Wali Kota Medan Divonis 5 Tahun
Wali Kota Medan Abdillah divonis 5 tahun penjara, membayar denda Rp 250 juta, dan uang pengganti kerugian negara Rp 17,826 miliar. Abdillah dinilai majelis hakim bersalah dalam proyek pengadaan mobil pemadam kebakaran dan penggunaan dana APBD.
Vonis terhadap Abdillah ini dibacakan secara bergantian oleh majelis hakim yang dipimpin oleh Edward Pattinasarany di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (22/9).
Sebelumnya jaksa penuntut umum (JPU) telah menuntut delapan tahun penjara dan Abdillah dinilai telah merugikan negara Rp 50,5 miliar (Kompas, 4/9).
Majelis hakim berpendapat, Abdillah telah menguntungkan dirinya sendiri. Rinciannya, dana APBD yang digunakan Abdillah adalah tahun 2002 Rp 1,198 miliar, Rp 11,517 miliar (2003), Rp 9,314 miliar (2004), Rp 3,472 miliar (2005), dan Rp 1,418 miliar (2006).
Selain menguntungkan dirinya sendiri, Abdillah juga memberikan uang-uang tersebut kepada banyak orang, di antaranya Kepala Kejaksaan Negeri Medan, danrem setempat, mantan anggota DPR dari F-PDIP Firman Jaya, Kepala Polres Medan, KP3 Belawan, Partai Demokrat Medan, anggota DPRD Kota Medan, Poltabes Medan, anggota KPKPN, staf BPK, dan bantuan kunjungan pejabat Depdagri.
”Tanggal 24 April 2003 diberikan kepada istri Mensos, Rosidah M Said, sebesar Rp 125 juta, 30 April operasional Kejari Medan, 30 April Wakapoltabes Medan Rp 50 juta, 30 April Pangdam I Bukit Barisan Rp 100 juta, bantuan kepada pimpinan DPRD Medan, bantuan Kijang kapsul kepada BIN Rp 94 juta, 20 Mei 2003 Ny Rosidah M Said (istri Mensos) melalui transfer Bank BNI Cabang Tebet Rp 500 juta, dan tanggal 20 Mei untuk Mensos Rp 250 juta,” kata Hakim Ugo.
Hal-hal yang memberatkan Abdillah adalah Abdillah tidak mengakui kesalahannya dan tidak peka terhadap pemberantasan korupsi.
Hal-hal yang meringankan, kata majelis, Abdillah memiliki tanggungan keluarga, berlaku sopan, menerima 27 penghargaan, dan sudah meningkatkan pendapatan asli daerah dari Rp 240 miliar menjadi Rp 1,7 triliun.
Hakim Mansyurdin Chaniago mengatakan, JPU tidak lumrah dalam membuat sistematika pembuktian dakwaan, yaitu dakwaan kesatu primair dan dakwaan kedua primair secara berbarengan tanpa jelaskan alasan pembuktian.
Hakim Andi Bachtiar berbeda pendapat. Andi mengatakan, surat dakwaan JPU yang berbentuk subsidiaritas itu dapat dijadikan dasar oleh anggota majelis hakim ketiga. (VIN)
Sumber: Kompas, 23 September 2008