Komisi XI DPR Harus Mengulang Proses Seleksi Calon Anggota BPK
Tanpa diketahui publik, Komisi XI DPR RI telah membuka pendaftaran untuk menjadi calon anggota BPK. Pengumuman hanya lewat iklan layanan masyarakat di salah satu media massa nasional dan website resmi DPR. Waktunya pun sangat tidak masuk akal karena pelamar hanya diberikan kesempatan 4 hari, yakni mulai tanggal 20 hingga 23 April 2009. Untuk itu ICW, TII, IBC dan PSHK menyikapi hal tersebut. Berikut press release bersama.
Press Release Bersama TII, ICW, IBC, PSHK
Komisi XI DPR Harus Mengulang Proses Seleksi Calon Anggota BPK
Diam-diam Komisi XI DPR RI telah membuka pendaftaran untuk menjadi calon anggota BPK. Sesuai dengan amanat pasal 14 UU No 15 Tahun 2006 tentang BPK, DPR memang diberikan wewenang untuk melakukan seleksi. Berbeda dengan pemilihan pejabat publik lainnya di tingkat komisi, seperti KPU, KPK, KPPU, Komnas HAM, dsb, untuk pemilihan calon anggota BPK tidak menggunakan mekanisme panitia seleksi (pansel) yang dibentuk Presiden. Dalam pemilihan calon anggota BPK, sejak proses awal hingga menentukan anggota terpilih seluruhnya wewenang DPR.
Kewenangan yang besar ini memang potensial melahirkan penyimpangan jika proses seleksinya dilakukan secara tidak transparan dan minus akuntabilitas. Gejala ini setidaknya sudah mencuat tatkala Komisi XI DPR ternyata sudah mengundang masyarakat luas untuk berpartisipasi menjadi anggota BPK melalui sarana kampanye yang sangat minimal.
Hanya lewat iklan layanan masyarakat di salah satu media massa nasional dan website resmi DPR, pengumuman pendaftaran calon anggota BPK disampaikan. Waktunya pun sangat tidak masuk akal karena pelamar hanya diberikan kesempatan 4 hari, yakni mulai tanggal 20 hingga 23 April 2009 untuk mengirimkan aplikasi dengan enam syarat administratif yang harus dipenuhi pada waktu yang bersamaan. Dengan demikian, sangat mustahil bagi masyarakat luas untuk dapat berpartisipasi dalam proses seleksi tersebut.
Tertutupnya pendaftaran hingga masa berakhirnya pada tanggal 23 April 2009 lalu memunculkan beberapa kesimpulan awal.
Pertama, proses pendaftaran calon anggota BPK dengan waktu yang sangat tidak masuk akal, yakni 4 hari tidak akan dapat memenuhi kaidah norma hukum atau aturan yang menjadi landasan. Terutama jika dikaitkan dengan pasal 13 UU No 15/2006 tentang kriteria atau syarat menjadi calon anggota BPK. Satu hal yang digarisbawahi adalah bahwa calon anggota BPK harus memiliki integritas moral dan kejujuran serta paling singkat 2 tahun telah meninggalkan jabatannya sebagai pejabat di lingkungan pengelolaan keuangan negara.
Dari data awal yang kami dapatkan dari daftar pelamar anggota BPK untuk periode 2009-2014, beberapa nama pelamar sudah tidak memenuhi kriteria tersebut. Diantaranya adalah mereka yang diduga pernah terlibat dalam kasus korupsi (kasus korupsi BI) maupun mereka yang dalam proses pendaftaran masih menjabat sebagai pejabat di lingkungan pengelolaan keuangan negara.
Kedua, proses seleksi yang tergesa-gesa dan tertutup memicu lahirnya konflik kepentingan, baik di sisi penyelenggara seleksi maupun peserta/pelamar. Sebagaimana kita tahu, BPK adalah lembaga negara yang memiliki fungsi utama melakukan pengawasan pengelolaan keuangan negara. Jika yang melakukan seleksi adalah Komisi XI DPR yang notabene adalah perencana anggaran negara, maka benturan kepentingan tidak bisa dihindari. Demikian halnya, sangat sulit untuk menjaga objektifitas penyelenggara seleksi jika sebagian pelamar adalah anggota DPR atau kelak menjadi mantan anggota DPR karena tidak lolos ke Senayan untuk periode 2009-2014.
Ketertutupan dan ketergesa-gesaan proses seleksi juga telah memicu ketimpangan informasi antara anggota DPR atau pejabat BPK yang sudah mengetahui jauh-jauh hari akan ada proses seleksi anggota BPK dengan masyarakat umum yang ingin melamar sebagai calon anggota BPK. Proses seperti ini hanya menguntungkan anggota DPR dan pejabat BPK. Terbukti, diantara 50-an pelamar yang masuk ke penyelenggara seleksi, sebagian besarnya adalah anggota DPR dan pejabat di BPK.
Ketiga, patut diduga bahwa para pihak yang melamar menjadi calon anggota BPK adalah mereka-mereka yang memiliki motif untuk melindungi perbuatan pidana yang telah dilakukannya semasa mereka dan kelompok tertentu menjabat di lingkungan sebelumnya, baik di ranah eksekutif maupun legislatif. Hal ini bisa dilihat dari latar belakang para peserta/pelamar yang beberapa diantara mereka memiliki reputasi yang buruk dari sisi integritas dan kejujuran.
Berdasarkan hal tersebut, kami menuntut kepada Komisi XI:
Pertama, Komisi XI harus mengulang proses pendaftaran calon anggota BPK dengan membuka peluang yang sebesar-besarnya kepada masyarakat luas untuk berpartisipasi. Proses yang sebelumnya dilakukan harus dibatalkan karena cacat prosedur. Terbukti, proses pendaftaran yang sangat tertutup hanya memberikan kesempatan bagi anggota DPR maupun pejabat di BPK saja untuk mendaftar.
Kedua, penyelenggara seleksi (Komisi XI) harus membuka keterlibatan masyarakat yang seluas-luasnya untuk melakukan pengawasan terhadap proses tersebut. Oleh karena itu, sudah seharusnya daftar pelamar harus dibuka kepada publik dan memberikan waktu yang cukup bagi masyarakat luas untuk memberikan masukan mengenai latar belakang pelamar. Harus kita sadari bahwa peran BPK sangat strategis untuk mendorong dan mempercepat agenda pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, tahapan-tahapan dalam setiap seleksi calon anggota BPK harus disusun dengan asas dan prinsip transparan dan akuntabel.
Ketiga, karena proses pendaftaran sebelumnya telah dianggap cacat prosedur dan mengabaikan asas dan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan kebijakan publik, maka proses short-list seluruh pelamar yang telah dilakukan oleh Komisi XI yang kemudian diserahkan kepada DPD untuk mendapatkan pertimbangan tidak boleh dilanjutkan.
Jakarta, 30 April 2009
Teten Masduki (Sekjen TII)
Danang Widoyoko (Koordinator ICW)
Arif Nur Alam (Direktur IBC)
Solikhin (Peneliti PSHK)
Cp. Adnan Topan H (081210176527)