Pembentukan Pansel Pimpinan dan Dewas KPK: Kesempatan Akhir Memperbaiki KPK

Sumber foto: Yogi/Detikcom
Sumber foto: Yogi/Detikcom

Setelah lama dinanti akhirnya Presiden Joko Widodo meneken Keputusan Presiden tentang pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) Komisioner dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk masa kerja 2024-2029. Berdasarkan pernyataan Menteri Sekretaris Negara, Presiden diketahui menunjuk Muhammad Yusuf Ateh, Kepala BPKP RI, sebagai Ketua Pansel, diikuti Arief Satria, Rektor IPB, sebagai Wakil Ketua, dan tujuh orang anggota lainnya. Sekalipun sulit berharap kondisi KPK akan kembali seperti sedia kala, namun paling tidak proses seleksi ini menjadi penting dicermati secara serius. Apalagi seleksi dilakukan di tengah kondisi carut marut penegakan hukum dan amburadulnya tata kelola kelembagaan KPK. 

Sebelum masuk lebih lanjut pada pekerjaan rumah Pansel mendatang, ada dua hal penting yang harus dicermati dari proses pembentukan dan komposisi anggotanya. 

Pertama, waktu pembentukan Pansel terbilang lambat dan molor jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Sebagaimana diketahui, pada tahun 2019 lalu, Presiden sudah membentuk Pansel sejak pertengahan bulan Mei, tepatnya pada tanggal 17 Mei 2019. Keterlambatan ini sudah barang tentu akan berimbas pada waktu penjaringan yang semakin pendek dan mengurangi waktu partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan terhadap kerja Pansel. Padahal, pada waktu yang sama, beban kerja Pansel tahun 2024 jauh lebih berat ketimbang periode sebelumnya karena mereka tidak hanya mencari lima kandidat Komisioner KPK, melainkan juga lima anggota Dewan Pengawas. 

Kedua, komposisi Pansel tidak ideal karena didominasi oleh kalangan pemerintah (5 orang), ketimbang dari unsur masyarakat (4 orang). Kondisi ini tentu menimbulkan prasangka buruk, khususnya menyangkut dugaan keinginan intervensi dari pemerintah dalam proses seleksi Komisioner dan Dewan Pengawas KPK mendatang. Mestinya dengan kondisi KPK saat ini pemerintah memperbanyak unsur masyarakat untuk menjamin independensi proses seleksi. 

Dalam pengamatan Indonesia Corruption Watch, setidaknya ada lima poin yang mutlak harus dipenuhi oleh Pansel selama menjaring calon Komisioner dan Dewan Pengawas KPK mendatang. 

Pertama, Pansel harus menjamin proses seleksi benar-benar memenuhi nilai transparansi dan akuntabilitas sebagaimana tercermin dalam Pasal 31 UU KPK. Setiap perkembangan pada setiap tahapan seleksi mutlak harus disampaikan kepada masyarakat. Kedua, Pansel harus berpijak pada prinsip meaningful participation selama proses seleksi berlangsung. Hal ini yang luput dan diabaikan oleh Pansel bentukan Presiden tahun 2019 lalu. Padahal, Pasal 30 ayat (6) UU KPK secara tegas menyebutkan bahwa masyarakat berhak untuk memberikan tanggapan atas kinerja Pansel. 

Ketiga, Pansel harus meletakkan nilai integritas sebagai indikator utama dan pertama dalam menjaring calon Komisioner dan Dewan Pengawas KPK. Salah satu yang dapat digunakan oleh Pansel untuk menguji integritas calon adalah kepatuhan LHKPN, khususnya bagi pendaftar dari kalangan penyelenggara negara aktif maupun mantan penyelenggara negara. Jadi, bila ditemukan calon yang tak patuh LHKPN, baik tidak melapor atau terlambat, mestinya langsung digugurkan, bahkan sejak proses seleksi administrasi. 

Keempat, Pansel harus menelusuri rekam jejak kandidat secara serius agar kemudian didapatkan kandidat Komisioner dan Dewan Pengawas KPK yang independen. Penelusuran rekam jejak bukan hanya semata terkait hukum, akan tetapi juga menyangkut etika. Potret suram seleksi tahun 2019 lalu yang meloloskan pelanggar etik seperti Firli Bahuri tidak boleh lagi diulangi. Tak lepas dari itu, Pansel juga mesti mencermati adanya potensi afiliasi kandidat dengan warna politik tertentu.  Kelima, Pansel harus aktif dalam mencari dan mengajak figur-figur berintegritas, kompeten, dan independen untuk mendaftar sebagai calon Komisioner dan Dewan Pengawas KPK. Sebab, saat ini, bukan hal mudah untuk mendorong masyarakat yang memenuhi nilai-nilai ideal mendaftar sebagai pemimpin dan pengawas di lembaga antirasuah itu.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan