Tersangka Korupsi SD 12 Diungkap
ICW mengaku cukup puas.
Kejaksaan Tinggi Jakarta akhirnya bersikap terbuka dengan mengumumkan tersangka kasus dugaan korupsi di Sekolah Dasar 12 Rawamangun. Sikap terbuka ini ditunjukkan setelah Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Koalisi Anti-Korupsi Pendidikan (KAKP) datang ke kantor Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Jalan Rasuna Said, kemarin siang.
"Tersangka berinisial TY," ujar Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta Sriyono. Ia juga mengatakan tentang adanya kemungkinan tersangka tambahan dalam kasus berpotensi merugikan negara sebesar Rp 4,5 miliar ini.
TY adalah Kepala SD 12 Rawamangun periode 2006-2008. Ia ditetapkan sebagai tersangka sejak akhir tahun lalu.
Tetapi ia sampai saat ini TY belum menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, dan baru sebagai saksi dalam proses penyelidikan. "Seminggu lagi kami akan periksa TY sebagai tersangka," Sriyono berjanji.
Kejaksaan juga belum melakukan penahanan terhadap TY, dengan alasan mempertimbangkan faktor kemanusiaan. "Tersangka saat ini sakit gula (diabetes), kedua matanya harus dioperasi karena sudah tidak bisa membaca. Jadi kami tidak melakukan penahanan," ujar Sriyono.
Pada pemeriksaan yang dijadwalkan untuk digelar minggu depan, kejaksaan juga tidak menjanjikan akan menahan TY. "Kami lihat dulu kondisi tersangka," katanya.
ICW dan KAKP mengaku cukup puas karena kejaksaan akhirnya bersedia mempublikasikan inisial tersangka kasus ini. "Kami cukup puas walaupun keinginan kami agar segera dilakukan penahanan terhadap tersangka belum dikabulkan," ujar Febri Hendri, peneliti senior ICW.
Keinginan ICW dan KAKP agar kasus ini segera naik ke tingkat penuntutan pun masih belum bisa diwujudkan karena kejaksaan masih mencari alat bukti tambahan.
Kedua lembaga swadaya masyarakat itu yakin masih ada pihak lain yang terlibat dalam kasus ini dan berharap kejaksaan segera menetapkan mereka sebagai tersangka. "Karena korupsi di Indonesia ini kan tidak pernah dilakukan secara sendiri-sendiri, tapi berjemaah," kata Febri.
Sriyono mengaku masih terganjal kurangnya barang bukti untuk menaikkan kasus ini ke tingkat penuntutan. Kekurangan itu akan dicari oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, yang dalam kasus ini bertugas menghitung besaran kerugian negara. "BPKP sudah berjanji segera melengkapi bukti-bukti pendukung dalam waktu 15 hari," ujar Sriyono.
Sejak awal kejaksaan berkeras menggunakan laporan BPKP--bukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)--dalam kasus ini. "Tidak etis bila di tengah jalan kami beralih menggunakan laporan BPK," Sriyono beralasan. "Laporan BPK juga bukan laporan akhir. Jadi masih ada yang belum pasti merugikan negara. Ini yang harus diteliti lagi." RATNANING ASIH
Sumber: Koran Tempo, 1 Februari 2011