Wacana Pembentukan KPK Perwakilan
Sekarang berkembang wacana bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membentuk KPK perwakilan. Mengenai kapan dan di mana saja KPK perwakilan akan dibentuk, belum ada informasi yang menjelaskan.
Jika memang rencana ini sudah matang, tentu tidak ada halangan yuridis-formal karena Undang- Undang (UU) No 30/2002 tentang KPK memungkinkan hal itu terjadi. Pasal 19 ayat (2) UU KPK menyebut KPK dapat membentuk perwakilan di daerah provinsi. Kabar ini tentu saja sangat menggembirakan, khususnya bagi masyarakat di berbagai belahan Indonesia yang selama ini menuntut dibentuknya KPK daerah.
Alasan utama yang paling sering disinggung adalah karena mereka tidak lagi dapat memercayai kepolisian dan kejaksaan untuk menangani kasus-kasus korupsi. Harapan satu-satunya untuk dapat melihat keadilan ditegakkan bagi masyarakat kebanyakan hanya ada di tangan KPK. Berdirinya KPK dalam waktu cepat telah menumbuhkan kepercayaan publik atas pemberantasan korupsi.
Sepak terjang KPK dalam menangani perkara-perkara korupsi yang melibatkan pejabat publik dianggap masyarakat mampu menghadirkan proses hukum yang sesungguhnya. Bukan penegakan hukum pura-pura, dagelan, apalagi proses hukum korupsi yang diselimuti oleh praktik korupsi. Kritik terhadap KPK memang tetap ada,namun hal itu lebih sebagai upaya publik mengawasi KPK supaya proses penegakan hukum tidak tebang pilih, diskriminatif, dan manipulatif.
Jika kabar KPK perwakilan mencerminkan besarnya harapan publik atas penegakan hukum di berbagai daerah, rencana itu sekaligus mencerminkan gagalnya aparat penegak hukum konvensional seperti kejaksaan dan kepolisian menempatkan agenda reformasi internal mereka sebagai aparat penegak hukum yang profesional, jujur, dan berintegritas. Masa menunggu KPK yang sudah cukup panjang ternyata tidak dijawab dengan pembenahan.
Pengambilalihan kasus oleh KPK dari aparat kejaksaan dan kepolisian belum cukup dijadikan pelajaran yang berguna.Bahkan usaha (jika memang ada dan sungguh-sungguh) untuk memperbaiki citra kejaksaan, misalnya, justru tercoreng oleh ulah beberapa jaksa nakal yang tertangkap basah melakukan ancaman dan pemerasan. Terakhir,Kepala Kejaksaan Negeri Tilamuta yang dicopot oleh Kejaksaan Agung karena beredar rekaman pembicaraannya yang mengancam, memeras, sekaligus menghina satuan penegak hukum lainnya.
Pengaruh Baik Adanya KPK Perwakilan
Dalam situasi aparat penegak hukum konvensional mengalami kemandekan dalam penanganan kasus korupsi, di sisi lain situasi politik menciptakan korupsi yang kian massif, tentu berharap agar kepolisian atau kejaksaan segera pulih adalah mimpi.
Desakan publik yang terus-menerus agar kejaksaan atau kepolisian menangani kasus korupsi secara serius diimbali dengan macetnya proses hukum. KPK perwakilan hadir untuk menjawab masalah di atas. Dengan modal integritas yang tinggi, profesionalisme yang bisa dipertanggungjawabkan kepada publik, kehadiran KPK perwakilan bisa jadi akan dapat mengerem hasrat korupsi yang lahir dari kekuasaan tanpa kontrol.
Sebagaimana kita tahu, berbagai modus korupsi yang muncul di berbagai daerah, kebanyakan diotaki oleh kepala daerah atau anggota legislatif,dengan cara yang kasar dan terang-terangan.Tapi tidak ada daya yang cukup untuk menghentikannya, karena mandulnya fungsi penegakan hukum dari kepolisian dan kejaksaan.
Sebagai jawaban, kehadiran KPK perwakilan akan menciptakan suasana yang lebih ”menakutkan”, sehingga pejabat publik tidak lagi dapat dengan mudah menggelapkan uang negara untuk kepentingan pribadinya. Dana negara kelak akan lebih dapat dikontrol, sehingga pengalokasian dan penggunaannya akan sesuai harapan publik.
Dampak Negatif
Di luar pengaruh positif yang dapat diberikan atas kehadiran KPK perwakilan, tampaknya kita juga harus memikirkan dampak negatifnya, atau paling tidak kemungkinan terburuk yang bisa muncul.Terutama jika dikaitkan dengan visi dan misi KPK yang strategis.
Sebagaimana kita tahu,posisi dan peran KPK sebenarnya adalah trigger mechanism. Artinya, KPK didesain untuk mendorong dan memicu lahirnya semangat dan tradisi baru dalam penegakan hukum, khususnya bagi aparat penegak hukum konvensional. Salah satu latar belakang berdirinya KPK adalah karena aparat penegak hukum konvensional telah gagal dalam mengemban amanat konstitusi, yakni melakukan pemberantasan korupsi.
Kehadiran KPK dimaksudkan untuk memberikan teladan, contoh, dan model penegak hukum yang memiliki integritas,profesionalitas, dan independensi yang tinggi. Dengan hadirnya KPK perwakilan, ada kesan yang muncul bahwa KPK akan menggantikan posisi kejaksaan dan kepolisian. Padahal, sejatinya KPK tidak dimaksudkan untuk sampai pada titik ini.
KPK lebih banyak diharapkan dapat memberantas korupsi yang melibatkan pejabat negara dan aparat penegak hukum yang selama ini tidak dapat disentuh oleh aparat penegak hukum konvensional. Pendek kata, tujuan KPK dilahirkan, salah satu yang strategis, adalah memberantas korupsi yang memiliki hambatan politik dan hukum besar. Bukan untuk menangani semua kasus korupsi. Apabila KPK disibukkan dengan berbagai penanganan kasus korupsi, KPK akan menjadi tidak fokus, sehingga melupakan hal-hal yang strategis.
Menghadirkan KPK perwakilan juga berarti pertaruhan integritas.Sebuah kondisi yang sulit dipertahankan dalam level yang paling tinggi saat rentang kendali kian jauh.Dalam ilmu manajemen standar, rentang kendali akan sangat memengaruhi efektivitas dari kontrol itu sendiri. Dengan demikian, tantangan KPK perwakilan adalah bagaimana mereka dapat memastikan bahwa integritas dari orang-orang yang kelak akan mengisi jabatan KPK perwakilan dapat dijaga dengan baik.
Kasus AKBP Suparman, seorang mantan penyidik di KPK yang melakukan pemerasan terhadap saksi di bawah ancaman telah membuka kewaspadaan semua pihak bahwa setiap saat,siapa pun yang ada di KPK,akan dapat tergelincir,menggunakan wewenang yang dimilikinya untuk korupsi.
Dengan posisi yang jauh dari kendali, pertanyaan mendasarnya, apakah integritas KPK perwakilan masih dapat dipertahankan sebagaimana orang-orang KPK yang saat ini ada? Memang salah satu formulasi untuk menyelesaikan masalah itu ada pada sistem seleksi di KPK. Sepanjang KPK masih terkungkung pada pemahaman bahwa penyidik KPK harus berasal dari unsur kepolisian dan kejaksaan, sulit bagi KPK untuk menemukan orang-orang yang memiliki integritas tinggi.
Pernyataan ini bukanlah dimaksud untuk menggeneralisasi bahwa semua aparat di kepolisian atau kejaksaan bermasalah.Akan tetapi, sistem dan kultur yang sudah dibangun di kedua lembaga penegak hukum tersebut telah menciptakan sebuah ancaman bagi eksistensi KPK ke depan. Kini,semua pertimbangan itu ada di tangan pimpinan KPK.
Jika memang mereka telah sepakat untuk membentuk KPK perwakilan, tentu beberapa pertimbangan di atas layak untuk diperhatikan. Jangan sampai kemudian pembentukan KPK perwakilan justru akan meruntuhkan citra KPK secara keseluruhan.(*)
Adnan Topan Husodo, Anggota Badan Pekerja ICW
Disalin dari harian Seputar Indonesia, Rabu, 12 November 2008