UU Rahasia Negara Tidak Dibutuhkan
Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara sebetulnya tidak perlu dilanjutkan. Pasalnya, UU semacam ini tidak dibutuhkan bagi bangsa Indonesia saat ini. Tidak hanya niat dan latar belakang pembentukannya bertentangan dengan semangat demokrasi, tetapi juga masih banyak ketidakjelasan dalam RUU tersebut.
Demikian antara lain kesimpulan dalam diskusi tentang ”Isu-isu Keterbukaan Informasi Publik” yang diselenggarakan ISAI dan Ford Foundation di Jakarta, Kamis (30/7). Diskusi ini menghadirkan Kusnanto Anggoro (CSIS), Makmur Keliat (Universitas Indonesia), dan Budiarto Shambazy (Kompas) sebagai pembicara.
”Bagi saya memang RUU ini tidak dibutuhkan dan memang harus ditolak karena memang tidak meng-empowering siapa pun. Selain memang ada banyak distorsi dan manipulasi dalam pengertian memanfaatkannya. Yang jelas, RUU ini berpotensi jadi pengkhianatan rezim terhadap demokrasi yang harusnya melindungi HAM,” ujarnya.
Apalagi, menurut Kusnanto, RUU tersebut memang mengandung banyak ketidakjelasan. Bagi rezim penguasa, rahasia negara yang tidak jelas bisa dipakai untuk apa saja. Namun, dalam konteks negara pasti bertentangan dengan semangat penegakan demokrasi, dalam konteks penguatan negara juga malah bisa melemahkan karena yang kuat adalah penguasa.
Makmur Keliat mengatakan, penolakan terhadap RUU Rahasia Negara memang tidak bisa dilakukan dengan sekadar wacana ataupun tandingan pemikiran saja, tetapi perlu didukung dengan gerakan dari semua pihak.
Budiarto mengatakan, kalangan jurnalis khawatir dengan RUU Rahasia Negara. Namun, ia juga mempertanyakan tentang rahasia negara di tengah perilaku pejabat negara yang senang mengumbar rahasia negara.
”Pidato Presiden pascapeledakan JW Marriott kemarin yang juga memperlihatkan foto, itu apakah masuk kriteria rahasia negara atau bukan. Kalau ya, apakah Presiden berhak buka rahasia negara di depan umum. Kalau bukan rahasia apakah yang layak dikemukakan di depan umum. Begitu juga dengan tayangan CCTV di televisi dan media cetak, termasuk rahasia bukan,” ujarnya. (MAM)
Sumber: Kompas, 31 Juli 2009
---------------
Pemerintah Dinilai Tak Siap Jalankan RUU Rahasia
by : Adhitya Cahya Utama
PEMERINTAH dinilai tidak siap mengimplementasikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Rahasia Negara. "Belum punya kapasitasnya," kata Pengamat Intelijen Universitas Indonesia Makmur Keliat saat diskusi terkait isu-isu keterbukaan informasi publik di Jakarta, Kamis (30/7).
Apalagi, kata dia, lingkup rahasia dalam rancangan tersebut sangat luas, mulai dari pertahanan dan keamanan, intelijen, hubungan luar negeri, sampai ekonomi. Definisi rahasia juga sangat karet menyangkut, informasi, benda, dan aktivitas. "Harusnya dibuat lebih spesifik dan terbatas," katanya.
Dia menjelaskan, tanpa kapasitas yang memadai, terlebih rahasia yang disimpan sangat banyak, pejabat negara malah tidak bisa mengaplikasikannya dengan baik. "Tujuan memperkuat negara malah tak terwujud," katanya.
Departemen Pertahanan dan dan DPR sepakat menyelesaikan rancangan pada September 2009. Saat ini, pembahasan masuk ke panitia kerja, DPR.
Makmur mengkritik draf RUU yang saat ini dibahas. Menurutnya, draf itu tidak jelas asal-usulnya dan kerangka pikirnya. "Tidak layak diundangkan."
Hal senada diungkapkan Pengamat Militer IODAS, Kusnanto Anggoro. Dia menegaskan, tak ada alasan untuk menngesahkan RUU ini. "Tolak saja, tidak ada manfaatnya," katanya Kusnanto.
Dia mengaku, ketika rencana rahasia negara diundangkan, melalui Pacivis UI, akademisi pernah berinisiatif menyampaikan draf tandingan. Namun inisiatif itu tak mendapat tanggapan. "Kalau pemerintah bilang sudah berkonsultasi dengan akademisi itu tidak benar," katanya.
Wartawan Senior Budiarto Shambasy mengatakan, RUU ini mirip dengan Patriot Act milik Amerika Serikat (AS). Rancangan ini menempatkan pers sebagai musuh. "Dalam kasus di AS banyak wartawan yang kena. Akan begitu pula jika diundangkan di Indonesia," katanya.
Sumber: Jurnal Nasional, 31 Juli 2009