Yusril Ajukan Uji Materi Pasal 65 dan 116 KUHAP
Mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang juga tersangka kasus dugaan korupsi sistem administrasi badan hukum, Yusril Ihza Mahendra, Senin (18/10), mendaftarkan permohonan uji materi ketentuan Pasal 65 dan Pasal 116 Ayat 3 dan 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ke Mahkamah Konstitusi. Langkah itu ditempuh Yusril menyusul penolakan Kejaksaan Agung untuk memeriksa saksi meringankan (a de charge) yang diajukannya.
”Permohonan uji materi ini bukanlah untuk membatalkan ketentuan Pasal 65 dan 116 KUHAP itu, melainkan untuk menguji penafsirannya,” kata Yusril.
Dua pasal itu diuji terhadap prinsip yang diatur dalam UUD 1945, antara lain, prinsip negara hukum (Pasal 1 Ayat 3), prinsip jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil (Pasal 28D Ayat 1), kesempatan memperoleh keadilan (Pasal 28H Ayat 2), serta perlindungan HAM (Pasal 28J) UUD 1945.
Pasal 65 KUHAP memberikan hak kepada setiap tersangka untuk mendatangkan saksi atau ahli yang dianggapnya akan menguntungkan dirinya. Pasal 116 Ayat 3 dan 4 memberikan hak kepada setiap tersangka untuk menghendaki didengarkan saksi yang dapat menguntungkan dirinya.
”Pasal ini sebenarnya jelas dan tidak memerlukan tafsiran lagi. Saya adalah tersangka sehingga saya berhak meminta agar ada saksi yang menguntungkan dan penyidik Kejaksaan Agung wajib memanggil dan memeriksa mereka,” katanya. Dalam kasusnya itu, Yusril mengajukan sejumlah tokoh, seperti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, serta mantan Menteri Kwik Kian Gie.
Sebelumnya Yusril mengajukan uji materi tentang masa jabatan Jaksa Agung dan keabsahan Hendarman Supandji selaku Jaksa Agung. MK mengabulkan permohonan Yusril itu.
Secara terpisah, Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zaenal Arifin Mochtar, menyatakan, tren perlawanan yang dilakukan oleh para tersangka kasus korupsi cukup mengkhawatirkan. Para tersangka dinilainya melakukan perlawanan luar biasa, seperti yang dilakukan oleh politisi PDI-P, Panda Nababan, atau Yusril.
Terkait hal itu, Zaenal meminta institusi penegak hukum bersikap tegas dan tidak menunda-nunda lagi proses hukum. (WHY/ANA/WKM/FAJ)
Sumber: Kompas, 19 oktober 2010