Uang Panas Nazaruddin
Uang Muhammad Nazaruddin mengalir sampai jauh. Dari kawan hingga ke partai, dari dalam negeri hingga ke luar negeri.
Uang panas cepat menguap. Istilah ini agaknya tepat untuk menggambarkan rotasi uang dalam kasus suap yang menjerat mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Jumlah fee yang ia perolah dari perusahaan-perusahaan yang menggarap proyek pemerintah jumlahnya begitu fantastis. Begitu pula jumlah uang yang ia tebar untuk rekan sesama politisi, birokrat hingga partai juga tidak kalah besarnya.
Gurita bisnis dan uang yang dimiliki oleh Nazaruddin terungkap dalam proses persidangan di pengadilan tipikor beberapa waktu lalu. Para saksi yang juga bawahan Nazaruddin di Permai Group seperti Mindo Rosalina Manulang dan Yulianis menjelaskan permainan proyek dan persekot yang mereka terima.
Nazaruddin berperan mengatur peruntukan fee yang harus mereka terima dari berbagai proyek. Sementara istrinya, Neneng berperan sebagai Direktur Keuangan perusahaan sekaligus memegang kendali brankas uang perusahaan tersebut.
“fee†besar-besaran
Sebagai ilustrasi, untuk kasus proyek pembangunan wisma atlet di Palembang, Permai Group memperoleh fee sebesar 13 persen dari proyek bernilai 191 Milyar ini. Bahkan sebelumnya Nazaruddin sempat meminta angka 21 persen kepada PT Duta Graha Indah (PT DGI) melalui Rosa, dikarenakan sudah beli/ belanja sebesar 20 M kepada DPR terkait proyek wisma atlet tersebut.
Itupun baru satu proyek PT DGI. Kesaksian Yulianis di persidangan juga terungkap, PT DGI paling tidak memiliki 10 proyek yang dikerjakan pada tahun 2010 atas bantuan Grup Perma. sehingga mereka membayar fee kepada perusahaan milik Nazaruddin. Bahkan belum termasuk proyek tahun 2009 yang lalu.
Harus dicatat, Nazaruddin tidak hanya memiliki satu perusahaan saja. Ia memiliki setidaknya 10 perusahaan di bawah Permai Group diantaranya: PT Mahkota Negara, PT Anak Negeri, PT Anugrah Nusantara dan perusahaan-perusahaan lainnya. Sementara ia juga memiliki setidaknya 7 perusahan pinjaman untuk menjalankan berbagi proyek.
Bisa dibayangkan, seandainya pola-pola yang sama dalam kasus Wisma Atlet juga diterapkan oleh perusahaan lain terhadap berbagi proyek, tentu sudah bisa dibayangkan betapa kayanya politisi muda ini.
Sebagian kekayaan Nazaruddin juga disimpan di Luar Negeri. Kesaksian Oktarina yang juga mantan staff Nazaruddin menyebutkan ada uang US$ 5 juta, 2 juta Euro, dan 3 juta dollar Singapura dikirim ke dua perusahan yakni Ampi IT dan Talent Center di Singapura. Kedua perusahaan tersebut belakangan diketahui tidak melakukan apa-apa karena ditujukan untuk menyimpan uang saja.
Dengan tumpukan fee yang ia terima, maka tidak aneh Nazaruddin rajin menyebarkannya kepada Partai hingga koleganya sesama politisi. Uang sebesar 30 Milyar dan 5 juta dolar AS “disedekahkan†untuk Kongres Partai Demokrat di Bandung yang dibawa lansung oleh Yulianis pada saat itu (KOMPAS, 25 Januari 2012)
Belum jelas sampai saat ini, uang tersebut dipakai untuk biaya pelaksanaan kongres atau malah dijadikan ongkos pemenangan kandidat tertentu di dalam kongres tersebut. Namun yang pasti, jika terbukti dipersidangan nantinya, kedua motif tersebut punya konsekuensi yuridis karena menerima uang yang diduga berasal dari praktek korupsi.
Selain partai Demokrat, para politisi kerapkali disebut menerima sejumlah uang dari Nazaruddin. Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Malarangeng juga disebut menerima uang sewaktu Kongres Partai Demokrat di Bandung.
Khusus untuk Wisma Atlet, uang sebesar 1,1 juta dolar AS dialirkan ke Senayan untuk memuluskan proyek tersebut. Menurut keterangan Rosa, mereka diantaranya yang turut menerima Mirwan Amir, Angelina Sondakh dan I Wayan Koster. Badan Aggaran pun diduga turut bermain.
Darah Kejahatan
Kasus Nazaruddin membuktikan kekuatan uang (the power of money). Secara konseptual, uang dan kekayaan adalah target sekaligus tujuan dari pelaku korupsi. Hasil kejahatan adalah life blood atau darah yang menghidupi dan menjadi motivasi kenapa seseorang melakukan kejahatan seperti korupsi atau suap (life blood of crime).
Tugas KPK tentu tidak mudah, selain mengejar para pelaku yang disebut-sebut dalam persidangan, pekerjaan rumah besar terbesar bagi KPK tentu mengejar aliran uang Nazaruddin (follow the money). Karena ada begitu banyak politisi hingga level partai yang disebut-sebut menerima uang. Ditambah lagi Nazaruddin memiliki begitu banyak perusahaan yang pernah menggarap proyek-proyek pemerintah.
Sementara pada saat yang bersamaan, Nazaruddin juga bergerak aktif untuk mengaburkan asal-usul uang yang ia peroleh. Misalkan saja memeli saham Garuda sebesar 300 Milyar atau bahkan meletakkannya di luar negeri.
Oleh karena itu, KPK harus bergerak cepat untuk mengejar uang dan aset Nazaruddin serta memakai Undang-Undangan pencucian uang sebagai senjata yang efektif. Karena secara teoritis, bila hasil kejahatan yang ia lakukan dikejar dan disita untuk negara maka dengan sendirinya akan mengurangi kejahatan itu sendiri.
Penuntasan dari sisi aktor dan uang menjadi dua indikator tuntas atau tidaknya kasus tersebut ditangan KPK. Karena jika tidak, uang panas Nazaruddin yang masih tersembunyi berpotensi memproduksi kejahatan yang sama dimasa mendatang.
Oleh: Donal Fariz, Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW
Tulisan ini disalin dari Kompas, 13 Februari 2012