepala Daerah.
Helatan Pilkada Serentak 2020 diprediksikan akan rawan kecurangan. Di tengah kondisi pandemi covid-19, banyak warga yang mengalami kesulitan secara ekonomi. Celah itu kemudian dapat dimanfaatkan untuk melakukan praktik politisasi bansos atau vote buying. Ini diperparah dengan pengawasan publik yang cenderung lemah akibat pandemi covid-19. Selain itu, permasalahan dana kampanye juga masih tetap ditemukan dalam gelaran Pilkada Serentak 2020. Para kandidat diindikasikan tidak jujur dan tidak patuh dalam melaporkan dana kampanye.
Pemilihan Kepala daerah dan daulat Pemilih
Pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) serentak kembali akan dilaksanakan tahun 2018. Sekitar 171 daerah akan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah kabupaten/kota maupun propinsi pada 27 Juni 2018 nanti.