Lagi, Pimpinan KPK Dilaporkan ke Dewas Buntut Komunikasi dengan Pihak Berperkara
Jakarta- Di tengah terpuruknya upaya pemberantasan korupsi, kinerja pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru kembali menuai sorotan. Setelah diterpa isu kebocoran data penyelidikan yang diduga dilakukan oleh Firli Bahuri, kini wakilnya, Johanis Tanak diduga telah menjalin komunikasi dengan pihak yang sedang berperkara di KPK.
Laporan ini didasarkan pada potongan percakapan via aplikasi perpesanan yang tersebar di media sosial antara Johanis Tanak dengan Idris Froyoto Sihite, Plh Dirjen Minerba Kementerian ESDM. Idris sendiri diketahui merupakan pihak yang sedang berurusan dengan KPK dalam kaitannya dengan dugaan kasus korupsi tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian ESDM. Dalam percakapan tersebut, terlihat bahwa Johanis tengah membincangkan peluang ‘cari duit’ yang patut diduga dalam penanganan perkara.
Atas dasar itu, maka Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan pimpinan KPK yang baru dilantik menggantikan Lili Pintauli tersebut kepada Dewan Pengawas, atas dugaan pelanggaran kode etik pada Selasa, 18 April 2023.
“Ada dua peristiwa yang kami laporkan. Yang pertama tentu komunikasi yang terjadi pada bulan Oktober 2022, baik tanggal 12 maupun 19, dan juga yang terjadi di bulan Februari 2023,” kata Lalola Easter, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW.
Dalam laporannya, ICW turut menyoroti pembelaan Johanis Tanak yang menyebut bahwa riwayat percakapannya dengan Idris Sihite terjadi sebelum menjadi pimpinan KPK. Menurut Lalola, percakapan tersebut terjadi ketika mantan jaksa tersebut telah melewati proses fit and proper test sebelum dilantuk sebagai Wakil Ketua KPK.
“Jadi dalam rentang waktu tersebut tentu kami berpandangan bahwa sudah sepatutnya Johanis Tanak mengetahui bahwa ada potensi besar ia akan dilantik. Dalam kerangka tersebut tentu perilakunya sudah harus dijaga,” tegas Lalola.
ICW juga menyebutkan bahwa komunikasi yang dibangun antara Johanis dan Idris pada Februari 2023, di mana yang bersangkutan sudah menjadi pimpinan KPK. Atas perilaku tersebut, patut diduga bahwa terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh Johanis dalam hal ini.
Sebab, pada saat komunikasi tersebut terjadi pada 24 Februari 2023 tersebut terjadi, Johanis sudah sepatutnya menduga kuat bahwa KPK setidak-tidaknya sudah menerima laporan terkait dugaan tindak pidana korupsi tunjangan kinerja di Kementerian ESDM, instansi di mana Idurs Froyoto Sihite menjabat sebagai Plh. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, meskipun Surat Perintah Penyelidikannya baru dikeluarkan kemudian.
Maka atas dasar tersebut, Idris Sihite patut diduga memenuhi kualifikasi sebagai pihak lain yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan perkara yang ditangani oleh KPK. Hal ini diperkuat dengan pemanggilan Idirs Sihite oleh KPK pada 30 Maret dan 3 April 2023.
“Kami menduga kuat ada pelanggaran di situ, dan pelanggaran tersebut adalah melakukan komunikasi dengan pihak dengan pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung itu dimana perkaranya sedang ditangani oleh KPK,” ucap Lalola.
Atas laporan tersebut, Lalola berharap agar Dewas dapat bertindak tegas dengan menjatuhkan sanksi berat dan merekomendasikan kepada Johanis Tanak atas pelanggaran kode etik yang dilakukan.
“Kalau bicara soal sanksi kami memandang karena ini sudah bukan gejala baru lagi, seperti yang sudah sampaikan, sanksi yang terberat. Artinya, Dewas bisa menyampaikan rekomendasi agar yang bersangkutan diberhentikan dan rekomendasi itu harus disampaikan kepada Presiden sehingga Presiden bisa mengeluarkan surat pemberhentian,” ucap Lalola