Kejanggalan Dakwaan Perkara Bansos: Dewan Pengawas Harus Panggil Pimpinan KPK!
Pada hari Rabu, 24 Februari 2020, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi telah membacakan surat dakwaan untuk terdakwa perkara dugaan suap pengadaan barang dan jasa bantuan sosial sembako di Kementerian Sosial, Harry Van Sidabukke. Dalam dokumen tersebut, dijelaskan peran dari terdakwa selaku pihak swasta yang memberikan sejumlah uang kepada penyelenggara negara agar mendapatkan bagian dari proyek bansos tersebut. Namun, tatkala surat dakwaan itu dibaca lebih lanjut, maka ditemukan ada banyak kejanggalan yang sangat signifikan, terutama terkait hilangnya nama-nama dan peran-peran pihak tertentu.
Pada dasarnya pengaturan terkait surat dakwaan sudah disebutkan dalam Pasal 143 KUHAP yang berbunyi “surat dakwaan mesti diuraikan secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan”. Namun, regulasi ini sepertinya tidak diterapkan oleh penuntut umum KPK saat menyusun surat dakwaan untuk terdakwa Harry Van Sidabukke. ICW menemukan ada dua kejanggalan dalam dakwaan tersebut. Pertama, dalam dakwaan tidak disebutkan nama Ihsan Yunus, politisi asal PDIP. Padahal pada tanggal 1 Februari lalu, tepatnya dalam forum rekonstruksi, nama yang bersangkutan mencuat karena diduga menerima aliran dana sebesar Rp 6,7 miliar dan dua sepeda Brompton melalui Agustri Yogasmara.
Kedua, pada halaman lima surat dakwaan, penuntut umum hanya menyebut Agustri Yogasmoro sebagai pemilik kuota paket bansos sembako. Penting untuk diingat, dalam forum rekonstruksi, KPK menyebutkan bahwa Agustri Yogasmoro bertindak sebagai “Operator Ihsan Yunus”. Pertanyaan lanjutannya, mengapa hal ini tidak disebutkan dalam surat dakwaan? Maka dari itu, tidak salah rasanya jika publik menduga ada upaya dari internal KPK – Pimpinan, Deputi, atau Direktur - yang tidak ingin mengembangkan perkara ini.
Selain dua kejanggalan tersebut, mesti dicatat bahwa segala tindakan yang disebutkan di atas, khususnya forum rekonstruksi, adalah upaya KPK untuk menguatkan sangkaan tindak pidana korupsi terhadap Harry Van Sidabukke. Jika dalam kegiatan tersebut Harry diduga memberikan sejumlah uang dan barang kepada seorang penyelenggara negara, bukankah itu merupakan sebuah tindak pidana? Lalu dikaitkan dengan surat dakwaan, apakah tindakan Harry tersebut tidak dianggap penting untuk dibuktikan dalam forum persidangan?
Di luar hal itu, pada dasarnya setiap tindakan yang dilakukan penegak hukum mesti selaras, mulai dari penyelidikan, penyidikan, sampai pada penuntutan. Jika kejadiannya seperti ini, maka terdapat konsekuensi serius bagi citra kelembagaan KPK sendiri. Mulai dari bukti ketidakprofesionalan kinerja, sampai pada menyia-nyiakan segala upaya keras yang telah dilakukan oleh Penyidik dalam pencarian bukti dan forum rekonstruksi.
Maka dari itu, berdasarkan Pasal 37 B ayat (1) huruf a jo Pasal 6 huruf e UU 19/2019, ICW menuntut agar:
- Dewan Pengawas segera memanggil Pimpinan KPK untuk menanyakan perihal hilangnya nama dan peran beberapa pihak dalam surat dakwaan perkara dugaan suap pengadaan bansos sembako di Kementerian Sosial;
- Jika ditemukan unsur kesengajaan, maka Dewan Pengawas harus menjatuhkan sanksi terhadap oknum yang melakukan tindakan tersebut;