Urgensi Penguatan Aturan Pelaporan Harta Kekayaan: Studi Kasus Kepatuhan LHKPN Pimpinan Alat Kelengkapan Dewan DPR RI Periode 2019-2024
Situasi pemberantasan korupsi di Indonesia menuju fase yang amat sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan temuan Transparency International (TI), Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 mengalami penurunan terbesar sejak era reformasi. Skor yang awalnya 38 pada tahun 2021 anjlok menjadi 34 pada 2023. Ada sejumlah permasalahan yang disinyalir menjadi penyebab turunnya IPK Indonesia, salah satunya menyangkut maraknya praktik korupsi politik. Atas dasar itu, dibutuhkan pembenahan secara menyeluruh, baik terhadap aktor politik, regulasi, maupun penegakan hukumnya.
Citra lembaga politik yang semakin anjlok di tengah masyarakat dapat dibuktikan dengan sejumlah temuan lembaga survei. Pertengahan tahun 2022, Indikator Politik Indonesia sempat merilis survei mengenai tingkat kepercayaan publik pada sejumlah lembaga negara. Hasilnya, DPR dan partai politik menempati peringkat terbawah. Salah satu yang paling disorot pun sebagaimana diprediksi banyak pihak, yakni praktik korupsi. Global Corruption Barometer tahun 2020 mengonfirmasi hal itu dengan menyajikan temuan bahwa persepsi masyarakat masih lekat pada praktik korupsi jika melihat anggota legislatif. Untuk itu, pekerjaan rumah untuk menjauhkan praktik korupsi yang terbilang laten di ranah legislatif harus digaungkan, khususnya penerapan nilai-nilai integritas bagi setiap anggotanya.
Peraturan perundang-undangan mewajibkan setiap pejabat untuk secara berkala dan tepat waktu melaporkan harta kekayaannya kepada KPK. Atas dasar itu, jika ada yang mengabaikan kewajiban tersebut, maka pelanggar seharusnya dijatuhi hukuman. Sayangnya, hingga saat ini kesadaran pejabat publik di Indonesia masih rendah untuk menjalankan perintah UU itu. Berdasarkan informasi yang disampaikan KPK, dibandingkan dengan dua cabang kekuasaan lainnya (eksekutif dan yudikatif), lembaga legislatif terbilang paling rendah kepatuhan pelaporannya. KPK menyebut lebih dari 200 anggota DPR belum menyerahkan LHKPN atau telah melewati batas waktu pelaporan. Itu menandakan budaya sadar hukum anggota legislatif masih terbilang rendah. Mengingat konteks representasi langsung yang melekat pada anggota legislatif, ditambah dengan tiga fungsi utamanya, baik legislasi, pengawasan, maupun anggaran, kepatuhan LHKPN mestinya dijadikan prioritas utama. Sebab, secara filosofis kepatuhan melaporkan harta kekayaan merupakan cerminan transparansi dan akuntabilitas pejabat kepada masyarakat.
Untuk kajian dapat dilihat dengan mengakses dokumen lampiran di bawah ini.