Pemecatan PNS Koruptor Melebihi Batas Waktu
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tidak bertindak tegas terhadap pemecatan PNS terpidana korupsi. Hingga akhir April 2019 terdapat 1.124 PNS terpidana korupsi yang belum dipecat. Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) patut diberi sanksi.
Pemecatan PNS terpidana korupsi mestinya tuntas pada bulan Desember 2018. Dengan berbagai kendala, batas akhir pemecatan diperpanjang hingga April 2019. Namun sampai awal Mei 2019, proses pemecatan terus berjalan di tempat.
Dalam pertemuan dengan tim Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 12 April 2019, tim Kemendagri yang diwakili Sekretaris Jenderal Hadi Prabowo beserta jajarannya mengatakan akan mulai kembali membicarakan permasalahan pasca helatan pemilu 17 April 2019 lalu. Tim Kemendagri juga berjanji akan menuntaskan permasalahan tersebut.
Akan tetapi hingga saat ini tindakan signifikan dari Kemendagri belum terlihat. Padahal Kemendagri memiliki peran penting untuk menuntaskan permasalahan ini. Dalam pasal 373 UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Kemendagri memiliki kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah. Dalam pasal 68, Kemendagri berwenang untuk memberikan sanksi kepada kepala daerah. Lebih lagi, Kemendagri tutur menandatangani surat keputusan bersama (SKB) tentang pemecatan PNS koruptor.
Kemendagri pernah menyatakan bahwa akan mengeluarkan peraturan menteri dalam negeri yang mengatur pemberian sanksi bagi Sekda yang tidak memecat PNS koruptor. Pernyataan itu tertuang dalam pemberitaan di laman daring kompas.com pada 21 Februari 2019. Pada saat itu Kemendagri mengaku peraturan 70% telah rampung. Hingga April 2019, peraturan itu tak diketahui kelanjutannya.
Lambatnya proses pemecatan adalah bentuk ketidakpatuhan PPK terhadap peraturan perundang-undangan, oleh sebab itu mereka patut diberikan sanksi. Surat Edaran Menteri PAN-RB no B/50/2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjatuhan PTDH oleh PPK menyatakan bahwa apabila PPK tidak melaksanakan pemecatan hingga batas waktu 30 April 2019, maka ia dijatuhi sanksi administratif sesuai Pasal 81 ayat (2) huruf c UU nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Ini sekaligus menunjukkan ciri malas birokrasi dan ketiadaan komitmen antikorupsi dari PPK di institusi tingkat pemerintah pusat dan daerah. Di tingkat pusat PPK adalah menteri, kepala badan, dan instansi lain yang setara. Di tingkat daerah PPK adalah Gubernur, Bupati, dan Walikota. Mereka telah terbukti melanggar peraturan yang telah ditetapkan.
Peraturan yang mereka langgar adalah pertama, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) Pasal 87 ayat (4) huruf b. Kedua, PPK melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil Pasal 250 huruf b. Ketiga, UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Keempat, Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 182/6597/SJ; Nomor 15 Tahun 2018; Nomor 153/Kep/2018 tentang Penegakan Hukum Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang Telah Dijatuhi Hukuman Berdasarkan Putusan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum Tetap Karena Melakukan Tindak Pidana Kejahatan Jabatan atau Tindak Pidana Kejahatan yang Ada Hubungannya Dengan Jabatan butir Kedua huruf a dan butir Ketiga. Mahkamah Konstitusi (MK) turut mempertegas agar SKB tersebut dipatuhi.
Desakan publik untuk memecat PNS koruptor juga teramat besar. Dalam laman petisi daring change.org/pecatPNSkoruptor, hingga 7 Mei 2019 pukul 12.00 WIB, 886 ribu orang menuntut PNS koruptor untuk dipecat.
Atas hal-hal tersebut, ICW mendesak:
1. Kemendagri harus transparan dalam proses pemecatan PNS koruptor dengan mengumumkan secara berkala jumlah PNS koruptor yang telah dipecat
2. Kemendagri dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) mengambil langkah tegas dengan memberi sanksi kepada PPK yang tidak patuh terhadap peraturan yang telah ditetapkan
3. Kemendagri berkoordinasi dengan seluruh instansi yang bertanggungjawab untuk mempercepat proses pemecatan PNS koruptor dan pemberian sanksi terhadap PPK
Jika langkah tersebut tidak diambil, Presiden RI Joko Widodo harus turun tangan dan menegur keras jajaran Menteri dan Pimpinan Lembaga lain di bawahnya yang lalai menjalankan tugasnya.
Indonesia Corruption Watch
7 Mei 2019
Egi Primayogha – Wana Alamsyah – Kurnia Ramadhana – Tibiko Zabar