Laporan Hasil Evaluasi Dua Tahun Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi
Pemberantasan korupsi semakin berada di titik nadir. Segala narasi penguatan yang kerap disampaikan oleh pemerintah dan DPR terbukti hanya ilusi semata. Regulasi kian memangkas kewenangan KPK dan pemilihan Komisioner KPK yang penuh dengan permasalahan menjadi sumber persoalan. Berangkat atas kejadian itu, menjadi hal wajar jika kemudian KPK mengalami stagnasi dan kehilangan kepercayaan dari masyarakat.
Ketiadaan orientasi politik hukum yang konkret telah berimplikasi serius terhadap masa depan pemberantasan korupsi. Hal itu dibuktikan dengan degradasi peringkat maupun skor Indonesia dalam Indeks Persepsi Korupsi yang dilansir oleh Transparency International beberapa waktu lalu. Tak cukup itu, paket legislasi untuk menyokong penegak hukum juga tidak kunjung diundangkan oleh pemerintah dan DPR, seperti Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset maupun Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Akibatnya, upaya untuk memulihkan kerugian keuangan negara gagal terlaksana.
Terlebih dalam kaitan pemilihan Komisioner KPK yang baru, alih-alih bisa menunjukkan prestasi, baik Firli Bahuri, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango, Alexander Marwata, dan Nurul Ghufron, lebih sering memperlihatkan kontroversi ke tengah masyarakat. Mulai dari rentetan pelanggaran etik, kepemimpinan yang dipenuhi dengan gimik politik, hingga terakhir pemberhentian puluhan Pegawai KPK karena dianggap tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan. Keberadaan Dewan Pengawas KPK juga tidak berfungsi secara efektif untuk mengawasi serta mengevaluasi kinerja pegawai maupun Komisioner KPK. Bahkan, kewenangan menegakkan kode etik juga gagal diperlihatkan oleh Dewan Pengawas, setidaknya berdasarkan sejumlah putusan etik selama ini.
Dua sektor kunci yang menjadi tugas pokok KPK seperti penindakan dan pencegahan semakin menjauh dari harapan masyarakat. Menurunnya jumlah penindakan diikuti dengan kualitas yang buruk dalam penanganan perkara-perkara besar menjadikan KPK kehilangan arah untuk memaksimalkan penegakan hukum. Begitu pula dari sisi pencegahan, konstruksi besar agenda tersebut tidak berjalan dan menuai banyak kritik. Maka dari itu, tidak salah jika kemudian masyarakat menuding Komisioner KPK gagal mengemban amanah untuk membangun strategi pemberantasan korupsi yang efektif.
Untuk itu, berdasarkan penjelasan umum di atas, tulisan ini bermaksud menjabarkan performa kerja KPK yang berangkat dari hasil pemantauan kami. Evaluasi dilakukan dengan menganalisis capaian kerja KPK berdasarkan tugas dan kewenangan di bidang penindakan, pencegahan, koordinasi, supervisi, dan monitoring, serta hal lain yang relevan dengan kondisi politik hukum nasional, yang turut berdampak pada kerja KPK.