Suap Sekda Semarang; KPK Kantongi Tersangka Baru
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengantongi calon tersangka baru dalam kasus dugaan suap untuk memuluskan pembahasan APBD Kota Semarang.
Tersangka baru tersebut berasal dari unsur birokrat atau anggota DPRD. Itu merupakan hasil dari pemeriksaan maraton terhadap sejumlah pejabat Pemkot beberapa hari ini.
’’Hasil pemeriksaan itu menghasilkan keterangan yang signifikan untuk menghadirkan tersangka baru,’’ ungkap Kepala Biro Humas KPK Johan Budi, kemarin.
Johan enggan menyebut lebih jauh siapa calon tersangka baru tersebut. Kemarin, KPK kembali memeriksa tiga pejabat Pemkot dan dua staf Satpol PP. Tiga pejabat itu yakni Kepala Badan Kepegawaian Daerah I Gusti Made Agung, Kepala Inspektorat Cahyo Bintarum, dan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Muthohar.
Adapun dua staf Satpol PP yakni Subur dan Thoyib. Saat penangkapan Sekda Akhmat Zaenuri serta dua anggota Dewan, Sumartono dan Agung Purno Sardjono pada Kamis (25/11), Subur dan Thoyib diminta KPK menjadi saksi penghitungan uang barang bukti suap sebesar Rp 40 juta. Uang tersebut ditemukan dalam 21 amplop putih di dalam mobil dinas Agung yang merupakan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD. Di dalam mobil tersebut juga dilakukan pemeriksaan terhadap anggota Banggar lainnya, Sumartono.
Pemeriksaan kelima orang tersebut dilakukan di salah satu gedung di kompleks Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Muthohar membenarkan pemeriksaan itu. Namun, dia enggan menjelaskan apa saja yang ditanyakan penyidik. ’’Ya, hari ini (kemarin-Red) saya diperiksa. Maaf saya tidak bisa jelaskan,’’ katanya, semalam. Sebelumnya, penyidik KPK memeriksa Kepala Dinas Bina Marga Nugroho Joko Purwanto, Asisten II Sekda Isdianto, Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Energi Sumberdaya Mineral Kota (PSDA-ESDM) Agus Riyanto, serta dua staf Sekda.
Tak Membantah
Informasi mengenai commitment fee sebesar Rp 5 miliar terkait suap pembahasan APBD Kota Semarang 2012 kian mencuat. Dalam pengesahan anggaran, semua proses dan lingkaran hubungan membutuhkan uang untuk memastikan suatu proyek disetujui. Koordinator Komite Pendidikan Anti Korupsi (KPAK) Jateng BS Wirawan mengungkapkan, lingkaran tersebut bisa melibatkan orang di Pemkot dan Badan Anggaran DPRD. ’’Hubungan itu seperti lingkaran setan, satu sama lain saling terkait. Di satu sisi Pemkot ingin proyek disetujui, sebaliknya Dewan minta imbalan untuk pelicin,’’ katanya.
Konstitusi memang menjamin fungsi anggaran DPR untuk tidak memberikan persetujuan atas proposal yang diajukan pemerintah. Namun, dalam kasus ini, jelas Badan Anggaran DPR salah kaprah. Disetujui atau tidak disetujui usulan anggaran yang diajukan pemerintah itu harus berkaitan dengan substansi usulan.
Menurutnya, jejaring mafia tersebut bekerja dalam lingkaran korupsi yang tidak terputus. Mafia anggaran bekerja dalam jejaring lintas lembaga, mulai Badan Anggaran, instansi terkait, dan bendahara daerah. Seperti diberitakan, salah satu saksi yang diperiksa KPK mengaku temuan Rp 500 juta di kantor Sekda Zaenuri berasal dari iuran satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Rp 330 juta, Dinas Pendidikan Rp 90 juta, dan Badan Kepegawaian Daerah Rp 80 juta. Kepala Dinas Pendidikan Bunyamin yang dimintai konfirmasi tidak membantah atau membenarkan keterangan saksi tersebut. ”Gimana ya, lebih baik satu pintu lewat humas,” kata Bunyamin. (J9, H37,H68,J13-59)
Sumber: Suara Merdeka, 30 November 2011