Marak Vonis Ringan Koruptor: Mahkamah Agung Tidak Berpihak pada Pemberantasan Korupsi!
Komitmen anti korupsi dari Mahkamah Agung kembali dipertanyakan. Lucas, seorang pengacara yang diduga menghalang-halangi proses hukum di KPK, dikurangi hukumannya pada tingkat kasasi. Sebelumnya Lucas diketahui dihukum 5 tahun pada tingkat banding, lalu putusan MA selanjutnya mengurangi hukuman yang bersangkutan menjadi 3 tahun penjara. Tentu putusan ini kembali menambah daftar panjang vonis ringan kepada pelaku korupsi.
Penting untuk dicatat bahwa satu hari sebelum jatuhnya vonis kasasi terhadap Lucas, KPK baru saja menetapkan mantan Sekretaris MA, Nurhadi, menjadi tersangka atas dugaan menerima suap Rp 33,1 milyar dari PT Multicon Indrajaya Terminal dan penerimaan gratifikasi Rp 12,9 milyar. Ironi, satu sisi KPK sedang berupaya membongkar mafia peradilan, namun seakan “dibalas” oleh MA dengan mengurangi hukuman dari terdakwa korupsi.
Sedari awal publik memang menilai bahwa lembaga peradilan kerap tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi. Ini terbukti pada survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia dan ICW pada Oktober tahun lalu, yang mana MA mendapatkan kurang dari 70% dari sisi kepercayaan publik. Setidaknya ada 2 (dua) data menarik yang dapat dijadikan acuan untuk sampai pada kesimpulan tersebut. Pertama, vonis ringan memang sudah menjadi tren di MA. Catatan ICW sepanjang tahun 2018 rata-rata vonis untuk terdakwa korupsi hanya menyentuh angka 2 tahun 5 bulan penjara. Kedua, untuk tingkat Peninjauan Kembali (PK) pun sama, sejak tahun 2007 sampai 2018 setidaknya 101 narapidana korupsi telah dibebaskan oleh MA.
Tidak hanya itu, tahun 2019 saja setidaknya ada 2 (dua) putusan kontroversial dari lembaga peradilan terhadap terdakwa kasus korupsi. Pertama, vonis lepas terdakwa kasus BLBI, Syafruddin Arsyad Tumenggung - mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional - pada tingkat kasasi. Kedua, vonis bebas terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1, Sofyan Basir – mantan Direktur PLN - pada persidangan tingkat pertama.
Berbagai rentetan vonis ringan kepada pelaku korupsi di tingkat MA sebenarnya tidak bisa serta merta dipisahkan begitu saja dari faktor pensiunnya Hakim Agung Artidjo Alkostar pada tahun 2018 lalu. ICW mencatat setidaknya 7 (tujuh) terpidana telah diganjar vonis ringan pada tingkat PK dan 5 (lima) terdakwa divonis lebih rendah pada tingkat kasasi pasca Artidjo purna tugas.
Terdapat fenomena baru dimana terpidana korupsi berbondong-bondong mencoba peruntungan dengan mengajukan PK pasca Artidjo pensiun. Terhitung untuk saat ini setidaknya 23 terpidana kasus korupsi yang ditangani KPK sedang berproses pada tingkat PK di MA. Jadi, melihat kondisi seperti ini menjadi mudah bagi publik untuk membangun teori kausalitas (sebab-akibat) antara pensiunnya Artidjo dengan maraknya vonis ringan dan narapidana kasus korupsi mengajukan upaya hukum PK.
Sebelumnya ICW sempat memetakan pola dan modus korupsi yang kerap terjadi di sektor pengadilan. Setidaknya ada 3 (tiga) tahapan. Pertama, saat mendaftarkan perkara. Yang dilakukan dalam tahapan ini adalah dalam bentuk permintaan uang jasa. Ini dilakukan agar mendapatkan nomor perkara lebih awal lalu oknum di pengadilan mengiming-imingi dapat mengatur perkara tersebut.
Kedua, tahap sebelum persidangan. Korupsi pada tahap ini adalah untuk menentukan majelis hakim yang dikenal dapat mengatur putusan. Ketiga, saat persidangan. Ini modus yang paling sering dilakukan, caranya dengan menyuap para Hakim agar putusannya menguntungkan salah satu pihak. Gambaran pola dan modus tersebut patut untuk dijadikan perhatian bersama agar tidak ada lagi pihak yang menambah catatan kelam dunia pengadilan Indonesia. Apalagi mengingat maraknya Hakim saat ini yang terjaring oleh KPK karena melakukan praktik korupsi. Data ICW menyebutkan sejak tahun 2012 sampai tahun 2018 telah ada 11 orang hakim yang terjaring operasi tangkap tangan oleh KPK.
Untuk itu menjadi penting bagi MA untuk berbenah. Bagaimana pun beberapa waktu lalu publik masih mengingat secara jelas bagaimana Hakim yang menyidangkan kasasi BLBI dijatuhi sanksi etik karena diduga bertemu dengan pengacara terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung. Bukan tidak mungkin vonis ringan selama ini dijadikan bancakan untuk melakukan kejahatan korupsi oleh oknum di Pengadilan.
Kondisi saat ini menggambarkan bahwa negara memang tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi. Kelembagaan KPK telah dilemahkan melalui proses legislasi revisi UU KPK dan para pelaku korupsi justru dikurangi hukumannya di Pengadilan. Situasi seperti ini diprediksi akan terus menerus terjadi pasca paket lengkap pelemahan KPK terjadi di tahun 2019.
Untuk itu maka Indonesia Corruption Watch menuntut agar:
- Ketua Mahkamah Agung selektif dalam menentukan komposisi majelis yang akan menyidangkan setiap kasus korupsi, baik tingkat kasasi maupun peninjauan kembali;
- Komisi Pemberantasan Korupsi dan Komisi Yudisial mengawasi proses jalannya persidangan di tingkat kasasi maupun peninjauan kembalin ;
- Majelis Hakim di Mahkamah Agung harus menolak seluruh permohonan Peninjauan Kembali dari para terpidana kasus korupsi;
Jakarta, 17 Desember 2019
Indonesia Corruption Watch
LAMPIRAN
DAFTAR PENINJAUAN KEMBALI YANG DIKABULKAN PASCA ARTIDJO PENSIUN
No |
Nama |
Jabatan |
Kasus |
Waktu Putusan |
Putusan PK |
1 |
Irman Gusman |
Ketua DPD RI |
Suap terkait gula impor |
24 September 2019 |
Diterima (4 tahun 6 bulan menjadi 3 tahun) |
2 |
Choel Mallarangeng |
Swasta |
Suap proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang |
19 Maret 2019 |
Diterima (3 tahun 6 bulan menjadi 3 tahun) |
3 |
Suroso Atmomartoyo |
Direktur Pengolahan PT Pertamina |
Gratifikasi |
20 Maret 2019 |
Diterima (uang pengganti dihapuskan sebesar USD 190 ribu) |
4 |
Tarmizi |
Panitera PN Jakarta Selatan |
Suap perkara di Pengadilan |
28 Oktober 2019 |
Diterima (4 tahun dan denda Rp 200 juta menjadi 3 tahun denda Rp 50 juta) |
5 |
Patrialis Akbar |
Hakim Konstitusi |
Suap uji materi UU Peternakan |
27 Agustus 2019 |
Diterima (8 tahun menjadi 7 tahun) |
6 |
Sanusi |
Anggota DPRD DKI Jakarta |
Suap Raperda Reklamasi |
1 November 2019 |
Diterima (10 tahun menjadi 7 tahun) |
7 |
Patrice Rio Capella |
Sekjen Partai Nasdem |
Suap Gubernur Sumut |
1 September 2018 |
Diterima (Pencabutan Hak Politik dari 5 tahun menjadi 3 tahun) |
DAFTAR KASASI YANG MERINGANKAN KORUPTOR PASCA ARTIDJO PENSIUN
No |
Nama |
Jabatan |
Kasus |
Waktu Putusan |
Putusan |
1 |
Nur Alam |
Gubernur Sulawesi Tenggara |
Penerbitan Surat Izin Usaha Pertambangan |
13 Desember 2018 |
Diterima (15 tahun menjadi 12 tahun) |
2 |
Syafruddin Arsyad Tumenggung |
Kepala BPPN |
Penerbitan SKL BLBI |
9 Juli 2019 |
LEPAS |
3 |
Helpandi |
Panitera PN Medan |
Suap Perkara |
3 Desember 2019 |
Diterima (7 tahun menjadi 6 tahun) |
4 |
Idrus Marham |
Sekjen Partai Golkar/Anggota DPR RI |
Korupsi PLTU Riau-1 |
3 Desember 2019 |
Diterima (5 tahun menjadi 2 tahun) |
5 |
Lucas |
Pengacara |
Menghalang-halangi proses hukum |
17 Desember 2019 |
Diterima (5 tahun menjadi 3 tahun) |
DAFTAR PENINJAUAN KEMBALI YANG SEDANG BERJALAN
No |
Nama |
Jabatan |
Kasus |
Hukuman |
Waktu |
Status |
1 |
Rico Diansari |
Swasta |
Perantara Suap Guernur Bengkulu |
6 tahun, denda Rp 200 juta |
9 Maret 2018 |
Sedang proses |
2 |
Suparman |
Bupati Rokan Hulu |
Menerima suap R-APBD NRokan Hulu |
4,5 tahun, denda Rp 200 juta |
19 Maret 2018 |
Sedang proses |
3 |
Anas Urbaningrum |
Anggota DPR RI |
Korupsi dan pencucian uang proyek Hambalang |
14 tahun, denda Rp 5 milyar, uang pengganti Rp 57 milyar dan USD 5 juta |
21 Mei 2018 |
Sedang proses |
4 |
Guntur Manurung |
Anggota DPRD |
Suap DPRD Sumut |
4 tahun, denda Rp 200 juta, uang pengganti Rp 350 juta |
16 Juli 2018 |
Sedang proses |
5 |
Saiful Anwar |
Direktur Keuangan PAL |
Suap penjualan kapal perang Strategic Sealift Vessel (SSV) kepada instansi pertahanan Filipina |
4 tahun, denda Rp 200 juta |
16 Juli 2018 |
Sedang proses |
6 |
Badaruddin Bachsin |
Panitera Pengganti Pengadilan Bengkulu |
Perantara suap Hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu |
4 tahun, denda Rp 400 juta |
17 September 2018 |
Sedang proses |
7 |
Siti Marwa |
Direktur Keuangan PT Berdikari |
Korupsi pupuk urea |
4 tahun, denda Rp 500 juta |
8 Oktober 2018 |
Sedang proses |
8 |
Saipudin |
Asisten Daerah III Provinsi Jambi |
Uang ketok palu pengesahan RAPBD Provinsi Jambi |
3 tahun 6 bulan, Rp 100 juta |
15 Oktober 2018 |
Sedang proses |
9 |
Erwan Malik |
Plt Sekda Provinsi Jambi |
Suap uang ketok palu pengesahan APBD Provinsi Jambi |
4 tahun, denda Rp 100 juta |
15 Oktober 2018 |
Sedang proses |
10 |
Maringan Situmorang |
Swasta, kontraktor |
Memberikan suap kepada Bupati Batubara |
2 tahun, denda Rp 100 juta |
18 Oktober 2018 |
Sedang proses |
11 |
Donny Witono |
Direktur PT Menara Agung Pusaka |
Memberikan suap kepada Bupati Hulu Sungai Tengah |
2 tahun, denda Rp 50 juta |
5 November 2018 |
Sedang proses |
12 |
OK Zulkarnain |
Bupati Batubara |
Menerima suap pekerjaan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Batubara |
5 tahun 6 bulan, denda Rp 200 juta, uang pengganti Rp 5,9 miliar |
13 Desember 2018 |
Sedang proses |
13 |
OC Kaligis |
Pengacara |
Suap Hakim dan Panitera PTUN Medan |
7 tahun, denda Rp 300 juta |
Maret 2019 |
Sedang proses |
14 |
Rohadi |
Panitera PN Jakarta Utara |
Menerima suap terkait penanganan perkara Saiful Jamil |
7 tahun, denda Rp 300 juta |
17 Oktober 2019 |
Sedang proses |
15 |
Setya Novanto |
Ketua DPR RI |
Perkara korupsi KTP-Elektronik |
15 tahun, denda Rp 500 juta, dan uang pengganti USD 7,3 juta |
28 Agustus 2019 |
Sedang proses |
16 |
Samsu Umar Abdul |
Bupati Buton |
Suap sengketa Pilkada di MK |
3 tahun dan denda Rp 150 juta |
11 April 2014 |
Sedang proses |
17 |
Rita Widyasari |
Bupati Kutai Kertanegara |
Gratifikasi dan pencucian uang |
10 tahun dan denda Ro 600 juta |
17 Oktober 2019 |
Sedang proses |
18 |
Johanes B Kotjo |
Swasta |
Suap proyek PLTU Riau |
4 tahun 6 bulan dan denda Rp 250 juta |
10 Oktober 2019 |
Sedang proses |
19 |
Iman Ariyadi |
Walikota Cilegon |
Suap izin amdal Cilegon |
6 tahun |
4 September 2019 |
Sedang proses |
20 |
Dirwan Mahmud |
Bupati Bengkulu Selatan |
Suap proyek infrastruktur |
6 tahun dan denda Rp 300 juta |
25 Juni 2019 |
Sedang proses |
21 |
Nur Alam |
Gubernur Sulawesi Tenggara |
Korupsi izin usaha pertambangan |
12 tahun dan denda Rp 750 juta |
31 Oktober 2019 |
Sedang proses |
22 |
Sunjaya Purwadisastra |
Bupati Cirebon |
Jual-Beli Jabatan |
5 tahun dan denda Rp 200 juta |
16 Desember 2019 |
Sedang proses |
23 |
Indarto Catur Nugroho |
Pegawai Kantor Pajak |
Pemerasan restitusi pajak |
5 tahun dan denda Rp 200 juta |
11 Desember 2019 |
Sedang proses |