Terkait Suap Hakim Non Aktif PTTUN, Hakim Ibrahim Kena Enam Tahun
Terdakwa kasus suap hakim nonaktif Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Ibrahim bisa sedikit bernapas lega. Sebab, vonis yang diterima lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Majelis hakim yang diketuai Jupriadi memvonis Ibrahim dengan pidana penjara enam tahun.
''Terdakwa terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi karena menerima hadiah atau suap yang berkaitan dengan jabatannya sebagai hakim," papar Jupriadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kemarin (2/8).
Meski pidana penjara yang dijatuhkan jauh lebih ringan daripada tuntutan JPU, yakni 12 tahun penjara, majelis hakim tidak menghapuskan pidana denda seperti permintaan terdakwa yang disampaikan dalam pleidoi atau nota pembelaannya. Ibrahim tetap diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.
Mendengar vonis tersebut, Ibrahim yang kala itu mengenakan jaket hitam berbahan kain, tampak tegang. Menurut majelis hakim, berdasar fakta persidangan dan keterangan para saksi, terdakwa terbukti menerima suap Rp 300 juta dari kuasa hukum Dirut PT Sabar Ganda Darianus Lungguk Sitorus, Adner Sirait.
Perkara suap tersebut berawal dari Adner Sirait yang berupaya menemui susunan majelis hakim PT TUN yang menangani perkara sengketa tanah di kawasan Cengkareng Barat, antara penggugat PT Sabar Ganda dan tergugat Pemprov DKI. Adner ditemui panitera muda Diah Yulidar yang juga menjadi saksi dalam persidangan.
Dari situ, lalu terjadi pertemuan antara Adner dan hakim Ibrahim yang merupakan ketua majelis dalam perkara sengketa tanah tersebut. Dalam pertemuan itu disepakati pemberian duit suap senilai Rp 300 juta dari jumlah Rp 500 juta yang diminta Ibrahim.
Akhirnya, pada Selasa 30 Maret 2010 terjadi penyerahan duit suap Rp 300 juta dari D.L. Sitorus melalui Adner kepada terdakwa. Penyerahan duit suap itu dipergoki petugas KPK. Ibrahim tertangkap tangan di depan sebuah SMP, Jalan Mardani Raya, kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, sedangkan Adner diciduk petugas KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Dalam penangkapan tersebut, petugas KPK menyita barang bukti berupa uang suap Rp 300 juta. ''Dengan demikian, perbuatan menerima hadiah terpenuhi," ujar hakim anggota Anwar. Dalam putusan tersebut, hakim anggota Ugo menambahkan, pemberian hadiah terkait dengan kedudukan Ibrahim sebagai hakim PT TUN menjadi salah satu pertimbangan majelis dalam menjatuhkan vonis.
Dia menuturkan, terdapat unsur kesengajaan dalam pemberian duit suap. ''Pemberian hadiah (duit suap) dilakukan sebelum perkara yang ditangani diputus," urainya.
Hal yang memberatkan terdakwa, antara lain, perbuatan Ibrahim telah mencederai citra hakim sebagai penegak hukum serta menghambat upaya pemerintah yang tengah gencar memberantas korupsi. Sedangakan hal yang meringankan, antara lain, terdakwa menderita penyakit ginjal dan masih memiliki tanggungan keluarga.
Atas putusan tersebut, Ibrahim menyatakan memikirkannya terlebih dahulu. Namun, seusai persidangan, dia menuturkan kekecewaannya. Ibrahim menganggap putusan tersebut tidak adil dan berniat mengajukan banding. "Putusan itu belum bicara masalah keadilan. Belum ada keadilan di dalamnya. Saya dihukum atas perkara yang belum diputus (perkara sengketa tanah)," ujarnya. (ken/c2/iro)
Sumber: Jawa Pos, 3 Agustus 2010