Terdakwa Korupsi Pupuk Organik Tolak Dakwaan Jaksa
Syahruddin, 52 tahun, terdakwa dugaan korupsi pengadaan pupuk organik di Kabupaten Mamuju, menolak dakwaan jaksa. Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar kemarin, terdakwa melalui penasihat hukumnya, Petrus Pice, menilai dakwaan tersebut kabur, tidak konsisten, dan tidak cermat.
"Jaksa tidak memiliki dasar yang jelas dalam menentukan nilai kerugian. Hitungan jaksa hanya berdasarkan asumsi," kata Petrus.
Menurut dia, kerugian sebesar Rp 52 juta itu tidak ditentukan oleh lembaga audit yang berwenang, yakni Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan Badan Pemeriksa Keuangan. Selain itu, inspektorat daerah tidak pernah turun memeriksa proyek tersebut.
Dalam dakwaan jaksa, diuraikan sumber kerugian itu di antaranya pemberian fee kepada terdakwa Rp 10 juta, keuntungan dua rekanan Rp 139 juta, dan yang dinikmati terdakwa lain Rp 3,1 juta. "Jika jaksa cermat, dari perincian itu, seharusnya kerugian negara mencapai Rp 152 juta," kata Petrus.
Dalam proyek pada 2009 ini, Kejaksaan Negeri Mamuju menetapkan dua terdakwa, yakni Syahruddin, selaku mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Mamuju, Sulawesi Barat, serta Achmad Sidik, Direktur CV Mega Zanur, perusahaan rekanan pengadaan pupuk. Kejaksaan juga masih memproses dua tersangka lain, yakni Rosdiana dan Syamsul Bahri.
Proyek Rp 300 juta itu diduga tidak dilaksanakan alias fiktif. Anggaran pengadaan itu cair pada 2010, bertepatan dengan melonjaknya harga pupuk. Terdakwa diancam penjara minimal empat tahun.
Rahmat Idrus, salah seorang pengacara terdakwa, mengatakan, dengan penentuan kerugian itu dan peran terdakwa yang tidak jelas, dakwaan jaksa bisa batal demi hukum.
Jaksa Yusriani Yunus menolak menanggapi eksepsi penasihat hukum. "Kami kerja kolektif. Tanggapan atas eksepsi itu akan kami sampaikan pekan depan," kata Yusriani. Menurut dia, kerugian itu ditemukan karena pengadaan pupuk organik tersebut memang tidak ada. ABDUL RAHMAN
Sumber: Koran Tempo, 28 Juli 2011