SPK Fiktif Bank Jateng Syariah; Delapan Nama Dilaporkan Terlibat
Bank Jateng melaporkan delapan nama terlibat kasus pembobolan dana dengan modus surat perjanjian kerja (SPK) fiktif untuk mendapat pembiayaan yang berujung kredit macet. Selain pegawai bank di cabang koordinator Semarang, Unit Usaha Syariah (UUS) Semarang, dan UUS Solo, sejumlah nasabah juga diindikasi turut bekerja sama untuk memuluskan pencairan kredit.
Kuasa hukum Bank Jateng, Boyamin Saiman mengungkapkan, kliennya akan melakukan ''bersih-bersih'' di internal perusahaan. Pihak-pihak yang terindikasi kuat terlibat di level apa pun akan dilaporkan. Bank Jateng tidak akan tebang pilih. Selain delapan nama tersebut, tidak tertutup kemungkinan ada pihak lain yang terlibat.
Boyamin menjelaskan, mereka yang terlibat dari internal berinisial S, T, dan H, sedangkan nasabah yakni JN, ET, R, EV, dan AM. Modus yang digunakan persis dengan yang diberitakan sebelumnya, yakni meminjam bendera CV untuk mencairkan kredit karena satu debitur maksimal dapat memperoleh Rp 500 juta.
''Keterlibatan orang dalam pasti ada. Cukup inisialnya dulu (yang disebut), kita tunggu proses penyelidikan berjalan. Kami ingin membersihkan semuanya, tidak ada pihak yang disembunyikan. Justru dengan buka-bukaan begini, semuanya akan jelas, siapa saja yang terlibat,'' ungkap Boyamin usai menemui Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng Setia Untung Arimuladi di kantor Kejati Jalan Pahlawan Semarang, Selasa (9/8).
Kembalikan Kerugian
Keberadaan kredit macet yang jumlahnya puluhan miliar rupiah, lanjut dia, harus segera diselesaikan. Upaya itu diharapkan bisa menyelamatkan dan menekan kerugian Bank Jateng yang mencapai Rp 50 miliar.
''Kalau macet, yang rugi bank. Jika diusut melalui kejaksaan, kami berharap bisa mengembalikan kerugian itu. Jika (aset yang berasal dari kredit itu) dilelang, belum tentu laku, walaupun ada beberapa yang diasuransikan tapi jumlahnya tidak seberapa,'' ujarnya.
Kasus itu bermula ketika Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng mendapat anggaran Rp 15 miliar untuk penanganan tanggap darurat bencana Gunung Merapi. Tiga daerah yakni Magelang, Klaten, dan Boyolali mendapat alokasi dana penanganan pascabencana dari APBN.
Kegiatan tanggap darurat itu dikerjakan lewat penunjukan langsung karena masih berada dalam masa tanggap darurat. BPBD sebagai kuasa pengguna anggaran mengeluarkan SPK dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) yang kemudian dipakai oleh pelaksana proyek untuk meminjam uang ke BJS.
Aspidsus Setia Untung Arimuladi mengatakan, kedatangan kuasa hukum Bank Jateng itu untuk menindaklanjuti kasus penyimpangan di Unit Syariah yang diduga melibatkan internal bank dan pejabat pemerintah. Proses penyelidikan terus dilakukan agar kasus itu segera tuntas. (J14-59)
Sumber: Suara Merdeka, 10 Agustus 2011