Peluncuran Kertas Kebijakan Mengenai Penilaian Kinerja Penyedia Barang Jasa/ Pemerintah di Indonesia, Amerika Serikat, dan Kanada.

Sumber: Dokumentasi ICW
Penyerahan Ringkasan Eksekutif Policy Paper Penilaian Kinerja Penyedia oleh Erma Nuzulia Syifa (ICW) kepada Emin Adhy Muhaemin (LKPP)

 

Senin, 30 September 2024, Indonesia Corruption Watch (ICW) meluncurkan policy paper berjudul “Penilaian Kinerja Penyedia Barang dan Jasa Pemerintah: Upaya Akuntabilitas dan Pengawasan Publik (Perbandingan dengan Amerika Serikat dan Kanada)”. Kegiatan tersebut dilakukan di Hotel Aone Jakarta dan dihadiri oleh sejumlah pemangku kepentingan seperti Lembaga Kebijakan dan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), USAID, dan Badan Pengurus Daerah Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (BPD Gapensi). Jumlah peserta yang hadir dalam peluncuran riset ini sebanyak 15 orang peserta yang terdiri dari 3 (tiga) orang perempuan dan 12 (dua belas) orang laki-laki.

Agenda yang didukung oleh USAID INTEGRITAS ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang studi komparasi terhadap metode penilaian kinerja antara Indonesia, Amerika Serikat dan Kanada. ICW juga melakukan analisis terhadap implementasi penilaian kinerja penyedia menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan empiris. Erma Nuzulia Syifa selaku peneliti ICW sekaligus pemapar menyampaikan bahwa proporsi penilaian penyedia oleh instansi di tahun 2022 itu hanya sebesar 13,8%. Sedangkan di tahun 2023 proporsi penilaian penyedia yang sudah dinilai oleh instansi itu hanya sebesar 16,4% atau sekitar 18 ribu paket dari 555 ribu paket. Hal ini menunjukkan bahwa masih rendahnya proporsi penilaian penyedia yang dilakukan oleh instansi.

Temuan di atas menunjukkan bahwa pemerintah daerah menjadi instansi dengan persentase terendah dalam kinerja penyedia. Hal tersebut akibat ketiadaan sanksi apabila Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak melakukan penilaian kinerja. Faktor lain yakni tidak adanya penegakkan aturan dalam menilai penyedia. Penelitian ini juga mengungkap rendahnya kapasitas PPK baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif, serta belum optimalnya integrasi dalam sistem informasi pengadaan. Dengan membandingkan praktik penilaian kinerja di Indonesia dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi celah dan peluang perbaikan dalam sistem pengadaan di Indonesia. 

ICW turut mengundang Emin Adhy Muhaemin selaku Direktur Pengembangan SPSE dari LKPP. Ia menyampaikan bahwa terdapat ribuan paket pengadaan barang dan jasa yang pemerintah lakukan baik dalam skala besar maupun dalam skala yang kecil. Akibatnya, sulit untuk melakukan penilaian kinerja penyedia terhadap setiap paket pengadaaan. Menurut Emin, sistem penilaian kinerja telah dilakukan namun masih terbatas pada proyek yang dikerjakan di Ibu Kota Negara (IKN). Mengingat adanya kendala dan potensi perbaikan, beliau juga menyampaikan harapan agar Peraturan LKPP Nomor 4 Tahun 2021 yang mengatur tentang penilaian kinerja penyedia dapat segera direvisi. 

Dalam sesi tanya jawab, Erma menjelaskan secara elaboratif mengenai sistem penilaian kinerja yang diterapkan di Amerika Serikat dan Kanada. Ia menjelaskan bahwa kedua negara tersebut memiliki sistem yang lebih terorganisir sehingga perusahaan yang melakukan kecurangan akan sulit untuk kembali terlibat dalam proyek pengadaan sebab perlu mengikuti pembinaan terlebih dahulu. Selain itu, kesadaran masyarakat yang tinggi menjadi kunci keberhasilan implementasi sistem ini.

Kertas kebijakan ini secara umum memberikan rekomendasi pembaharuan terhadap Peraturan LKPP No. 4 Tahun 2021. Perubahan tersebut menyasar pada 3 (tiga) hal, yaitu mengenai implementasi dari penilaian kinerja, perubahan metode penilaian kinerja, dan pembinaan terhadap penyedia yang bermasalah. Selanjutnya, ICW akan memperluas advokasi terkait penilaian kinerja penyedia kepada para pemangku kepentingan yang relevan seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPan RB), Kementerian Dalam Negeri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Penulis
Amelia Augustine Aan Putri/ Windi Julia Wulandari

(Pemagang Universitas Katolik Parahyangan)

Editor
Wana Alamsyah

(Badan Pekerja ICW)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan