Yusril Cari UU Nomor 16 Tahun 2004 ke DPR, Bahan Gugat Jaksa Agung
Mantan Menkum HAM Yusril Ihza Mahendra terus mengumpulkan ''amunisi'' untuk memperkuat gugatannya terhadap UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Salah satu di antaranya, menelusuri kembali risalah UU tersebut saat dibahas di parlemen pada 2004. Ketika itu, Yusril menjabat Menkum HAM.
''Draf (RUU Kejaksaan) memang saya susun sendiri. Tapi, ada bahan-bahan, dokumen, yang tidak ada pada saya. Adanya di DPR dan itu dokumen negara. Makanya, saya meminta itu mesti melalui ketua DPR,'' kata Yusril setelah menemui Ketua DPR Marzuki Alie di gedung DPR kemarin (27/7).
Yusril menuturkan, pada waktu itu, Presiden Megawati menugaskan dirinya dan Jaksa Agung M.A. Rachman sebagai wakil pemerintah. Meski begitu, Yusril mengakui ada beberapa transkrip dan rekaman pembicaraan yang tidak dimilikinya. Yusril menyebutkan, DPR pasti menyimpan rapi semua catatan dan rekaman pembahasan tersebut. ''Rekaman itu perlu juga saya dengar ulang. Sebab, sudah lama. Membahasnya ini dulu tahun 2004,'' katanya.
Yusril menjelaskan, awalnya sempat muncul dua draf RUU, dari pemerintah dan Badan Legislasi (baleg) DPR. Karena RUU dari DPR datang lebih dulu, itu yang dibahas. Sedangkan draf dari pemerintah dijadikan sandingan.
''Memang, (berdasar) draf dari baleg, kejaksaan itu seperti polisi. Dia (jaksa agung, Red) diangkat oleh presiden dengan persetujuan DPR. Begitu juga pemberhentiannya,'' jelas Yusril.
Namun sebaliknya, draf pemerintah masih sama dengan UU Kejaksaan yang ''lama''. Yakni, UU Nomor 5 Tahun 1991. Kejaksaan agung adalah lembaga pemerintahan yang memiliki kewenangan melakukan penuntutan.
Namun, akhirnya draf pemerintah yang disampaikan dan disetujui sidang paripurna DPR. ''Ketika RUU itu selesai, ya tetaplah jaksa agung itu adalah lembaga pemerintahan. Dia diangkat dan diberhentikan presiden dan tidak disebutkan berapa lama masa jabatannya,'' tegas Yusril.
Karena itu, imbuh Yusril, masa jabatan jaksa agung mengikuti masa jabatan presiden. ''Saya masih ingat betul dengan dokumen yang saya punya. Tapi, saya mau cross chek dengan dokumen yang ada di DPR. Dan, ini mungkin akan memengaruhi hasil akhir dari sidang MK nanti,'' tutur Yusril.
Marzuki Alie memastikan Yusril bisa memperoleh dokumen yang dibutuhkan sepanjang itu memang dokumen yang bersifat terbuka. Dia juga mengingatkan, DPR telah berkomitment untuk menjalankan UU Keterbukaan Informasi Publik.
''Boleh-boleh saja, tidak ada masalah,'' tegas ketua DPR itu. Marzuki menegaskan, pada prinsipnya semua sidang di DPR bersifat terbuka. ''Kalau terbuka, kan itu berarti bisa diberikan kepada publik apabila itu dibutuhkan.''
Dalam gugatannya, Yusril meminta MK menafsirkan pasal 22 huruf d UU Kejaksaan yang menyebutkan bahwa jaksa agung diberhentikan bila masa jabatannya berakhir. Menurut Yusril, jaksa agung adalah pejabat setingkat menteri.
Nah, pada 20 Oktober 2009, keluar Keppres 83/P/2009 yang menjadi dasar pembubaran Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid I. Dengan demikian, Jaksa Agung Hendarman Supandji seharusnya berhenti. Yusril berpandangan, seluruh menteri diberhentikan dengan keppres.
''Sedangkan Hendarman tidak diberhentikan dan tidak diangkat kembali sebagai anggota kabinet,'' kata Yusril beberapa waktu lalu. (pri/c4/tof)
Sumber: Jawa Pos, 28 Juli 2010