Tersangka Tambah Satu, Petinggi Belum Tersentuh
Tak hanya empat oknum pegawai Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tanjung Priok yang dibidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berdasarkan perkembangan penyelidikan, calon tersangka bertambah satu lagi. Kelimanya kemarin (4/6) diperiksa di gedung KPK, Kuningan.
Tak hanya empat oknum pegawai Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tanjung Priok yang dibidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berdasarkan perkembangan penyelidikan, calon tersangka bertambah satu lagi. Kelimanya kemarin (4/6) diperiksa di gedung KPK, Kuningan.
Ternyata berkembang menjadi lima orang. Mereka telah dipanggil oleh penyelidik kita, sudah meningkat ke penyelidikan, ujar Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M. Jasin usai penandatanganan MoU dengan perwakilan United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) di gedung KPK. Dia mengatakan, oknum yang dibidik KPK berinisial E, pegawai di jalur merah.
Sebelumnya KPK menyatakan ada empat oknum, yakni M, AGP, NTP, dan P yang terindikasi kuat menerima suap.
Menurut Jasin, untuk memeriksa mereka KPK sudah permisi kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani, walaupun tanpa izin, KPK masih bisa jalan terus. Perizinan, tambahnya, mempermudah kerja lembaga antikorupsi itu.
Jika lima orang tersebut berstatus penyelenggara negara, KPK yang akan menanganinya. Jika bukan, kasusnya diserahkan ke polisi. Kita akan lakukan supervisi intensif, jangan sampai lepas, ujarnya. Dia lantas menjelaskan bahwa tidak semua PNS bisa dikategorikan penyelenggara negara.
Sampai saat ini, tambahnya, informasi yang didapat KPK masih terkait dugaan suap yang dilakukan oknum pegawai, belum para petinggi Bea dan Cukai. Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Chandra M. Hamzah mengungkapkan, pihaknya akan mengurai jaringan suap Bea dan Cukai sampai ke atas. Kalau memang terbukti ada indikasi (para petinggi, Red), tidak tertutup kemungkinan untuk kita proses. Kan seperti biasa, selalu berkembang kasus itu, tambah Jasin.
Tak hanya sisi penerima, penyuap juga dibidik. Menurut Jasin, KPK sudah mengantongi bukti-bukti dan nama perusahaan. Dari ribuan nama perusahaan, pihaknya akan memverifikasi perusahaan mana yang paling sering memberi suap dalam jumlah besar. Kita akan kategorikan itu. Sudah ada 15 perusahaan, lebih malah. Tapi, saya katakan 15-lah biar netral. Kita lihat nanti kalau ada penambahan, ujar mantan auditor BPKP itu. Adakah perusahaan multinasional? Jasin tak mau menjawab.
Sidak KPK pada Jumat (30/5) menghasilkan temuan mengejutkan. Sebanyak Rp 500 juta digaruk dalam sehari. Menurut Jasin, pihaknya menemukan satu amplop di satu meja yang nilainya mencapai Rp 30 juta, ada juga Rp 25 juta dalam sebuah amplop yang disembunyikan di sebuah tas.
Mata uang asing pun bukan pemberian yang luar biasa kepada oknum KPU Tanjung Priok. Di sebuah mobil bahkan ditemukan uang SGD 1.000. Tak kurang dari Rp 12,5 miliar uang haram ditengarai mengalir ke kantong-kantong oknum pegawai KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok.
Jangan Salahkan Dirjen
Temuan dugaan suap di KPU Tanjung Priok membuat semua pihak mengarahkan pandangan ke Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi. Tak hanya pihak luar, internal Bea dan Cukai juga menyalahkan tindakan Anwar yang mengundang KPK untuk melakukan bersih-bersih di lembaganya. Jangan sampai menyalahkan Dirjennya. Di sana kecenderungannya menyalahkan Dirjen, kenapa Pak Dirjen mengundang. Padahal, tanpa diundang pun kita akan masuk, ujar Jasin.
KPK, tambahnya, sudah punya bukti-bukti kuat soal praktik suap di Bea dan Cukai. Jangan sampai mengarah pada kesan bapak bunuh anak. Itu tidak betul karena kita lakukan reformasi birokrasi. Kalau ada pelanggaran, ya kita lakukan shock therapy, ujarnya. Tak hanya Dirjen, Menteri Keuangan pun dibela KPK.
Bagaimana dengan lembaga lain? Selain Departemen Keuangan, Mahkamah Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menerima anugerah berupa kenaikan intensif yang dibungkus program reformasi birokrasi. Mereka ini tidak kebal, KPK bisa masuk ke mana-mana, jelas mantan direktur Litbang KPK itu. (ein/kim)
Sumber: Jawa Pos, 5 Juni 2008