Evaluasi 1 Tahun DPR Periode 2014-2019 - Setahun “Tanpa” Kerja
Pernyataan Pers
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-2019 genap berusia satu tahun pada 1 Oktober 2015. Alih-alih menghasilkan prestasi, DPR sejauh ini lebih dipenuhi dengan berbagai polemic yang kontroversial. Bahkan, polemik sudah dimulai sejak para wakil rakyat tersebut dilantik dan mengadakan paripurna untuk pertama kalinya. Mulai dari polemik berebut kursi pimpinan hingga berbagai kontroversi proyek fantastis yang menelan anggaran triliunan rupiah.
DPR seolah tidak pernah berkaca dan belajar dari polemik-polemik periode terdahulu. Kebanyakan polemik yang belakangan muncul masih seputar pada isu lama dan kembali di daur ulang. Namun sangat disayangkan, tidak ada sikap dan pembenahan yang serius terhadap berbagai kritik usang tersebut.
Permasalahan terbesar DPR adalah pencapaian kinerja yang buruk. Padahal DPR saat ini sudah didukung oleh 2 orang staf dan 5 orang tenaga ahli. Sehingga masing-masing anggota DPR dibantu setidaknya 7 orang. Jumlah tersebut belum termasuk tenaga ahli fraksi dan tenaga ahli alat kelengkapan lainnya. Dengan banyaknya tenaga bantu, kinerja DPR seharusnya dapat optimal.
Sebagai langkah kontrol terhadap wakil rakyat, ICW melakukan evaluasi kinerja DPR selama satu tahun belakangan. Evaluasi ini dilakukan untuk mengukur tingkat capaian kerja terhadap fungsi yang dimiliki oleh DPR. Penilaian fokus pada fungsi DPR yang meliputi fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran. ICW juga melakukan penelusuran terhadap kehadiran anggota DPR dalam sidang DPR dan sejumlah polemik lainnya.
1. PENILAIAN FUNGSI LEGISLASI
DPR mempunyai 38 pekerjaan rumah berupa RUU Prioritas tahun 2015. RUU tersebut adalah:
Komisi |
RUU |
Jumlah RUU |
Terealisasi |
Komisi I |
RUU Radio dan TVRI, Revisi UU ITE, Revisi UU Penyiaran |
3 |
0 |
Komisi II |
RUU Wawasan Nusantara, RUU Pertanahan, Revisi UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, RUU Pendapatan Asli Daerah, Revisi UU Pemda, Revisi UU Pilkada |
6 |
2 |
Komisi III |
RKUHP, RUU Paten, RUU Merk, RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi |
4 |
0 |
Komisi IV |
Revisi UU pangan, RUU pemberdayaan dan perlindungan nelayan |
2 |
0 |
Komisi V |
Revisi UU Jasa Konstruksi, RUU Arsitek, RUU tabungan Perumahan Rakyat |
3 |
0 |
Komisi VI |
RUU Pertembakauan, RUU Larangan Minuman Beralkohol, Revisi UU BUMN, Revisi UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, RUU Kewirausahaan Nasional |
5 |
0 |
Komisi VII |
Revisi UU Migas, Revisi UU Minerba |
2 |
0 |
Komisi VIII |
RUU Disabilitas, RUU Pengelolaan Ibadah Haji dan Umrah |
2 |
0 |
Komisi IX |
Revisi UU Penempatan dan Perlindungan TKI, RUU Karantina Kesehatan, Revisi UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial |
3 |
0 |
Komisi X |
RUU Sistem Perbukuan, RUU Kebudayaan |
2 |
0 |
Komisi XI |
Revisi UU BI, Revisi UU Perbankan, RUU Penjaminan, RUU JPSK, Revisi UU PNBP, Revisi UU Pajak |
6 |
0 |
Total Prolegnas Prioritas 2015 |
38 |
2 |
Catatan :
-
Dari 38 RUU Prioritas 2015 diatas, DPR hanya menyelesaikan dan mengesahkan 2 UU, yakni UU Pilkada dan UU Pemda. Namun jika ditarik satu tahun DPR, maka hanya 3 UU yang disahkan yakni ditambah dengan UU MD3. Padahal, anggaran DPR untuk pelaksanaan fungsi legislasi pada Rincian APBN 2015 mencapai Rp 246 Miliar. Pencapaian legislasi DPR ini tentu tidak sebanding dengan besarnya anggaran pada pos tersebut.
-
Ketig UU yang disahkan pun kontroversial. Dalam UU Pilkada, misalnya. UU Pilkada tersebut mempersulit syarat calon dengan menaikkan syarat dukungan KTP kepada calon independen dan syarat dukungan partai kepada calon dari jalur partai. Hal ini dapat berimplikasi pada minimnya kandidat pilkada karena semakin sulitnya syarat dukungan dalam pilkada.
-
Minimnya capaian kerja DPR dalam fungsi legislasi menunjukkan bahwa fungsi legislasi merupakan titik lemah kinerja DPR. Hal ini disebabkan incapacity anggota DPR, konflik internal kelembagaan, terlalu banyak reses, dan lemahnya leadership dalam DPR. Bukan fenomena baru ketika terdapat anggota DPR terpilih tidak memahami apa fungsi, tugas, dan wewenang DPR.
2. PENILAIAN FUNGSI PENGAWASAN
Fungsi pengawasan DPR masih cenderung dilakukan secara parsial dan tebang pilih untuk kepentingan mereka sendiri. Dalam konteks penegakan hokum, misalnya. DPR seringkali menyoroti fungsi penyadapan oleh KPK. Namun tidak pernah mempertanyakan penyadapan terhadap aparat penegak hukum lain.
Termasuk juga sejumlah anggota DPR yang terus mempermasalahkan penetapan Budi Gunawan oleh KPK sebagai tersangka korupsi beberapa waktu lalu. Sedangkan DPR tidak pernah mempermasalahkan penetapan tersangka yang dilakukan oleh Kepolisian terhadap pimpinan KPK maupun Pimpinan Komisi Yudisial karena perkara pencemaran nama baik.
3. FUNGSI PENGANGGARAN
Fungsi anggaran DPR cenderung sebagai alat ‘bargain’ DPR dengan pemerintah dalam upaya meloloskan berbagai anggaran proyek-proyek mercusuar DPR, Usulan dana aspirasi, kenaikan tunjangan dan peningkatan berbagai fasilitas DPR lainnya, dimana esensinya sekedar memenuhi hasrat DPR ketimbang untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat yang diwakilinya secara luas.
Anggaran Internal
Anggaran untuk DPR terus meningkat. APBN 2015 menyebutkan bahwa anggaran DPR sebesar Rp 3,556 Triliun. Angka tersebut kemudian naik menjadi naik menjadi Rp 5,191 Triliun. Kenaikan sebesar Rp 1,635 Triliun tersebut tercatat dalam APBNP 2015 dengan keterangan “tambahan belanja hasil pembahasan”.
Anggaran DPR selama 5 tahun terakhir (2010-2015) :
APBN 2010 |
APBN 2011 |
APBN 2012 |
APBN 2013 |
APBN 2014 |
APBN 2015 |
APBNP 2015 |
1,792 T |
1,742 T |
2,016 T |
2,335 T |
2,306 T |
3,556 T |
5,191 T |
Dari tabel diatas terlihat bahwa dalam rentang waktu 2010-2015 (lima tahun) anggaran DPR naik hampir 3 kali lipat tanpa diikuti kinerja yang membanggakan.
Dana Reses
Jika dirinci, pembengkakan anggaran DPR juga terjadi dalam anggaran reses. Saat ini masing-masing anggota DPR menerima dana reses sebesar Rp 150 Juta untuk setiap anggota. Jika dikalikan dengan jumlah lima kali reses pertahun, maka setiap anggota dewan setidaknya akan memegang sebesar Rp. 750. Juta pertahun. Total dana reses selama satu tahun DPR berjalan (750 juta X 560 orang) sebesar Rp 420 Milyar Rupiah.
Namun penggunaan dana dan hasil reses tersebut
Gaji DPR
Ketua DPR |
Wakil Ketua |
Anggota |
Rp 54.907.200 |
Rp 53.647.200 |
Rp. 51.567.200 |
Sumber : Sekretariat DPR
4. TINGKAT KEHADIRAN
ICW melakukan penelusuran kehadiran anggota DPR khususnya dalam sidang paripurna melalui sejumlah sumber seperti WikiDPR dan media online. Dari proses penelusuran tersebut, berhasil dikumpulkan sebanyak 28 kali rapat paripurna. Kehadiran diukur bukan dari absensi melainkan dari penghitungan manual setiap anggota DPR yang hadir di gedung paripurna.
Hasilnya, tingkat kehadiran anggota DPR dalam sidang selama satu tahun ini adalah sebesar 56,8 persen. Sementara kehadiran untuk setiap partai dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
5. SEJUMLAH KONTROVERSI
Kontroversi DPR terkait isu penganggaran, penegakan hukum, dan pemberantasan korupsi sejak dilantik hingga saat ini :
-
Melanjutkan fit and proper test Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri pada saat yang bersangkutan berstatus sebagai tersangka kasus korupsi.
-
Berebut alat kelengkapan DPR.
-
Memunculkan DPR tandingan.
-
Rencana pembangunan 7 Proyek DPR dengan anggaran sebesar 2,7 Triliun.
-
Usulan dana aspirasi sebesar 20 Milyar untuk setiap anggota DPR setiap tahun.
-
Terus berupaya memperlemah KPK melalui revisi UU KPK dengan target kewenangan penyadapan.
-
Membiarkan terus terjadinya kriminalisasi terhadap KPK, Komisioner KY dan Masyarakat yang berada dalam barisan pemberantasan korupsi.
-
Menganggap politik uang dalam pilkada merupakan sebuah kearifan lokal.
-
Ketua Baleg DPR, Sareh Wiyono mengadakan pertemuan tertutup dengan Budi Waseso saat upaya revisi UU KPK dilakukan. pertemuan ini menimbulkan kecurigaan.
-
Mengusulkan kenaikan tunjangan untuk setiap anggota DPR.
-
Berupaya mengintervensi kejaksaan agung dalam penggeledahan.
-
“mengancam KPU” dengan temuan audit BPK dengan tujuan yang dicurigai untuk menunda pilkada serentak dan meloloskan partai bersengketa di KPU.
-
Tertangkap tangan menerima suap oleh KPK (Adriansyah PDIP).