Masih Terkorup Juga
SULIT untuk mengatakan bahwa saat ini pemerintah sudah berhasil memberantas korupsi, minimal menuai hasil nyata, seperti dikatakan Presiden SBY dalam International Conference on Principles for Anti-Corruption Agencies atau Konferensi Internasional tentang Prinsip-prinsip Lembaga Antikorupsi, di Istana Negara (27/11/12).
Menjelang pengujung 2012, terkait peringatan Hari Antikorupsi Sedunia tanggal 9 Desember, publik justru melihat pemberantasan korupsi di negeri ini berada di titik nadir yang sangat kritis. Bagaimana tidak, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai pemicu pemberantasan korupsi justru mengalami pelemahan.
Pelemahan itu karena sejumlah penyidik, motor komisi antikorupsi tersebut, ditarik oleh lembaga induk mereka, tak hanya Polri, pun BPKP dan Ditjen Pajak menarik kembali penyidik yang diperbantukan di KPK. Mereka mengemukakan beragam alasan, dari masa tugas yang sudah berakhir dan tak ingin memperpanjang hingga dalih ingin melanjutkan pengabdian di lembaga induk.
Pada satu sisi, korps Adhyaksa, sebagai salah satu pilar penegakan hukum, belum menunjukkan progresivitas. Adapun Polri, malah ada perwira tinggi menjadi tersangka dalam kasus korupsi. Faktor lain, kelemahan koordinasi antara KPK, Kejaksaan, dan Polri dalam memberantas kasus korupsi menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat dan butuh waktu lama menyelesaikan.
Saat ini, publik menunggu langkah Presiden SBY mengundangkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sumber Daya Manusia KPK. Regulasi itu merupakan derivat dari Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Untuk mengatasi darurat krisis penyidik KPK seharusnya Presiden tidak boleh lamban dan banyak pertimbangan. Sebaliknya, harus cepat mengeluarkan kebijakan politik, semisal menambah jumlah penyidik KPK. Publik melihat kepulangan banyak penyidik Kuningan ke instansi asal, membuat kinerja komisi antikorupsi menjadi pincang dan melambat.
Sebelumnya, rakyat ”memaksa” SBY bersikap atas konflik KPK dan Polri terkait legalitas penanganan kasus korupsi simulator kemudi di Korlantas Mabes Polri. Walaupun minimalis dalam bentuk pidato, banyak kalangan mengapresiasi. Sayang, antiklimaks konflik tersebut tidak diikuti kerja nyata SBY mengeluarkan PP tentang penyidik atau SDM KPK pada saat ini.
Inilah janji yang harus ditutup oleh SBY pada pengujung tahun 2012, dengan kado indah terkait Hari Antikorupsi Sedunia: penguatan KPK. Mengikuti perjalanan pemberantasan korupsi pada 2012, pertengahan tahun ini politikus Senayan tidak tinggal diam melihat kedigdayaan KPK membasmi korupsi politik. Anggota parlemen menggalang dukungan untuk merevisi UU tentang KPK.
Padahal pada tahun ini pemberantasan korupsi diawali dengan optimisme baru. Komisi antikorupsi itu berani menahan Irjen Djoko Susilo, perwira tinggi aktif Polri, terkait dugaan korupsi pada pengadaan simulator kemudi roda 2 dan 4 di Korlantas Mabes Polri, dan menetapkan Menpora Andi Alifian Mallarangeng sebagai tersangka dalam kasus korupsi pada pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Hambalang Sentul Kabupaten Bogor Jabar.
Aroma Politik
Bagaimana dengan kasus Century? Pengusutan megaskandal itu belum menyentuh aktor utama, walaupun KPK sudah menetapkan dua tersangka baru, termasuk kabar keterlibatan Boediono tatkala menjabat Gubernur Bank Indonesia.
Kasus Century lebih kental politik ketimbang penegakan hukum. Tiap jengkal proses dibumbui dengan aroma politik menyerang Demokrat. Naif, menyerang tapi masih dalam pelukan koalisi.
Maka menjadi penting, peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, bisa menjadi momentum untuk introspeksi. Terlebih, Transparansi Internasional (TI) pada Desember lalu menyatakan Indonesia masih termasuk jajaran negara terkorup, dengan skor IPK 3 dari 10. Negara kita menempati peringkat ke-100 dari 183 negara.
Skor itu sama dengan antara lain Argentina, Djibouti, Gabon, Madagaskar, Malawi, Meksiko, Suriname, dan Tanzania. Di ASEAN, Indonesia di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand. Adapun Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2011 dan 2012 mencatat penanganan 336 kasus korupsi, dengan 1.053 tersangka, dan risiko kerugian negara Rp 2,169 triliun.
Dari catatan itu, baru aktor kecil, seperti kepala dinas dan pengusaha kecil yang dijerat, sedangkan aktor utama, semisal kepala daerah dan pengusaha besar, belum tersentuh. Walaupun banyak menjerat tersangka kasus korupsi, pengembalian kerugian negara masih minim.
Harapan rakyat terhadap pemberantasan korupsi hanya menuntut keseriusan langkah politik Presiden SBY. kali ini tidak cukup hanya dengan pidato tapi perlu aksi nyata, minimal menyelamatkan KPK dengan menerbitkan revisi PP Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sumber Daya Manusia KPK. Presiden harus benar-benar berada di garis terdepan penyelamatan uang negara yang dirampok koruptor. Jangan sampai negara kita tak pernah lepas dari cap negara terkorup. (10)
Apung Widadi, peneliti masalah korupsi politik dari Indonesia Corruption Watch (ICW)
Tulisan ini disalin dari Suara Merdeka, 10 Desember 2012