Sistem Administrasi Masih Perlu Dibenahi
Laporan keuangan Kejaksaan tahun 2009 mendapatkan opini wajar dengan pengecualian. Laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas Kejaksaan meningkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, yakni tidak memberikan pendapat atau disclaimer.
Sebagaimana dikutip dari situs resmi BPK, terungkap temuan kelemahan sistem pengendalian internal di Kejaksaan. Ini khususnya terkait sistem pelaporan tagihan uang pengganti yang belum teraplikasi seluruhnya pada aplikasi sistem akuntansi instansi.
Wakil Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho, Selasa (8/6), berpendapat, adanya catatan dari BPK itu menunjukkan sistem administrasi Kejaksaan masih perlu dibenahi sekaligus dipertanyakan. Hal yang paling krusial adalah eksekusi uang pengganti yang menjadi tanggung jawab Kejaksaan sampai saat ini dan belum diselesaikan. ICW mencatat, sekitar Rp 7 triliun uang pengganti belum tuntas dieksekusi Kejaksaan.
Catatan BPK, perbaikan opini laporan keuangan, selain di Kejaksaan, juga terjadi di Kepolisian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Agama, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Dalam Negeri.
Dalam catatan BPK juga terungkap, belum dilakukannya rekonsiliasi internal dan eksternal dalam pencatatan dan pelaporan aset tetap. Juga belum memadainya sistem pencatatan dan pelaporan persediaan barang rampasan serta tidak adanya catatan atau laporan tunggakan denda tilang yang diputus secara verstek atau tidak dihadiri pihak yang beperkara.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Didiek Darmanto dalam jumpa pers di Kejagung, Kamis lalu, mengakui, denda tilang yang paling sulit dihimpun datanya.
”Mendatang, untuk menjadi wajar tanpa pengecualian, Kejaksaan diminta menyosialisasikan tentang standard operating procedure,” kata Didiek.
Mengenai belum adanya taksiran harga barang rampasan atau sitaan, menurut Didiek, saat pengajuan memang belum ada taksiran harga, karena itu tidak dicantumkan. (idr)
Sumber: Kompas, 9 Juni 2010