Supervisi KPK Dipertanyakan
Adanya kejanggalan menjadi pintu masuk untuk mengambil alih.
Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada mempertanyakan peran Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan supervisi kasus yang ditangani kejaksaan. Menurut Direktur Pusat Kajian Zainal Arifin Muchtar, kendati KPK melakukan supervisi dalam penanganan beberapa kasus, hal itu tidak ditindaklanjuti dengan pengambilalihan bila kasus yang diawasi dihentikan penyidikannya oleh kejaksaan. "Semestinya, bila KPK melihat ada kejanggalan dalam penghentian kasus oleh kejaksaan, KPK bisa langsung masuk dan mengambil alih," kata Zainal saat dihubungi kemarin.
Zainal mencontohkan kasus dugaan korupsi sisa anggaran Provinsi Gorontalo 2001 dengan tersangka Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad yang rencananya dihentikan kejaksaan. Menurut dia, alasan kejaksaan menghentikan kasus itu sulit diterima.
Jumat lalu, Kejaksaan Tinggi Gorontalo mengusulkan kasus Fadel Muhammad dihentikan. Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy, pihak Kejaksaan Tinggi Gorontalo memandang tidak ada unsur pidana berupa unsur kerugian negara dalam kasus tersebut. Alasannya, duit yang sempat dinikmati anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gorontalo telah dikembalikan ke kas negara.
Pengacara Fadel, Muchtar Lutfi, mendukung penghentian kasus yang melibatkan kliennya. Menurut dia, kasus ini sudah selesai begitu duit dikembalikan pada Mei 2004.
Tapi, Zainal mengatakan, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi dengan jelas menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara tetap tidak menghapus dugaan tindak pidana. Apalagi, kata dia, dalam dakwaan terhadap Amir Piola Isa, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gorontalo yang dihukum satu setengah tahun penjara dalam kasus yang sama, disebutkan, korupsi tersebut dilakukan secara bersama-sama. "Kalau disebutkan secara bersama-sama, seharusnya tersangka lain juga kena," ujar Zainal. "Aneh kalau lepas."
Menurut Zainal, kejanggalan ini seharusnya menjadi pintu masuk bagi KPK untuk mengambil alih kasus itu. Pengambilalihan, dia melanjutkan, merupakan peluang bagi KPK untuk membuktikan bahwa peran supervisi KPK berjalan.
Dalam catatan Zainal, KPK jarang sekali menggunakan kewenangannya mengambil alih kasus. Dia mencontohkan lagi kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia dan kasus Kredit Likuiditas Bank Indonesia. Menurut dia, meski sudah disupervisi, kasus tersebut masih terkatung-katung. "Bila tak digunakan, pemberantasan korupsi tak akan maksimal," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Rianto mengatakan bahwa supervisi tidak sama dengan intervensi. Menurut dia, lembaganya harus melihat dulu alasan dikeluarkannya surat penghentian penyidikan (SP3). "Ada prosedur untuk membuka kembali," ujar Bibit melalui pesan singkat kemarin. Perihal kasus Fadel, kata Bibit, KPK belum mengetahui masalahnya. Sebab, menurut dia, SP3 merupakan kewenangan penyidik. ANTON SEPTIAN | SUTARTO | CHETA NILAWATY
Sumber: Koran Tempo, 18 Mei 2009