Tiga Bulan, BPN Harus Basmi Calo
Badan Pertanahan Nasional (BPN) mempunyai target khusus terhadap reformasi pelayanan pengurusan sertifikat tanah. Paling lama tiga bulan, kantor agraria di daerah harus mampu menghapus praktik percaloan yang selama ini telanjur melekat di kantor tersebut.
Selama ini, praktik percaloan di BPN memang susah dihapus. Para calo yang diuntungkan oleh keruwetan pelayanan BPN sudah bercokol sejak belasan tahun lalu. Bukan hanya itu. Pegawai kantor pejabat pembuat akta tanah (PPAT) juga menambah ruwetnya menghapus percaloan di kantor pertanahan tersebut. Dengan kondisi itu, pemohon perorangan bisa dihitung dengan jari.
Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah BPN Bambang Eko Haryoko Nugroho mengungkapkan, dalam tiga bulan, kantor pelayanan di daerah harus melaporkan pelaksanaan Peraturan Kepala BPN Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penyederhanaan dan Percepatan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pertanahan untuk Jenis Pelayanan Pertanahan Tertentu. "Tiga bulan kantor di daerah harus ada laporan ke pusat," ungkap pria kelahiran Purworejo itu kepada Jawa Pos kemarin (17/7).
Laporan menyangkut seberapa banyak pemohon sendiri (perorangan) di kantor BPN. Peran kepala kantor membasmi praktik percaloan juga menjadi catatan penilaian.
Bersamaan dengan penerapan aturan itu, BPN juga merombak model pelayanan. Selama ini, kerap ditemui pemohon sertifikat bisa mengurus langsung dan menemui para pegawai di ruang kerjanya. Sejak aturan itu berlaku, yang menjadi area publik adalah loket pelayanan saja.
Hanya, pemohon sertifikat yang memiliki urusan tertentu bisa menemui pejabat yang bersangkutan. Itu pun harus mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang (atasan orang yang ditemui). "Mereka (para pemohon sertifikat, Red) tidak bisa bebas keluar masuk ruangan pegawai. Pejabat harus memberikan izin tertulis atau memo," terangnya.
Selanjutnya, pihak BPN mengevaluasi apakah kantor pelayanan di daerah sukses menerapkan aturan itu atau tidak. Laporan tersebut menjadi acuan evaluasi kinerja para kepala kantor di daerah.(git/nw)
Sumber: Jawa Pos, 18 Juli 2008