Rekomendasi Perubahan PKPU dalam Menindaklanjuti Putusan MK tentang Hak Mantan Narapidana
Rekomendasi Perubahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Dalam Menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019
Sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia (Christian Wullf: 2011), Indonesia secara bersamaan juga mengadapi persoalan besar yakni korupsi. Secara konseptual, harusnya dalam negara yang demokratis, korupsi menjadi semakin minim. Namun demokrasi yang dijalankan pada kenyataannya banyak menyimpang karena telah melahirkan jenis korupsi politik.
Pada dasarnya, aktor atau pelaku korupsi politik adalah Pembuat kebijakan yang dipilih melalui pemilu/ pejabat melalui penunjukan politik. Secara formal jabatan tersebut diantaranya seperti Presiden dengan struktur kabinetnya, Anggota DPR, DPD dan DPRD hingga para kepala daerah yang meliputi Gubernur, Bupati/ Walikota.
Meskipun demikian, para aktor pelaku korupsi politik ini sesugguhnya tidak terbatas hanya pada mereka yang ditunjuk melalui pemilu saja. Akan tetapi lebih luas lagi bisa melibatkan non pejabat publik seperti pengurus partai politik. Justru dalam konteks korupsi pejabat politik di Indonesia, pengaruh kekuasaan elit partai sangatlah besar untuk memicu terjadinya korupsi politik karena kekuasaan yang mereka miliki. Para elit partai dengan sangat mudah memperdagangkan pengaruhnya (trading in influence) kepada pejabat politik karena relasi kekuasaan partai yang ia miliki.