Politik Bumi Hangus Pimpinan KPK
Firli Bahuri, Ketua KPK, baru saja menerbitkan Peraturan KPK (Perkom) No 1 Tahun 2022 tentang Kepegawaian KPK. Sebagai bagian dari wewenang Pimpinan KPK, penerbitan Perkom adalah hal yang wajar. Pada periode pimpinan KPK sebelumnya juga telah terbit banyak Perkom. Tujuannya tentu untuk mengatur secara teknis pelaksanaan tata organisasi KPK agar lebih jelas dan terang mekanismenya.
Namun, Perkom No 1 Tahun 2022 yang baru disahkan sangatlah tidak wajar dan kental dengan nuansa konspirasi. Apa pasalnya? Dalam salah satu ketentuannya, diatur mengenai larangan untuk menjadi pegawai KPK. Siapa mereka yang dilarang? Pasal 11 huruf b mengatur: "Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai PNS, prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai Komisi atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta".
Strategi Firli Bahuri Menutup Jalan Kembali
Mengacu pada ketentuan baru ini, pintu kembali ke KPK telah tertutup bagi Novel Baswedan cs, yang sebelumnya dilengserkan dengan cara kotor, melalui metode yang mirip, yakni lewat Perkom No 1 Tahun 2021 yang mewajibkan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bagi para pegawai KPK. TWK KPK sendiri sebenarnya telah dimentahkan hasilnya karena Novel Baswedan cs kemudian diangkat sebagai ASN di lingkungan Polri. Tentu jika TWK KPK adalah sesuatu yang sakral sebagai batu uji bagi seluruh insan KPK, tidak mungkin Kapolri saat ini berani melawan arus dengan mengangkat Novel cs sebagai pegawai di Polri.
Lahirnya Perkom No 1 Tahun 2022 memberikan sinyal kepada masyarakat luas bahwa dendam kesumat kekuasaan terhadap Novel cs belum usai. Strategi politik bumi hangus diterapkan agar para mantan penyidik dan penyelidik KPK yang terkenal berani dan tanpa pandang bulu, tidak lagi menduduki pos penting ini di KPK pada masa yang akan datang. Munculnya Perkom ini bisa jadi didasarkan pada niat Novel dan teman-temannya yang lain untuk kembali bekerja di KPK pada suatu saat nanti. Dengan status sebagai ASN di Polri, Novel Baswedan cs memang memiliki peluang besar untuk kembali ke KPK. Kesempatan ini yang sekarang dikunci rapat-rapat melalui Perkom No 1 Tahun 2022.
Pertanyaannya, atas kepentingan siapa Firli Bahuri berani menerbitkan kebijakan kontroversial ini? Siapa saja mereka yang memiliki kepentingan agar para alumni 57+, untuk menyebut mereka yang disingkirkan melalui TWK KPK- tidak dapat lagi bekerja di KPK? Mengapa sumber daya manusia mumpuni yang Indonesia miliki harus disingkirkan untuk selama-lamanya agar tidak lagi dapat berpartisipasi dalam memberantas korupsi?
Untuk menelaahnya, kita dapat membuka kembali berbagai kasus korupsi kelas kakap yang berhasil diungkap oleh mereka selama bekerja di KPK. Bahkan ketika Novel cs dibatasi ruangnya setelah UU KPK berhasil direvisi, mereka masih dapat mengejutkan jagat politik Indonesia. Kasus korupsi Bansos Covid-19 di Kementerian Sosial yang melibatkan Menteri Juliari Batubara, serta suap ekspor Benur Lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang menyeret Menteri KKP, Edy Prabowo, adalah peninggalan mereka yang terakhir sebelum diusir dari KPK melalui skema TWK KPK.
Sepertinya, para pejabat korup di negeri ini memiliki kekhawatiran dan ketakutan yang besar jika kembalinya Novel Baswedan dan teman-temannya ke KPK akan melahirkan kembali korps Kuningan -istilah lain KPK- yang sangat spartan dalam melawan korupsi politik. UU KPK baru yang dianggap cukup memadai untuk mengontrol KPK meleset dari perkiraan. Para pegawai KPK yang berintegritas tinggi dan tanpa kompromi ternyata kunci kekuatan KPK yang lain. Perkom No 1 Tahun 2022 adalah jalan untuk melumpuhkan modalitas ini.***
Penulis: Adnan Topan
Editor: Agus Sunaryanto