Tak Adanya Hakim Ad Hoc Kasasi Dinilai Berbahaya
Panitia Khusus menjamin unsur hakim ad hoc tetap ada.
Koalisi Penyelamat Pemberantasan Korupsi mendesak Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mengakomodasi pengaturan hakim agung ad hoc yang bakal memeriksa perkara pada tingkat kasasi.
Menurut Koalisi, tidak adanya pengaturan hakim ad hoc akan berbahaya saat kasus korupsi diperiksa pada tahap kasasi di Mahkamah Agung. ”Kasus korupsi bisa lolos saat kasasi,” kata Wahyudi Djafar, anggota Divisi Konsorsium Reformasi Hukum Nasional—anggota Koalisi Penyelamat—di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, kemarin.
Menurut Wahyudi, pasal pengaturan hakim agung ad hoc sudah dihilangkan dalam Undang-Undang Mahkamah Agung yang telah direvisi. Sehingga, Wahyudi melanjutkan, hal tersebut perlu diatur kembali dalam RUU pengadilan khusus antikorupsi. Sebab, kata dia, ”Kalau tidak diatur, akan mengancam perkara korupsi saat diperiksa pada tahap kasasi.”
Koalisi juga mendesak fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat memperjuangkan agar komposisi hakim ad hoc lebih banyak dibanding hakim karier. Aktivis Indonesia Court Monitoring Yogyakarta, Tri Wahyu, mengingatkan bahwa dalam beberapa kasus, di daerah yang diperiksa peradilan umum, misalnya di Pengadilan Tinggi, pelaku banyak yang lolos. ”Kalaupun bisa dijerat, hukumnya ringan, hanya satu tahun," katanya.
Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan amanat putusan Mahkamah Konstitusi. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi memberi tenggat pembentukan pengadilan khusus tersebut pada Desember tahun ini. Karena itu, Koalisi mendesak pemerintah dan DPR serius membahas dan mempercepat pembahasan RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Koalisi meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengkonsolidasikan fraksi partai koalisi pemerintah di parlemen untuk mempercepat pembahasan RUU sebelum akhir masa jabatan DPR periode ini berakhir. Jika pembahasan tak juga rampung, Koalisi mendesak Presiden berkomitmen untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang soal pengadilan khusus ini.
Adapun Arbab Paproeka, Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, menyatakan bahwa keberadaan hakim agung ad hoc tetap akan diakomodasi. Dia menjelaskan, dalam Undang Undang Mahkamah Agung disebutkan bahwa hakim agung terdiri atas hakim karier dan nonkarier. ”Sehingga, memungkinkan hakim agung ad hoc dalam kasus korupsi,” katanya kemarin. ”Konsekuensinya pasti akan diatur dalam RUU ini.”
Gayus Topane Lumbuun, anggota Panitia Khusus, juga menjamin unsur hakim ad hoc tetap ada dalam hakim tingkat kasasi. Meski, dia mengakui pengaturan hakim ad hoc dalam RUU tersebut tidak diatur secara eksplisit. ”Komposisinya akan sama pada pengadilan tinggi dan pengadilan negeri. Tentunya hingga tingkat Mahkamah Agung," ujar Gayus saat dihubungi kemarin.
Anggota Dewan dari Fraksi PDI Perjuangan ini menambahkan, soal komposisi jumlah hakim ad hoc maupun hakim karier di Mahkamah Agung tergantung pembahasan di panitia khusus dengan pihak pemerintah. EKO ARI WIBOWO
Sumber: Koran Tempo, 7 Agustus 2009