Tawaran Suap Muncul di Rapat PDI Perjuangan

KPK tak prioritaskan laporan Agus Condro.

Agus Condro Prayitno mengungkapkan tawaran suap Rp 500 juta yang diterima dia dan koleganya muncul dalam pertemuan di ruang rapat Fraksi PDI Perjuangan. Pertemuan beberapa hari sebelum uji kelayakan dan kepatutan calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 8 Juni 2004 itu dihadiri sekitar 10 orang.

Tjahjo Kumolo, pemimpin rapat ketika itu, menurut Agus, mengarahkan agar anggota fraksi memilih Miranda. Alasannya, Miranda dinilai memiliki kompetensi dan jaringan internasional yang bagus. “Lalu Tjahjo ngomong, Miranda mau ngasih kita Rp 300 juta, tapi kalau kita minta Rp 500 juta, dia (Miranda) nggak keberatan,” kata Agus. Saat memberi pengarahan, menurut Agus, Tjahjo didampingi Panda Nababan, anggota Fraksi PDI Perjuangan.

Setelah itu, menurut Agus, Tjahjo menjanjikan pertemuan dengan Miranda. Pertemuan dengan Miranda akhirnya berlangsung di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, beberapa hari kemudian.

Agus mengaku pernah menerima cek perjalanan senilai Rp 500 juta beberapa pekan setelah Miranda Swaray Goeltom terpilih sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Mantan anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu mengungkapkan bahwa tujuh koleganya di PDI Perjuangan juga menerima duit serupa.

Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo menolak menanggapi pernyataan Agus. “Maaf, belum bisa berkomentar karena pengakuan Agus sudah disampaikan ke KPK,” ujar Tjahjo lewat pesan singkat kemarin, “Biar KPK menyelidiki pengakuan tersebut.” Panda juga telah membantah. “Tidak benar. Itu rekayasa,” kata Panda. “Saya tidak berkepentingan terhadap pemilihan Miranda.”

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar mengatakan lembaganya tak akan memperlakukan secara khusus laporan Agus Condro Prayitno mengenai dugaan suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.

Menurut Antasari, di bagian pengaduan masyarakat Komisi, banyak laporan seperti itu. “Apa bedanya dengan kasus lain?” kata Antasari di Jakarta, kemarin.

Komisi, kata dia, tak bisa gegabah menyidik setiap kasus (yang dilaporkan). “Harus hati-hati, karena KPK tidak bisa menghentikan penyidikan.”

Komisi, menurut Antasari, hanya akan mengumpulkan data dan keterangan mengenai aliran duit yang diterima Agus Condro sebagai alat bukti lain. “Pengakuan Agus menerima traveler’s cheque senilai Rp 500 juta tak bisa dijadikan alat bukti.”

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid kembali mendesak Miranda agar bersikap terbuka menanggapi pernyataan Agus Condro. “Kalau BI mau kuat, pejabatnya juga harus bersih.”

Dalam berbagai kesempatan, Miranda mengaku tidak tahu-menahu ihwal kasus yang diungkapkan Agus Condro. DWI WIYANA |DWI RIYANTO | SUTARTO | EKO ARI | DIANING SARI | SOETANA MONANG

Angka Rasuah di Bilik Rapat

Sejauh ini baru Agus Condro yang berani mengaku menerima suap Rp 500 juta setelah terpilihnya Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Tapi, Agus memastikan, kolega satu fraksinya di Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 juga menerima suap itu. Jumlah yang diterima tiap anggota, menurut Agus, pernah dibahas di ruang rapat Fraksi PDI Perjuangan, beberapa hari menjelang terpilihnya Miranda pada Juni 2004. Rapat itu dihadiri sekitar 10 orang dan dipimpin Tjahjo Kumolo yang didampingi Panda Nababan.

"Maaf, tidak komentar saja dulu. Pengakuan Agus kami serahkan sepenuhnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi."
TJAHJO KUMOLO

"Itu tidak benar, semuanya rekayasa. Saat itu saya belum bergabung di Komisi Keuangan. Saya tidak berkepentingan terhadap pemilihan Miranda."
Panda Nababan

NASKAH: JAJANG / DWI RIYANTO A / EKO ARI W
SUMBER: WAWANCARA AGUS CONDRO PRAYITNO

Sumber: Koran Tempo, 29 Agustus 2008 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan