Usut Kasus Bank Indover, Polri ke Belanda
PENYIDIK Direktorat III Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bareskrim Mabes Polri akan menggali keterangan dari kurator di Belanda terkait kasus penipuan di Bank Indover, pekan depan. Tim Mabes Polri akan memastikan apakah benar telah terjadi kepailitan pada lembaga keuangan yang sahamnya dimiliki Bank Indonesia itu.
"Selain itu, kedatangan tim untuk mengetahui secara pasti bagaimana Indover beroperasi selama ini," kata Komjen Susno Duaji di Mabes Polri, Selasa, (12/5). Keterangan atau informasi itu, sangat dibutuhkan penyidik dalam mendalami Letter of Comfort (LoC) yang diduga substansinya mengindikasikan penipuan.
Dalam LoC tertera kalimat yang menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia memberikan jaminan atas operasi bank tersebut. Sedangkan, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani pernah mengatakan pemerintah tidak pernah melakukan atau memberi jaminan.
Keberangkatan tim tidak akan disertai instansi lain seperti Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). "Hanya tim dari kami dan Bank Indonesia," katanya. Polisi menyakini tidak 100 persen isi LoC itu benar. Khususnya terkait
pernyataan yang menyebutkan pemerintah Indonesia memberikan jaminan atas
operasional Bank Indover.
"Keterangan dalam surat ini palsu," kata Susno beberapa waktu lalu. Meski demikian ia mengakui surat serta tandatangan yang tertera dalam surat tersebut asli. Jika mengikuti isi LoC, bangkrutnya bank tersebut, mengharuskan Departemen Keuangan mengganti semua kerugian dana nasabah selama bank itu beroperasi.
LoC diterbitkan dan ditandatangi pejabat Bank Indonesia. Dan hingga kini LoC yang asli masih berada di Belanda. Sejauh ini Polri belum menetapkan tersangka. "Nanti, kalau sudah ada tersangka kan bisa ditahan," katanya seraya menyatakan, Polri hanya menangani kasus pemalsuan surat. Bank Indover yang 100 persen sahamnya dimiliki Bank Indonesia ini bangkrut terserang krisis finansial global setelah gagal bayar atas kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo sebesar US$92 juta (US$67,5 juta, plus 18 juta euro).[by : Heri Arland]
Sumber: Jurnal Nasional, 13 Mei 2009