Ratu Atut Pantas Dituntut Maksimal!
Pernyataan Pers Bersama
- Ratu Atut layak dituntut 15 tahun penjara, Denda Rp 750 juta, Pencabutan Hak Politik dan Dana Pensiun serta fasilitas negara -
Senin, 11 Agustus 2014, di Pengadilan Tindak Pdana Korupsi Jakarta, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membacakan tuntutan terhadap Ratu Atut Chosiyah, Gubernur Banten non aktif. Ratu Atut diproses ke Pengadilan Tipikor karena di duga turut menyuap Akil Mochtar selaku Ketua Mahkamah Konstitusi terkait dengan urusan sengketa Pilkada Lebak Banten. Ratu Atut didakwa menyuap sebesar Rp 1 miliar kepada Akil Mochtar melalui pengacara Susi Tur Andayani.
Jaksa Penuntut Umum menjerat Ratu Atut dengan Dakwaan Berlapis yaitu Pasal 6 Ayat (1) huruf a dan Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 6 Ayat (1) huruf a berbunyi “**Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili”
Pasal 13 berbunyi “Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)."
Selain Ratu Atut, dalam kasus suap terhadap Akil Mochtar untuk penyelesaian sengketa Pilkada Lebak juga melibatkan Tubagus Chaeri Wardana (Wawan) dan Susi Tur Andayani. Wawan dan Susi telah lebih dulu divonis 5 tahun penjara oleh Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam perkara Wawan dan Susi, majelis hakim dalam pertimbangan putusannya menyatakan Wawan terbuktu memberikan suap kepada Akil dalam dua sengketa Pilkada. Pertama, sebesar Rp 1 Miliar dalm Pillkada Lebak melalui Susi atas permintaan Amir Hamzah. Meski suap belum diterima langsung oleh Akil, namun unsur menjanjikan sesuatu terbukti. Kedua, sebesar Rp 7,5 miliat dalam Pilkada Gubernur Banten 2011 untuk memenangkan pasangan Ratu Atut Choisiyah–Rano Karno yang digugat tiga pasangan yang lain.
Praktek penyuapan yang dilakukan oleh Ratu Atut bersama dengan Wawan juga diperkuat dengan fakta-fakta yang muncul dalam proses persidangan Ratu Atut maupun dalam persidangan dalam perkara yang lain yang melibatkan terdakwa Wawan serta Akil Mochtar. Pada intinya telah terjadi pertemuan antara Akil Mochtar dengan Ratu Atut dan Wawan di Singapura untuk membicarakan sengketa pilkada di Lebak dan telah terjadi upaya penyuapan terhadap Akil Mochtar melalui Susi untuk proses penyelesaian sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi.
Dalam perkara ini, setidaknya ada 5 (lima) alasan pemberatan sehingga Ratu Atut layak dituntut hukuman super maksimal, yaitu
- Ratu Atut saat itu sebagai Gubernur Banten seharusnya dapat menjadi contoh yang baik bagi warga Banten. Namun yang terjadi sebaliknya menjadi contoh yang buruk bagi warga banten dan mencoreng nama baik Pemerintah Provinsi Banten.
- Tindakan Ratu Atut tidak sejalan dengan program pemerintah khususnya program pemberantasan korupsi. Alih-alih ikut terlibat dalam memberantas korupsi yang dilakukan oleh Ratu Atut justru terlibat dalam perkara korupsi.
- Melanggar komitmen antikorupsi yang pernah ditandatangan dan didorongnya sendiri. Ratu Atut adalah salah satu dari 22 Kepala Dearah bersama KPK pernah menandatangani Deklarasi Antikorupsi pada 9 Desember 2008 yang salah satu intinya menyatakan tidak akan melakukan korupsi. Lalu pada 20 Maret 2012, Ratu Atut selaku Gubernur Banten pernah menghimbau seluruh kepala daerah se-Banten untuk mencegah korupsi , kolusi dan nepotisme (KKN) dilingkungkan birokrasi pemerintah Provinsi Banten. Hal ini disampaikan pada acara penandatanganan Pakta Integritas para Walikota dan Bupati se Provinsi Banten di Pendopo Gubernur.
- Suap yang dilakukan Ratu Atut kepada Akil Mochtar bukan sekedar suap kepada pejabat negara biasa. Akil yang kala itu adalah seorang hakim MK punya peran besar dalam proses penegakan hukum serta upaya mengangkat citra penegak hukum dimata masyarakat. Karenanya perbuatan Ratu Atut juga berimbas pada runtuhnya kepercayaan masyarakat pada penegakan hukum dan nilai negara hukum.
- Merusak proses demokrasi khususnya di Lebak Banten. Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) merupakan salah satu proses membangun demokrasi di negeri ini. Tindakan Ratu Atut menyuap Akil Mochtar.
proses sengketa Pilkada pada akhirnya memberikan dampak buruk rusaknya demokrasi yang dibangun khususnya didaerah Banten.
Dengan hukuman yang maksimal untuk Ratu Atut diharapkan pula dapat memotong mata rantai atau bahkan mengakhiri dinasti keluarga dan kolega Ratu Atut di wilayah Banten. Bukan rahasia umum selama ini keluarga maupun kolega Ratu Atut menguasai hampir sebagian jabatan kepala daerah maupun posisi penting yang ada di wilayah Banten. Politik Dinasti yang dibangun tidak didasarkan pada semangat demokrasi dan lebih kepada mempertahankan maupun memperluas kekuasaan dinasti keluarga, menguntungkan segelintir orang dan menyengsarakan rakyat di wilayah Banten.
Selain itu tuntutan dan vonis maksimal ini diharapkan dapat memberikan efek jera terhadap pelaku dan peringatan bagi para kepala daerah lain untuk tidak melakukan praktek korupsi serupa yang dilakukan oleh
Ratu Atut.
Berdasarkan uraian tersebut Indonesia Corruption Watch bersama dengan Masyarakat Transparansi (MATA) Banten mendesak KPK;
- melalui Jaksa Penuntut Umum KPK untuk menuntut Ratu Atut dengan hukuman maksimal sesuai Pasal 6 Ayat (1) huruf a UU Tipikor yaitu 15 tahun penjara, denda Rp 750 juta. Ratu Atut juga harus dituntut dengan hukuman tambahan -sebagaimana diatur Pasal 18 UU Tipikor- berupa pencabutan hak politik (untuk memilih dan dipilih) dan dicabut juga hak memperoleh dana pensiun atau fasilitas lainnya yang diperoleh dari negara.
- melanjutkan penuntasan perkara korupsi lain seperti pengadaan alat kesehatan dan tindak pidana pencucian uang yang juga melibatkan Ratu Atut. Penuntasan perkara tersebut ini penting agar Atut dapat dimiskinkan dan membuat pelaku lainnya terungkap.
Jakarta, 10 Agustus 2014*
Fuaduddin Bagas - MATA Banten (Hp 0818798307)
Dahnil Anzar – Akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Hp 082112206469)
Emerson Yuntho - Indonesia Corruption Watch (Hp 081389979760)