Sikap Pembahasan RUU Tipikor Jadi Ukuran
Gerakan Nasional Anti Politisi Busuk akan menggunakan sikap anggota DPR dan partai politik terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi sebagai ukuran mengampanyekan politisi yang layak atau tidak layak dipilih pada Pemilu 2009.
Keseriusan pembahasan RUU Pengadilan Tipikor menjadi salah satu tanda penting dalam mengukur sikap anggota DPR dan partai dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
”Kami mencatat sejumlah anggota Komisi III DPR, sebagai pihak yang akan membahas RUU Pengadilan Tipikor, berikut daerah pemilihannya pada Pemilu 2009,” kata Danang Widoyoko, penggiat Gerakan Nasional Anti Politisi Busuk (GNAPB), di Jakarta, Selasa (12/8).
Dalam kampanyenya, kata Danang, penggiat GNAPB yang tersebar di berbagai daerah akan selalu memberitahukan sikap anggota Komisi III DPR terhadap RUU Pengadilan Tipikor kepada warga di daerah pemilihannya.
Selain mengarahkan pilihan warga pada Pemilu 2009, menurut Danang, langkah ini diharapkan juga bisa menyelamatkan RUU Pengadilan Tipikor. Sebab, ada sejumlah ketentuan pada draf RUU itu yang dapat mengancam pemberantasan korupsi, misalnya tentang komposisi hakim ad hoc dan hakim karier yang ditentukan ketua pengadilan.
Direktur Eksekutif Charta Politica Bima Arya Sugiarto menambahkan, efektivitas kampanye antipolitisi busuk ditentukan dua hal. Pertama, data akurat untuk setiap politisi. Kesalahan data akan memunculkan polemik yang dapat mendelegitimasi gerakan ini sendiri. Kedua adalah luasnya jaringan GNAPB.
Di negara yang demokratis, kata Bima, kampanye antipolitisi busuk itu efektif untuk menjaga sikap anggota parlemen. (nwo)
Sumber: Kompas, 14 Agustus 2008