PKPU Diundangkan, KPU Harus Siap Hadapi Gugatan ke MA
Kementerian Hukum dan HAM akhirnya mengundangkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 20 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR RI dan DPRD Kabupaten/ Kota. Pengundangan yang dituangkan dalam Berita Negara No. 843 Tahun 2018 ini seharusnya mengakhiri perdebatan legalitas PKPU sebagai produk hukum secara prosedur.
Meski dapat dikatakan terlampau berdekatan dengan dibukanya pendaftaran calon anggota legislatif, keputusan Kementerian Hukum dan HAM patut diapresiasi. Mencairnya penolakan Kementerian Hukum dan HAM ini juga tidak lepas dari konsistensi KPU yang menolak menarik larangan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi menjadi calon legislatif (caleg) dalam draft PKPU.
Walau telah sah dan diundangkan, masih terdapat pihak-pihak yang menyangsikan legalitas PKPU tersebut. Argumentasi yang dikemukakan tidak beranjak dari dugaan bertentangannya materi larangan mantan terpidana tiga kejahatan luar biasa dalam PKPU dengan UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) adalah salah satu pihak yang diketahui masih mempertanyakan legalitas PKPU tersebut. Dalam sejumlah pemberitaan media, Ketua Bawaslu Abhan menegaskan akan merujuk pada UU Pemilu. Sebagaimana diketahui, UU Pemilu belum memuat larangan bagi mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi menjadi caleg.
Pernyataan tersebut tentu menimbulkan kerancuan pedoman pencalonan di kalangan partai politik dan kandidat caleg. Terlebih lagi, belum semua partai politik mendukung gagasan KPU yang telah sah dalam dua PKPU Pencalonan, yaitu PKPU No. 14 tahun 2018 tentang Pencalonan DPD dan PKPU No. 20 tahun 2018 tentang Pencalonan DPR RI dan DPRD.
Tidak hanya menimbulkan kerancuan pedoman, pihak-pihak yang masih menyangsikan legalitas PKPU dapat dikatakan juga tidak menghormati KPU sebagai penyelenggara pemilu yang mempunyai wewenang mandiri dalam penyusunan PKPU. Padahal, Pasal 76 UU Pemilu telah mengatur apabila PKPU diduga bertentangan dengan UU pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA).
Selain sikap tidak supportif Bawaslu, polemik yang juga tengah berkembang datang dari DPR RI. Rapat internal Komisi II disebut-sebut mewacanakan penggunaan Hak Angket untuk PKPU. Selain berlebihan, mekanisme mempertanyakan PKPU melalui hak angket kurang tepat karena proses hukum terhadap PKPU adalah pengujian oleh MA.
Hal strategis dan berdampak luas kepada kehidupan bermasyarakat sebagai dasar penggunaan hak angket juga tidak terlihat. Sebaliknya, larangan yang digagas KPU ini didasarkan pada semangat melindungi kepentingan masyarakat dengan menjaga integritas pemilu dari sisi kualitas kandidat. Penggunaan hak angket untuk PKPU dikhawatirkan akan menjadi boomerang bagi DPR yang berdampak pada semakin rendahnya kepercayaan publik terhadap lembaga wakil rakyat tersebut.
Melihat masih tingginya intensitas perdebatan dugaan PKPU bertentangan dengan UU, PKPU dapat dikatakan rawan diuji ke MA. Oleh karena itu, KPU harus bersiap menghadapi gugatan tersebut. Kewenangan KPU, umumnya pengaturan mantan terpidana yang diperbolehkan menjadi caleg dalam UU Pemilu, dan besarnya dukungan publik adalah modal utama yang dimiliki KPU.
Oleh karena itu, di tengah polemik ini Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dan Rumah Kebangsaan menghimbau:
1. Bawaslu untuk:
a. meralat pernyataan yang menyiratkan Baawaslu mempersilahkan mantan narapidana kasus korupsi mendaftar caleg.
b. Mendukung KPU dengan menghormati dan mematuhi PKPU sebagai produk hukum, termasuk dalam penanganan sengketa yang diajukan peserta pemilu perihal larangan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi menjadi caleg.
2. DPR RI untuk tidak melanjutkan wacana penggunaan hak angket karena pengujian dugaan PKPU bertentangan dengan UU bukan dilakukan oleh DPR melainkan MA.
3. Partai politik untuk menghormati dan mematuhi PKPU, termasuk tidak mencalonkan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi menjadi caleg.
4. KPU RI bersiap menghadapi potensi adanya gugatan pengujian PKPU ke MA dengan memperkuat tim hukum dan dasar penyusunan PKPU tersebut.
5. Semua pihak untuk menyatukan sikap dan visi pemilu yang berintegritas dengan tidak mendukung, menyokong, atau mengajukan caleg atau calon pejabat publik lainnya yang cacat secara pidana, etik maupun moral.
Jakarta, 5 Juli 2018
Indonesia Corruption Watch (ICW)
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
Rumah Kebangsaan