Wali Kota Medan Kena Lima Tahun
Majelis hakim Pengadilan Tipikor akhirnya menjatuhkan putusan lima tahun penjara untuk Wali Kota Medan Abdillah. Hukuman tersebut tiga tahun lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta hakim memvonis delapan tahun penjara.
Majelis hakim yang diketuai Edward Patinasarani itu juga menjatuhkan denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan. Abdillah juga diperintahkan membayar uang pengganti Rp 17,8 miliar. Jika dalam sebulan tidak membayar, yang bersangkutan akan dijatuhi pidana tambahan empat tahun penjara.
Menurut hakim, Abdillah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi dalam pengadaan mobil pemadam kebakaran serta menguras APBD untuk kepentingan pribadi. Total kerugian negara akibat tindakan tersebut mencapai Rp 28,12 miliar.
Edward menjelaskan, Abdillah telah nyata-nyata menguntungkan diri sendiri dan orang lain. Menurut pertimbangan hakim, dia melanggar pasal 3 jo pasal 18 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ''Unsur memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi terbukti,'' tegasnya.
Namun, tak semua dakwaan penuntut umum terbukti. Menurut hakim, dakwaan jaksa yang menerapkan pasal 2 UU Tipikor tidak terbukti.
Pengadaan mobil pemadam kebakaran tersebut telah dilakukan dengan menggandeng rekanan Hengky Samuel Daud. Pengadaan tersebut dilakukan tanpa melalui tender, namun hanya penunjukan langsung. ''Harganya, terdakwa hanya menggandeng Sucofindo yang menyatakan bahwa harga yang ditawarkan Hengky wajar,'' jelasnya.
Ketika itu, dana Rp 11,998 miliar diambil dari APBD Perubahan Kota Medan, meski dalam APBD 2005 tidak disediakan anggaran untuk pengadaan mobil pemadam kebakaran (damkar). Mobil damkar yang ditawarkan Daud sama dengan merek dan spesifikasi mobil damkar bantuan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kepada Pemkot Medan yang nilainya hanya Rp 9 miliar.
Selain terjerat kasus mobil damkar, hakim menyatakan Abdillah terbukti menyelewengkan APBD 2002 sampai 2006. (git/nw)
Sumber: Jawa Pos, 23 September 2008