Modul APBS Partisipatif
Sekolah merupakan salah satu institusi penting dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Tempat tujuan dan program pendidikan yang sebelumnya telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) diimplementasikan. Sekolah yang secara langsung melayani kebutuhan pendidikan warga.
Begitu pula bagi sebagian besar warga. Sekolah adalah lembaga super, tempat mencetak orang-orang menjadi baik dan pintar. Karenanya, mereka pun dengan sukarela menyerahkan fungsi pendidikan anak-anak kepada sekolah dan menggantinya dengan membayar iuran rutin setiap bulan dan tahun.
Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pelayanan sekolah harus berkualitas dan gratis terutama pada tingkat dasar (SD dan SMP atau sederajat). Tapi kenyataan justru sebaliknya, biaya yang ditanggung warga makin mahal dengan kualitas pelayanan yang diterima tetap buruk.
Hasil riset Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tingkat Sekolah Dasar Negeri (SDN) di beberapa daerah, antara lain; Jakarta, Tangerang, Garut, Lombok, Makasar, Padang, Banjarmasin, Sumba, Bau-Bau, dan Padang, memperlihatkan orang tua murid dalam satu tahun masih mengeluarkan rata-rata biaya sebesar Rp. 4,7 juta.
Sebanyak Rp 1.5 juta untuk biaya yang langsung dikeluarkan bagi sekolah, seperti membayar iuran komite, pembelian buku pelajaran, pendaftaran ulang atau membayar kegiatan ekstra kurikuler. Sisanya Rp 3,2 juta, untuk membiayai kegiatan pendidikan yang tidak secara langsung diberikan kepada sekolah. Contohnya, transportasi ke sekolah, membeli tas, serta seragam.
Pada sisi lain, walaupun orang tua telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dalam penyelenggaraan pendidikan, pelayanan yang mereka terima masih buruk. Hal ini, tergambar dari berbagai indikator penunjang layanan seperti bangunan sekolah, peralatan dan perlengkapan mengajar, serta pengajarnya yang pada umumnya masih buruk. Tercatat, ratusan ribu bangunan sekolah dalam kondisi tidak layak pakai, bahkan banyak diantaranya yang roboh. Begitupun peralatan dan perkengkapan belajar mengajar yang masih kurang. Pada sisi pengajar, selain kurang dan tidak merata, secara kualitas mayoritas guru dinilai masih bermutu rendah.
Dalam berbagai literatur, disebutkan bahwa salah satu faktor penyebab dari buruknya kualitas sekolah adalah proses penyusunan dan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS) yang buruk, tidak transparan dan partisipatif.Pada umumnya, APBS disusun oleh kepala sekolah tanpa melibatkan guru, orang tua, maupun masyarakat.Bahkan, ada yang dibuatkan oleh dinas pendidikan. Padahal sekolah adalah muara dari berbagai anggaran baik yang berasal dari pemerintah, pemerintah daerah, orang tua, maupun masyarakat.