Vonis Fredrich Yunadi
Dua pekan lalu Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 7 tahun penjara kepada Fredrich Yunadi, mantan pengacara Setya Novanto. Selain vonis kurungan, Fredrich juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta dengan subsider 5 bulan kurungan.
Fredrich dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Fredrich terbukti secara bersama-sama dengan Bimanesh Sutarjo, dokter di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung dan tidak langsung penyidikan terhadap tersangka dalam perkara korupsi. Dalam hal ini terkait kasus korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-El) dengan tersangka Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Setya Novanto.
Adapun hal lain yang memberatkan adalah tindakan Fredrich yang tidak mengakui perbuatannya secara langsung dan terus terang, tidak mendukung pemberantasan korupsi, dan tingkah laku serta tutur kata kurang sopan selama persidangan. Sedangkan hal yang meringankan hanyalah belum pernah dihukum dan mempunyai tanggungan.
Vonis ini lebih rendah, tidak sampai dua per tiga dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK menuntut Fredrich 12 tahun penjara dan denda Rp 600 juta dengan subsider 6 bulan kurungan.
Ada kejanggalan dalam putusan majelis hakim tipikor. Pada prinsipnya, putusan yang dibacakan majelis hakim Tipikor sama dengan uraian analisis jaksa KPK. Ditambah hal-hal yang memberatkan Fredrich selama proses persidangan. Akan tetapi dalam vonis, dua hal tersebut tidak dijadikan sebagai pertimbangan. Tampaknya majelis hakim mempertimbangkan hak imunitas advokat yang dijadikan bahan pembelaan Fredrich. Memang sebaiknya Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) segera memeriksa dan memutuskan apakah Fredrich Yunadi telah melakukan pelanggaran terhadap kode etik advokat Indonesia atau tidak. Perlu diingat bahwa Peradi harus mencegah dan menindak secara internal advokat yang terbukti menyimpang, bahkan melakukan tindakan koruptif terkait profesinya. Agar ada efek jera, Peradi harus memberi hukuman maksimal hingga mencabut lisensi advokat jika memang terbukti melanggar kode etik.
Sikap tegas Peradi akan menghentikan perdebatan mengenai imunitas dan itikad baik advokat yang terus digembar-gemborkan Fredrich. Selain itu, keputusan Dewan Kehormatan Peradi ini juga akan memberikan kejelasan status Fredrich dan membantu hakim dalam memutuskan perkaranya. Seperti diketahui bahwa Fredrich akan menempuh upaya hukum lanjutan demi mendapat vonis bebas. Jika upaya bandingnya ditolak maka upayanya akan berlanjut ke kasasi.*** (Dewi/Ade)