Waspada Babak Baru “Barter” Kasus Bank Century
- DPR Antiklimaks; KPK Dipertanyakan -
Rilis Media: Indonesia Corruption Watch
Pengusutan Kasus Bank Century dinilai telah memasuki babak baru pasca Paripurna Hasil Panitia Khusus Angket Century diputuskan DPR (3/3). Perhatian publik akan lebih terokus pada lembaga penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, Kepolisian atau bahkan institusi Kekuasaan Kehakiman di Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi, babak baru penuntasan skandal Century ini bukan tidak mungkin potensial terancam oleh pergesekan kepentingan, dan politik transaksional, atau bahkan transaksi kasus hukum.
Titik awalnya terletak pada “keberhasilan” DPR menjaga sedemikian rupa agar proses panjang panitia khusus Century (Pansus) hingga paripurna tidak mempersoalkan Presiden sebagai penanggungjawab tertinggi kebijakan eksekutif. Demikian juga dengan titik temu kehendak Presiden dengan DPR untuk tidak berbicara soal impeachment.
Antiklimaks DPR
Hal itu menjadikan fungsi pengawasan DPR tidak berjalan maksimal. DPR terkesan heroik, keras, akan tetapi kental dengan kepentingan politik pragmatis jangka pendek. Padahal, fungsi pengawasan akan lebih sempurna jika temuan Pansus Angket Century dilanjutkan ke paripurna DPR, Hak Menyatakan Pendapat DPR, dan dibuktikan di persidangan Mahkamah Konstitusi (MK). Setidaknya, kepastian hukum akan lebih tercapai, khususnya soal apakah pihak tertuduh bersalah atau tidak. Karena jika berhenti hanya sebatas rekomendasi “diteruskan ke proses hukum”, sesungguhnya Pansus Angket Century tidak terlalu dibutuhkan.
Sebagai catatan, sejumlah nama yang disebut pada pendapat akhir pansus, bisa jadi benar-benar bersalah atau sebaliknya. Karena itulah, selain pembuktian secara pidana, proses pembuktian secara Hukum Tata Negara juga sangat krusial.
Oleh karena itulah, Indonesia Corruption Watch menilai, Pansus Angket Century sebenarnya Antiklimaks saat berhenti sebatas pada rekomendasi. Karena tanpa atau dengan pansus, merupakan kewajiban penegak hukum untuk memproses setiap tindak pidana yang terjadi. Tidak berlebihan mengatakan, kemenangan sebenarnya tidak terletak pada suara mayoritas di DPR, tetapi sebaliknya. Karena keputusan politik Legislatif mudah sekali dibantah Eksekutif, misal: dengan sekedar mengatakan Opsi A atau C bukanlah kebenaran, akan tetapi hanya soal pilihan kepentingan politik. Pernyataan ini semakin mengikis legitimasi dan harga diri institusional DPR.
Barter Perkara?
Babak baru “centurygate” ini juga potensial menimbulkan akibat-akibat dan kemungkinan penyimpangan baru. Mencermati perdebatan dan saling serang pihak berlawanan saat pansus berjalan; terus menurunnya eskalasi politik untuk memproses lebih lanjut sikap paripurna DPR; dan, diragukannya semangat “supremasi hukum” dalam pengungkapan kasus demi kasus yang terkait aktor utama partai politik pendukung pansus menjadikan potensi adanya barter perkara dalam penuntasan Century sangat mungkin terjadi.
Dalam logika terbalik, hal itu bisa disebut sebagai proses menuju “titik equilibrium” berbagai kepentingan untuk pemutihan sejumlah kasus di lingkaran Century. ICW mencatat setidaknya ada delapan kasus besar, baik korupsi, manipulasi pajak, kejahatan perbankan seperti L/C Fiktif, pembunuhan, atau bahkan kasus masa lalu seperti dugaan pelanggaran HAM di Timor-Timor. Semua kasus tersebut potensial ditarik ke ranah non-hukum, dan dijadikan tawar menawar jika itikad baik pemerintah dan penegak hukum tidak dibangun oleh kesadaran supremasi hukum. Jangan sampai, Kepolisian, Kejaksaan, Dirjen Pajak atau bahkan Satgas Mafia Hukum dijadikan alat politik untuk menekan dan menghentikan pengungkapan jantung masalah skandal Century.
Memang tak dapat dipungkiri, beberapa politisi tak lepas dari dosa masa lalu. Hal inilah yang kemudian digunakan sebagai alat untuk menyandera upaya pengungkapan kebenaran dibalik skandal Century. Akan tetapi, kekhawatiran ini bisa jadi berlebihan jika motivasi pengungkapan kasus-kasus tersebut benar-benar berdiri diatas logika dan semangat Rule of Law atau Supremasi Hukum. Bukan sekedar untuk menekan lawan-lawan politik dan mengambil posisi tawar dan keuntungan politik. Sehingga, proses politik Angket Century menjadi semacam “keran” pengungkapan sejumlah skandal kejahatan penting di Indonesia. Namun, jika tawar menawar dan barter tersebut terjadi, tidak berlebihan publik menyebutnya dengan “persekongkolan politik”.
Memperingatkan KPK
Potensi persekongkolan dan barter kasus disekitar upaya pengungkapan skandal Century, dan kemungkinan adanya intervensi-intervensi politik tidak boleh menular ke KPK. Institusi ini harus dipastikan bersih dari intensi politik dan praktek mafia barter kasus. Apalagi, KPK merupakan satu-satunya institusi yang relatif dipercayai publik, didisain independen sejak dari undang-undang, dan punya kapabilitas untuk mengungkap skandal Century yang diperkirakan tak lepas dari persinggungan kepentingan politik, bisnis, perbankan, dan mafia peradilan. Apakah KPK bisa berperan maksimal? Jika bisa, dimana?
ICW mengindentifikasikan, setidaknya ada empat lapis dugaan kejahatan dalam kasus Century ini. Pertama, Tindak Pidana Korupsi, terjadi sejak saat ada campur tangan negara dalam penyelesaian kemelut Bank Century. Misal: FPJP, PMS dan aliran dana Bank Century. Korupsi juga mungkin terjadi jika aliran dana Bank Century, baik yang berasal dari FPJP ataupun PMS ke penyelenggaran negara tertentu. Kedua, Tindak Pidana Perbankan. Mengacu pada Audit BPK, pidana perbankan dapat ditelusuri sejak proses merger hingga pra-campur tangan negara. Ketiga, Pencucian Uang, dan Keempat, pidana umum seperti penipuan, rekayasa dokumen, dll.
Selain itu, potensi pidana pajak juga bisa ditelisik lebih jauh. Karena pada prinsipnya, kejahatan perbankan seperti L/C fiktif, rekayasa biaya, dan rekayasa pembukuan yang berakibat pada menurunnya pendapatan wajib pajak Bank Century, punya konsekuensi pada menurunnya pendapatan negara dari pajak. Dengan kata lain, ada potensi kerugian negara dalam pembayaran pajak Bank Century.
Oleh Karena itu, ICW:
- Menuntut KPK untuk mempercepat proses peningkatan penyelidikan Bank Century ke tingkat penyidikan, dan menjerat aktor utama (master mind).
- Mengajak masyarakat luas untuk mengawasi kemungkinan barter kasus hukum dan politik transaksional dalam penuntasan kasus Bank Century.
- Mendorong DPR, khususnya fraksi-fraksi pendukung Opsi C yang mengklaim sebagai Koalisi Kebenaran untuk mengawal proses Tata Negara di Mahkamah Konstitusi.
Jakarta, 07 Maret 2010
Indonesia Corruption Watch