Yusril Ihza Disebut Kembali; Syamsuddin Ajukan Keberatan
Nama mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra kembali disebut-sebut dalam sidang perkara korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (6/5).
Nama Yusril disebutkan dalam eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa dari terdakwa Syamsuddin Manan Sinaga, mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan HAM. Eksepsi itu dibacakan secara bergantian oleh tim penasihat hukum terdakwa, antara lain, LLM Samosir dan Sabas Sinaga.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Haswandi. Jaksa penuntut umum yang hadir, antara lain, M Nirwan, Hendro, dan Tiyas. Syamsuddin, yang mengenakan kemeja putih bergaris, menyimak isi eksepsi dengan tenang.
Menurut penasihat hukum Syamsuddin, terdakwa yang dilantik menjadi Dirjen AHU Dephuk dan HAM pada 5 September 2006 hanya melanjutkan program Sisminbakum. Oleh karena itu, ia tidak dapat dipidana. Hal ini adalah satu kesatuan dan tidak bisa dipisahkan dari keputusan Menteri Hukum dan HAM tahun 2003, sebagai dasar penerapan Sisminbakum.
Pendaftaran badan hukum sebelumnya diproses manual dan membutuhkan waktu enam bulan. Praktiknya juga sarat dengan pungutan liar. Kebijakan Sisminbakum untuk mendaftarkan badan hukum secara elektronik berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman dan HAM saat itu, Yusril Ihza Mahendra, pada 4 Oktober 2000.
Bahkan, Yusril membuat keputusan menunjuk Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman dan HAM (KPPDK) dan PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) sebagai pengelola dan pelaksana Sisminbakum secara elektronik, melalui situs http://www.sisminbakum.go.id.
Syamsuddin, kata penasihat hukumnya, tak terlibat dalam kebijakan pembuatan Sisminbakum. Ia hanya terlibat sebagai pelaksana. Menkeh dan HAM yang menerbitkan keputusan tentang Sisminbakum. Berlebihan kalau jaksa menempatkan terdakwa sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam Sisminbakum.
Dalam catatan Kompas, Yusril pernah diperiksa sebagai saksi perkara korupsi Sisminbakum di Kejaksaan Agung pada 18 November 2008. Saat itu ia menjelaskan, persiapan Sisminbakum dilakukan sejak Muladi menjabat Menteri Kehakiman dan Romli Atmasasmita menjadi Dirjen Hukum dan Perundang-undangan.
Pekan lalu jaksa mendakwa Syamsuddin mengorupsi biaya akses Sisminbakum yang merugikan negara Rp 197,205 miliar (Kompas, 30/4). (idr)
Sumber: Jawa Pos, 7 Mei 2009
----------------
{mospagebreak title=Syamsuddin Anggap Dakwaan Salah Sasaran}
Kasus Sisminbakum
Syamsuddin Anggap Dakwaan Salah Sasaran
Syamsuddin Manan Sinaga, terdakwa kasus dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, menganggap dakwaan jaksa semestinya tidak ditujukan kepada dirinya (error in persona).
Syamsuddin mengaku tak terlibat dalam pembuatan kebijakan Sisminbakum. "Surat dakwaan jaksa kabur," kata L.M.M. Samosir, penasihat hukum Syamsuddin, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin.
Di pengadilan, Samosir membacakan eksepsi Syamsuddin atas dakwaan jaksa. Menurut Samosir, kliennya hanya meneruskan kebijakan yang telah berlaku sebelum dia menjabat Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum. "Kami mohon majelis menerima keberatan yang diajukan terdakwa," kata Samosir.
Samosir juga keberatan kliennya dituduh telah merugikan negara. Sebab, kata dia, hingga saat ini tak ada pernyataan dari Badan Pemeriksa Keuangan serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang menyatakan negara dirugikan dalam kasus ini.
Sebelumnya, jaksa mendakwa Syamsuddin telah merugikan keuangan negara Rp 197,2 miliar selama dia menjabat Direktur Jenderal dalam kurun 2006-2008. Jaksa menuding Syamsuddin bersalah karena tetap menerapkan Sisminbakum dan tak mengusulkan kepada atasannya, Menteri Hukum dan HAM, untuk menghentikan program tersebut. Akibat perbuatannya, Syamsuddin diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Kasus dugaan korupsi Sisminbakum ini bermula pada 2001 ketika Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum menerapkan sistem pelayanan permohonan nama dan pendirian perusahaan dari notaris melalui situs di http://www.sisminbakum.com. Kebijakan itu, kata jaksa, didasarkan pada surat keputusan Menteri Kehakiman yang saat itu dijabat Yusril Ihza Mahendra.
Dalam penyelidikan jaksa, duit biaya akses permohonan akta itu tak masuk ke kas negara, melainkan ke rekening PT Sarana Rekatama Dinamika selaku penyedia jasa aplikasi Sisminbakum dan pihak Direktorat. Akibatnya, sejak 2001 hingga 2008, negara diduga dirugikan sekitar Rp 415 miliar. Anton Septian
Sumber: Koran Tempo, 7 Mei 2009