Timur Pradopo: Saya Melanjutkan Program
Karier Komisaris Jenderal Timur Pradopo yang melesat itu mengundang perhatian luas publik. Dari Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat, Timur Pradopo, yang berpangkat inspektur jenderal, dimutasi menjadi Kepala Polda Metropolitan Jakarta Raya pada 8 Juni 2010.
Hanya sekitar tiga bulan lebih bertugas di Polda Metro Jaya, alumnus Akademi Kepolisian tahun 1978 itu pada 4 Oktober pagi mendadak dipromosikan menjadi Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan pangkat komisaris jenderal. Hanya dalam hitungan jam, pada 4 Oktober sore, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencalonkannya sebagai Kepala Polri.
Setelah disetujui Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada 19 Oktober, Timur Pradopo akhirnya resmi dilantik menjadi Kepala Polri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jumat (22/10).
Sesuai dengan yang disampaikan dalam uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, 14 Oktober, Timur Pradopo menyiapkan program yang disebutnya sebagai ”revitalisasi Polri menuju pelayanan prima guna menciptakan kepercayaan rakyat”.
Pria kelahiran Jombang, Jawa Timur, 10 Januari 1956, itu berpendapat, kepemimpinan Polri itu disiapkan melalui proses regenerasi, tidak mendadak. ”Hal itu proses yang sudah berjalan sehingga keberlanjutan program menjadi kunci pokok. Tidak ada kegiatan Polri yang tidak ditunjang dengan anggaran. Kalau saya membuat program yang lain, bisa mengubah anggaran,” kata Timur dalam wawancara dengan Kompas di Kantor Badan Pemeliharaan Keamanan Polri Jakarta, Kamis. Berikut petikan wawancaranya.
Program apa yang akan dijalankan?
Itu semua mengalirnya dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Kita dipandu dengan yang namanya grand strategy (strategi besar) Polri 2005-2025. Strategi itu diurai dalam rencana lima tahunan. Pada rencana strategis 2005-2010 temanya membangun kepercayaan masyarakat.
Pada rencana strategis kedua, 2010-2014, kita membangun kemitraan. Itu lebih pada realitas karena semua itu tidak bisa dikerjakan sendiri.
Kenapa rencana strateginya dibatasi hingga 2014?
Itu sudah disesuaikan dengan RPJPM (Rencana Pembangunan Jangka Pendek dan Menengah) Pembangunan Nasional. Kebetulan saya menggantikan Pak BHD (Bambang Hendarso Danuri) dalam kurun waktu itu (2010). Saya juga punya batasan kerja. Faktor usia. Saya kelahiran tahun 1956, berarti saya 2013 akhir sudah selesai (pensiun).
Apa improvisasi yang akan dilakukan?
Sebelum itu, sekarang harus dievaluasi, saya dimulai dari mana ini supaya nyambung dengan program Pak BHD karena semua berkaitan. Pak BHD punya program akselerasi atau percepatan. Dulu, dalam reformasi Polri, kita punya reformasi di bidang instrumental, kultural, dan struktural. Zaman Pak BHD itu diakselerasikan.
Bicara soal gangguan, bukan pekerjaan polisi semua. Ada sejumlah hal yang bisa berimplikasi pada gangguan keamanan ketertiban, mulai masalah demografi, sumber daya alam, sosial, ekonomi, ideologi, dan politik. Seperti demografi, misalnya, itu gimana cara menangani supaya tidak terjadi seperti di Ampera (bentrok antarkelompok di depan Pengadilan Negeri Jakarta di Jalan Ampera, Jakarta Selatan, 29 September 2010).
Itu semua adalah program pre-emtif dan preventif, yang porsinya harus sama dengan program-program penegakan hukum. Kalau enggak, polisi jadi pemadam kebakaran terus. Namun, di mana yang masih harus dikuatkan, sehingga saya membuat program yang namanya revitalisasi. Berarti ada penguatan, terobosan, dan memerhatikan masukan masyarakat. Dalam menggerakkan program revitalisasi, kita harus punya komitmen, harus ada kepemimpinan yang kuat dan tegas, tetapi arif bijaksana.
Apa yang dianggap menonjol dan upaya penyelesaiannya seperti apa?
Kita ada program 100 hari. Kasus menonjol terutama yang meresahkan masyarakat. Di situ ada premanisme, narkotika, judi, semua yang ilegal. Itu yang menjadi prioritas, termasuk terorisme. Mengenai kasus Bank Century, semua proses sudah berjalan selama Pak Kapolri yang lama. Polisi hanya tindak pidana perbankan. Kita berusaha dalam 100 hari bisa selesai.
Bagaimana menangani kasus korupsi di intern Polri?
Itu bagian dari komitmen pemberantasan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) secara utuh. Kalau polisi melanggar hukum, ya diproses.
Kalau terobosan, apa?
Dalam supremasi hukum ada kepastian hukum. Kalau ada orang melanggar, ya diproses. Kan itu saja. Itulah yang namanya kepastian hukum.
Bagaimana menanggapi persepsi negara tidak hadir dalam kekerasan?
Banyak yang sudah kita lakukan. Semua kita proses semua. Saya sampai bilang ke anggota saya, ”Kita ini ikhlas saja. Diberitakan apa pun ikhlas walaupun tidak benar. Kita tidak ingin hanya diberitakan baik.”
Bagaimana dengan kedekatan dengan kelompok tertentu?
Kita berpikir jauh, mengapa polisi tidak bisa mengelola itu.
Artinya memilih jalan dialog?
Saya dialog untuk pre-emtif. Itu mengait pada penegakan hukum. Kalau kita tegas terhadap siapa pun, terjawab sudah nanti. Semua kelompok kita sentuh. Program deradikalisasi diteruskan seperti ditangani Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Polri akan memberikan saran dan solusi karena di Polri tidak ada anggaran deradikalisasi.
Anda termasuk jenderal tercepat di Polri? Kedekatan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau profesional?
Kita ini profesional. Faktor kedekatan saya dalam kedinasan itu yang muncul. Polisi sudah jelas pembinaan kariernya. Kita ini siap sajalah. Kalau memang ditugaskan ke mana saja, harus siap.
Berarti isu kelompok Bosnia bersama SBY tidak betul?
Belum pernah saya ke Bosnia. Saya tidak ada hubungan kedekatan apa pun kecuali dinas.
Berarti pilihan profesional?
Saya kembalikan ke masyarakat. (mam/bur/ast/osd)
Sumber: Kompas, 23 Oktober 2010