Mengurai Praktik Keterbukaan Informasi Partai Politik
Tata kelola pemerintahan yang baik mensyaratkan keterbukaan informasi sebagai salah satu pondasinya. Secara bersamaan, kebebasan memperoleh informasi merupakan salah satu prasyarat untuk menciptakan pemerintahan terbuka. Berangkat dari hal itu, tidak salah jika kemudian peraturan perundang-undangan di Indonesia meletakkan kebebasan bagi masyarakat untuk mengakses informasi tergolong Hak Asasi Manusia sebagaimana tertuang dalam Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945. Komitmen politik hukum ini semestinya dipatuhi oleh seluruh elemen kekuasaan, terlebih Indonesia berada dalam iklim demokrasi juga mengingat daulat rakyat yang dijamin oleh peraturan perundang- undangan.
Perhatian mengenai urgensi keterbukaan informasi dalam menjalankan pemerintahan pada dasarnya bukan hanya diatur hukum positif Indonesia, melainkan juga disinggung melalui Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia dan Pasal 19 ayat (2) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik. Sebagai bagian dari masyarakat internasional, Indonesia didesak untuk tunduk dan patuh dengan perkembangan model pemerintahan yang lebih terbuka serta partisipatif. Hal ini juga merupakan tuntutan dari transformasi rezim otoriter Orde Baru yang sebelumnya benar-benar menutup akses masyarakat dari proses penyelenggaraan pemerintahan.
Payung Hukum untuk Mengakses Informasi Publik
Meski dinilai terlambat, tahun 2008 lalu akhirnya Indonesia memiliki payung hukum yang menjamin masyarakat bisa mengakses seluruh informasi terkait penyelenggaraan pemerintahan melalui Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Konsiderans aturan tersebut mengatakan keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan masyarakat terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya. Dari sini dapat ditarik satu kesimpulan bahwa aspek pengawasan oleh masyarakat dipandang sebagai suatu hal yang penting, baik dari segi pemenuhan hak asasi manusia maupun jaminan pengimplementasian nilai-nilai demokrasi.
Salah satu entitas yang disinggung secara langsung dalam UU KIP dengan mandat untuk menyediakan informasi kepada masyarakat adalah partai politik. Pasal 15 regulasi itu menyebutkan spesifik tujuh jenis informasi publik yang wajib disediakan oleh partai politik, diantaranya, asas dan tujuan, program umum dan kegiatan partai politik, nama, alamat, dan susunan kepengurusan dan perubahannya, pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari APBN dan APBD, mekanisme pengambilan keputusan partai, keputusan partai, dan informasi lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang Partai Politik. Atas dasar penyebutan itu, maka berlaku pula Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 2 ayat (3) UU KIP kepada partai politik yang pada intinya menegaskan bahwa setiap informasi publik bersifat terbuka dan bisa diakses serta harus dapat diperoleh masyarakat dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. Sayangnya, hingga saat ini partai politik belum sepenuhnya memahami urgensi keterbukaan informasi publik.
Untuk itu, Indonesia Corruption Watch melalui penelitian ini akan coba melihat sejauh mana efektivitas penggunaan UU KIP dapat mengikat partai politik untuk menyediakan informasi bagi masyarakat.