Kebijakan Pemangkasan Anggaran: Hemat untuk Rakyat atau Dana untuk Aparat?

Dok: ICW

Berdasarkan hasil pengumpulan data pengadaan oleh ICW, anggaran perencanaan pengadaan di Kementerian Pertahanan, Polri, dan Kejaksaan sebesar Rp49,6 triliun. Jika merujuk pada pernyataan Wakil Ketua KPK, terdapat praktik lazim pemberian fee proyek sekitar 5-15 persen yang tidak sesuai dengan ketentuan. Dari hasil penghitungan ICW, maka potensi uang negara yang hilang akibat pemberian fee proyek terhadap pengadaan di tiga institusi tersebut sebesar Rp2,4-Rp7,4 triliun.

Pada 22 Januari 2025 lalu Presiden Prabowo mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025 (Inpres 1/2025). Dalam poin kedua huruf a bahwa perlu adanya pemangkasan anggaran yang dilakukan oleh sejumlah Kementerian/Lembaga sebesar Rp256,1 triliun. Sementara itu, pada poin ketiga angka 2 dijelaskan bahwa pemotongan anggaran belanja meliputi belanja operasional dan non operasional yang sekurang-kurangnya terdiri dari belanja operasional perkantoran, belanja pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan peralatan dan mesin.

Pemotongan anggaran tentunya perlu didukung dengan mempertimbangkan analisis yang tepat dan mengukur implikasi yang ditimbulkan akibat tindakan tersebut. Mengingat potensi korupsi dalam penggunaan anggaran yang cukup tinggi, penting untuk mengidentifikasi anggaran mana yang memiliki risiko tinggi terjadinya korupsi. Namun, keluarnya Inpres 1/2025 patut diduga tanpa adanya evaluasi terhadap efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran, misal anggaran pertemuan yang memboroskan belanja negara, pembelian peralatan yang tidak memiliki urgensi keterpakaian, atau pembayaran insentif bagi pejabat publik dari struktur yang gemuk. Selain itu, patut diduga pemangkasan anggaran tidak melalui proses analisis yang komprehensif dan analisis dampak yang ditimbulkan dari kebijakan efisiensi anggaran. 

Sebaliknya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menganalisis bahwa kebijakan efisiensi anggaran dilakukan secara terburu-buru. Hal ini dapat terlihat dari dua aspek. Pertama pemangkasan anggaran dilakukan secara tidak transparan sehingga berpotensi menghambat akses layanan dasar warga. Selain itu, kebijakan efisiensi ini tidak melalui evaluasi penggunaan anggaran tahun sebelumnya. Evaluasi penggunaan anggaran secara ideal digunakan untuk mengidentifikasi komponen mana yang tidak tepat sasaran. Tanpa adanya evaluasi, kebijakan efisiensi anggaran ini berpotensi akan memengaruhi layanan publik dan dapat berimplikasi terhadap maladministrasi.

Kedua, kebijakan pemangkasan anggaran tidak melalui proses analisis kebermanfaatan, terutama belanja pengadaan di Kementerian/ Lembaga yang tidak relevan dengan masyarakat. Berdasarkan data rencana dan pelaksanaan pengadaan di tahun 2025, ICW menemukan ada sejumlah pengadaan yang tidak memiliki relevansi dengan kepentingan warga. Meskipun telah ada kebijakan yang telah dikeluarkan sejak 22 Januari lalu, namun masih terdapat lelang yang telah selesai dilaksanakan, diantaranya oleh Kepolisian dan Kejaksaan.

Oleh sebab itu, ICW melakukan analisis anggaran berbasis rencana dan pelaksanaan pengadaan untuk memberikan fakta bahwa pajak negara yang dibayarkan oleh masyarakat tidak dibayarkan untuk kepentingan publik yang lebih baik. Selengkapnya dapat dibaca pada dokumen di bawah ini.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan