Pembebasan Bersyarat Hartati Murdaya Cacat Hukum!
Pernyataan Pers
Ada kabar buruk untuk kita semua? Apa itu? Hukuman untuk koruptor sekarang ada ekstraknya. Salah satu cara meng ekstraknya hukuman untuk koruptor adalah melalui pemberian Remisi dan Pembebasan Bersyarat (PB) untuk koruptor. Setidaknya dengan 2 cara tersebut maka koruptor tidak perlu menjalani seluruh hukuman penjara sesuai dengan perintah hukuman. Jika remisi dan pembebasan bersyarat didapat maka koruptor cukup menjalani setengah atau dua pertiga dari hukuman yang harusnya dijalankan.
Salah satu ekstrak hukuman melalui Pembebasan Bersyarat yang paling kontroversial adalah Hartati Murdaya, terpidana perkara korupsi penyuapan terhadap Bupati Buol, Arman Batalipu. Pada 4 Februari 2013 lalu, oleh Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Hartati dinyatakan bersalah karena melakukan suap dan dihukum selama 2 tahun 8 bulan penjara. Jika mendasarkan kepada putusan hakim ini maka Hartati harusnya baru bisa bebas akhir tahun 2015 nanti,
Namun yang mengejutkan, beberapa hari lalu, Hartati Murdaya keluar lebih cepat dari Penjara mendapatkan pembebasan bersyarat dari Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin. Pihak Kementrian Hukum dan HAM menyatakan bahwa Hartati telah memenuhi syarat-syarat untuk mendapatkan PB.
Remisi dan PB untuk seorang koruptor – termasuk dalam hal ini Hartati Murdaya – sangat mengecewakan dan merupakan cermin buruk bagi upaya pemberantasan korupsi. Kondisi ini juga sangat ironis dan kotradiksi dengan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh instusi penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada saat KPK berjuang memberantas korupsi dan menjebloskan koruptor ke penjara, justru yang terjadi Menteri Hukum dan HAM terkesan berjuang agar koruptor segera dibebaskan dari penjara.
Tindakan Menteri Hukum dan HAM tidak saja merugikan KPK dan upaya pemberantasan korupsi namun merugikan nama baik pemerintah. Pemerintah dapat dianggap terlalu murah hati untuk para koruptor. Selain itu tindakan remisi dan PB juga dipastikan akan mengurangi efek jera untuk para koruptor. Data ICW hingga Januari 2011 saja sedikitnya sudah 16 terpidana korupsi -yang kasusnya ditangani oleh KPK -mendapatkan Pembebasan Bersyarat dari Kementrian Hukum dan HAM. Bisa dipastikan jumlahnya akan mencapai puluhan koruptor pada tahun ini.
Selain itu PB untuk Hartati Moerdaya juga cacat hukum karena tidak memenuhi syarat ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (atau lebih dikenal dengan PP 99/2012). Khususnya Pasal 43 A dan Pasal 43 B PP 99/ 2012.
Dalam Pasal 43 A Ayat 1 huruf a syarat bagi seorang koruptor untuk mendapatkan pembebasan bersyarat adalah narapidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya atau lebih dikenal sebagai Justice Collaborator. Selanjutnya dalam Pasal 43 A Ayat 3 jelas menyebutkan “ Kesediaan untuk bekerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan secara tertulis oleh instansi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan”. KPK sendiri sudah menyatakan bahwa Hartati bukanlah pelaku yang mau bekerja sama (Justice Collaborator). Dengan demikian syarat PB bersyarat untuk Hartati tidak terpenuhi.
Selain itu pada pasal 43 B yang pada intinya menyebutkan Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan kepada Menteri Hukum dan HAM wajib meminta rekomendasi dari instansi terkait, yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan/atau Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal Narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi. KPK - sebagai institusi yang menangani kasus korupsi yang melibatkan Hartati - sudah nyata-nyata menolak kapasitas Hartati sebagai Justice Collaborator. Selain itu KPK juga sudah menolak permintaan surat dari Dirjen Pemasyarakatan untuk meminta rekomendasi agar Hartati mendapatkan PB.
Berdasarkan hal tersebut maka kami meminta Menteri Hukum dan HAM membatalkan Surat Keputusan tentang pemberian PB untuk Hartati karena cacat hukum dan melukai rasa keadilan masyarakat serta tidak sejalan dengan upaya pemberantasan korupsi yang juga diusung oleh Pemerintah.
Jakarta, 31 Agustus 2014
Emerson Yuntho Erwin Natosmal Oemar
Indonesia Corruption Watch Indonesia Legal Roundtable
---------------------------
Pasal 43A
(1) Pemberian Pembebasan Bersyarat untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
ayat (2) juga harus memenuhi persyaratan:
a. bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;
b. telah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) masa pidana, dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan;
c. telah menjalani Asimilasi paling sedikit 1/2 (satu per dua) dari sisa masa pidana yang wajib dijalani; dan
d. telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana dan menyatakan ikrar:
1) kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi
Narapidana Warga Negara Indonesia, atau
2) tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Asing, yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme.
(2) Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku terhadap Narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
(3) Kesediaan untuk bekerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan secara tertulis oleh instansi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 43B
(1) Pembebasan Bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43A ayat (1) diberikan oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan.w.hukumonline.com
(2) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan kepentingan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan masyarakat.
(3) Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam memberikan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib meminta rekomendasi dari instansi terkait, yakni:
a. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme,
dan/atau Kejaksaan Agung dalam hal Narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan/atau kejahatan transnasional terorganisasi lainnya;
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Narkotika Nasional, dan/atau Kejaksaan Agung dalam hal Narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika; dan
c. Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, dan/atau Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal Narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi.
(4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara tertulis oleh instansi terkait dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya permintaan rekomendasi dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
(5) Dalam hal batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) instansi terkait tidak menyampaikan rekomendasi secara tertulis, Direktur Jenderal Pemasyarakatan menyampaikan pertimbangan Pembebasan Bersyarat kepada Menteri.
(6) Ketentuan mengenai tata cara pemberian Pembebasan Bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
DAFTAR TERPIDANA KORUPSI YANG MENDAPATKAN PEMBEBASAN BERSYARAT
(DATA PER JANUARI 2011)
No |
Nama |
Perkara |
Vonis |
Bebas bersyarat |
Instansi yang tangani |
1. |
Suwarna Abdul Fatah, mantan Gubernur Kaltim |
program lahan sawit sejuta hektare di Kaltim |
MA (4 tahun penjara) |
Desember 2008 |
KPK |
2. |
Rusdihardjo, mantan dubes RI di Malaysia |
Pungutan liar di Kedubes Ri di Malaysia |
PT Tipikor (18 bulan penjara) |
Maret 2009 |
KPK |
3. |
Rokhmin Dahuri, mantan menteri Kelautan dan Perikanan |
Dana Non budgeter Kelautan dan Perikanan |
PK MA (4,5 tahun penjara) |
November 2009 |
KPK |
4. |
Vonnie Panambunan, mantan Bupati Minahasa Utara |
penunjukan langsung Bandara Kukar Samarinda |
PN Tipikor (18 bulan penjara) |
Juni 2009 |
KPK |
5. |
Burhanuddin Abdullah, Eks Gubernur Bank Indonesia |
aliran dana Bank Indonesia |
MA (3 tahun penjara) |
Maret 2010 |
KPK |
6. |
Abdillah, Mantan Wali Kota Medan |
pengadaan mobil pemadam kebakaran |
MA (4 tahun penjara) |
Juni 2010 |
KPK |
7. |
Aulia Pohan, mantan Deputi Bank Indonesia |
aliran dana Bank Indonesia |
MA (3 tahun penjara) |
Agustus 2010 |
KPK |
8. |
Maman H Somantri, mantan Deputi Bank Indonesia |
aliran dana Bank Indonesia |
MA (3 tahun penjara) |
Agustus 2010 |
KPK |
9. |
Bun Bunan Hutapea, mantan Deputi Bank Indonesia |
aliran dana Bank Indonesia |
MA (3 tahun penjara) |
Agustus 2010 |
KPK |
10. |
Aslim Tadjuddin, mantan Deputi Bank Indonesia |
aliran dana Bank Indonesia |
MA (3 tahun penjara) |
Agustus 2010 |
KPK |
11. |
Saleh Djasit, Mantan Gubernur Riau |
pengadaan mobil pemadam kebakaran |
PN Tipikor (4 tahun penjara) |
Agustus 2010 |
KPK |
12. |
Baso Amiruddin Maula, Wali Kota Makassar |
pengadaan mobil pemadam kebakaran |
MA (5 tahun penjara) |
Agustus 2010 |
KPK |
13. |
Yusuf Erwin Faishal, Anggota DPR |
suap alih fungsi Tanjung Api-api |
PN Tipikor (4,5 tahun) |
November 2010 |
KPK |
14. |
Abdullah Puteh, Mantan
Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam |
pembelian Helikopter MI-2 Rostov buatan Rusia senilai Rp 13,687 miliar |
MA (10 tahun penjara) |
November 2010 |
KPK |
15. |
Abdul Hadi Djamal, mantan anggota DPR. |
suap proyek dermaga Indonesia Timur |
PN Tipikor (3 tahun penjara) |
November 2010 |
KPK |
16. |
Artalyta Suryani, pengusaha |
Suap kepada Jaksa Urip Tri Gunawan |
MA (4, 5 tahun penjara) |
Januari 2011 |
KPK |
Dokumentasi ICW 2011 diolah dari berbagai sumber