Uang Bank Indonesia untuk 'Dekati' Penegak Hukum

Rapat Dewan Gubernur kemudian memutuskan menggunakan dana Yayasan sebesar Rp 100 miliar.

Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aulia Tantowi Pohan, mengakui dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) yang ditarik oleh Bank Indonesia digunakan untuk melakukan pendekatan terhadap aparat penegak hukum. "Bank Indonesia memerlukan dana yang cukup besar untuk melakukan pendekatan terhadap aparat penegak hukum, DPR RI, partai politik, dan pihak-pihak lainnya," kata Aulia saat dimintai keterangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan pada 16 Agustus 2005. Keterangan itu dibacakan auditor Badan Pemeriksa, I Nyoman Wara, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin.

Keterangan Aulia tersebut digunakan dalam persidangan kasus penggelapan dana YPPI sebesar Rp 100 miliar dengan terdakwa Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak. Aulia mengungkapkan bahwa Bank Indonesia tidak memiliki dana yang cukup. Rapat Dewan Gubernur kemudian memutuskan menggunakan dana Yayasan sebesar Rp 100 miliar.

"Pengeluaran terutama untuk mengatasi dampak isu politik dan hukum berkaitan dengan BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia)," demikian Wara mengutip keterangan Aulia. Menurut Aulia, isu politik dan hukum yang berkaitan dengan Bantuan Likuiditas dikhawatirkan mempengaruhi Bank Indonesia secara kelembagaan dan pejabatnya secara personal.

Wara juga mengungkapkan adanya rekayasa dalam penarikan dana YPPI oleh Bank Indonesia. Pernyataan itu dikatakan Rusli Simanjuntak saat dimintai keterangan oleh BPK. "Memang ada semacam rekayasa agar pengeluaran tersebut dilakukan sebelum adanya peralihan status YPPI menjadi yayasan yang disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001," kata Rusli seperti ditirukan Wara.

Rusli Simanjuntak dan Oey Hoey Tiong tidak menanggapi keterangan tersebut. Kuasa hukum Rusli, Otto Cornelius Kaligis, menilai Aulia Pohan dan Anwar Nasution jelas terlibat, "Tapi mereka tidak tersentuh hukum," kata Kaligis.

Selain oleh I Nyoman Wara, sidang yang dipimpin hakim Mufrie itu dihadiri saksi lain, yaitu pengacara Luhut Pangaribuan. "Jika ditanya apakah saya bersedia menjadi saksi, sebenarnya saya tidak bersedia," ujar Luhut. Alasannya, saat ini dia masih menjadi kuasa hukum Oey Hoey Tiong.

Setelah Luhut memberi kesaksian, ketua majelis Mufrie melarangnya menjadi kuasa hukum Oey Hoey Tiong. "Karena menjadi saksi, kami khawatir terjadi conflict of interest," ucap Mufrie. Luhut setuju. Famega Syavira

Sumber: Jawa Pos, 9 September 2008 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan