Laporan Dugaan Korupsi Penggunaan E-Auction di PT Angkasa Pura I
Tanggal 3 Februari 2009 ICW melaporkan kasus Dugaan Korupsi Penggunaan E-Auction di PT Angkasa Pura I ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berikut adalah pernyataan pers, serta review penjelasan kasus yang dilaporkan tersebut.
Pernyataan Pers
Laporan Dugaan Korupsi Penggunaan E-Auction di PT Angkasa Pura I
Tahun 2005-2007
I. Pendahuluan
Sebagai perusahaan yang mengelola 13 bandar udara, tentu PT AP I membutuhkan berbagai peralatan untuk mendukung operasional pelayanan kebandarudaraan yang berkualitas. Maka kegiatan pengadaan barang/jasa menjadi kegiatan mutlak yang harus dilakukan perusahaan.
Dengan beragamnya barang/ jasa yang dibutuhkan maka PT AP I menyelenggarakan sistem Elektronic Auction (E-Auction) untuk melakukan otomatisasi proses pengadaan barang/jasa. Secara definitif sistem E-auction merupakan penyelenggaraan layanan pelelangan elektronik dalam proses pengadaan atau tender elektronik (E-Sourcing) yang aplikasinya dapat diakses melalui jaringan komputer lokal maupun jaringan internet.
Sedangkan secara sederhana penggunaan sistem E-Auction dimaknai sebagai kegiatan tawar menawar harga sesama calon rekanan PT AP I melalui sistem elektronik. Untuk melaksanakan kegiatan tersebut maka PT AP I sesuai dengan kontrak perjanjian kerja sama No : SP 35/PL .10.6/2004 DOT – No : 001-SI.S-KONTRAK-12-04 tanggal 13 Desember 2004 melakukan penunjukan langsung kepada PT SI sebagai perusahaan penyedia jasa penyelenggaraan layanan pelelangan elektronik (E-Auction).
Sesuai dengan pasal 3 (tiga) kontrak ini menyebutkan bahwa PT AP I harus membayar kepada PT SI, setiap pengadaan barang/jasa yang menggunakan layanan E-Auction sebesar 1,25% dari nilai transaksi pengadaan atau minimal Rp. 5 Juta rupiah.
II. Indikasi Penyimpangan
a. Penunjukan Langsung
Dasar hukum pengadaaan E-Auction memang mengacu pada Kep.86/PL.10/ 2004. Oleh karena itulah, dalam pelaksanaannya PT AP I dapat mengadakan sistem penunjukan langsung.
Namun dalam penunjukan langsung PT SI untuk menyediakan aplikasi E-Auction diduga melanggar karena tidak memenuhi 11 kriteria dalam lampiran IV, Kep 86/2004. Misalnya saja kriteria tentang agen tunggal/ distributor tunggal yang merupakan satu-satunya perusahaan yang dapat memasok barang dan atau jasa. (Point 6, kriteria dalam lampiran IV)
PT SI bukan merupakan satu-satunya agen/ distributor tunggal karena terdapat perusahaan lain seperti PT Telkom yang memberikan jasa serupa dan selama ini telah menjadi rekanan di PT Angkasa Pura II (PT AP II)
b. Kemahalan Harga
Terkait biaya penggunaan fasilitas E-Auction yang diterapkan PT SI diduga lebih mahal dibanding dengan harga yang berlaku jika PT AP I menggunakan perusahaan penyedia lain. Dalam klausul kontrak, pasal 3, point 1, disebutkan bahwa PT AP I harus membayar biaya transaksi sebesar 1,25% dari nilai transasi atau minimal Rp. 5.000.000,00 (Lima juta rupiah) untuk setiap event auction
Point 2, dijelaskan untuk transaksi event auction pengadaan radar di Bandara Juanda Surabaya, Hasanudin Makassar, Sepinggan Balikpapan, dan Syamsudin Noor Banjarmasin, PT AP I harus membayar Rp 100.000.000,00 (seratus Juta Rupiah).
Kemudian PT AP I juga dibebankan biaya-biaya tambahan lain seperti biaya mandays sebesar Rp.3.600.000,00 serta biaya perjalanan dan akomodasi bagi para konsultan, implementator dan pemelihara sistem E-Auction.
Biaya-biaya yang dibebankan sesuai kontrak tersebut diindikasikan sangat merugikan PT AP I. Sebagai perbandingan, pada tahun 2006 PT Angkasa Pura II melakukan pengadaan serupa dengan PT Telkom Indonesia. Namun biaya penyediaan jasa sewa sistem aplikasi E-Auction sebesar Rp.22.000.000,00 (Dua puluh dua juta rupiah) dan sudah termasuk biaya PPN 10%.
III. Total Potensi Kerugian Negara
Berdasarkan hasil perbandingan biaya penggunaan E-Auction antara PT SI dan PT Telkom Indonesia terdapat selisih yang sangat signifikan. Setelah dianalisis ditemukan bahwa biaya yang dibebankan PT SI terhadap seluruh pengadaan yang dilakukan selama tahun 2005-2007 diduga berpotensi merugikan PT Angkasa Pura I sekaligus keuangan negara sebesar Rp.7.018.962.463,75 (Tujuh Miliar Delapan Belas juta Sembilan ratus Enam Puluh Dua Ribu Empat Ratus Enam Puluh Tiga koma Tujuh Puluh Lima Rupiah). Total Selisih biaya penggunaan E-Auction dapat dilihat dalam tabel 4.
Tabel 4 : Hasil Selisih Biaya Penggunaan E-Auction Antara PT SI dan PT Telkom Indonesia
No |
Tahun Pengadaan |
Selisih Biaya |
1 |
2005 |
Rp. 250.436.392,50 |
2 |
2006 |
Rp.6.004.631.180,00 |
3 |
2007 |
Rp. 763.894.891,25 |
Jumlah |
Rp.7.018.962.463,75 |
IV. Kesimpulan
Proses pengadaan dan pelaksanaa E-Auction di PT Angkasa Pura I diindikasikan merugikan negara sebesar Rp.7.018.962.463,75 (Tujuh Miliar Delapan Belas juta Sembilan ratus Enam Puluh Dua Ribu Empat Ratus Enam Puluh Tiga koma Tujuh Puluh Lima Rupiah) dan telah memenuhi unsur-unsur dalam pasal 2 ayat 1 dan pasal 3, UU No 31/1999 jo UU No 20/2001 tentang tindak pidana korupsi.
V. Rekomendasi
KPK mengusut tuntas indikasi korupsi yang terjadi di PT Angkasa Pura I terkait pekerjaan penyediaan jasa Electronic-Auctio (E-Auction).
Jakarta, 3 Maret 2009
Indonesia Corruption Watch