Sigma Temukan Penyunatan Dana PPS

Ada alokasi anggaran yang dipotong mencapai 50 persen.

SINERGI Masyarakat untuk Demokrasi (Sigma) Indonesia menemukan dugaan pemangkasan dana untuk operasional Panitia Pemungutan Suara (PPS) di beberapa wilayah di DKI Jakarta. Pemangkasan dana PPS yang mencapai lebih dari 50 persen itu dikhawatirkan dapat memicu boikot PPS untuk tidak terlibat aktif dalam menyukseskan Pemilihan Presiden (Pilpres), 8 Juli 2009 mendatang.

"Kita temukan di Jakarta, ada anggaran PPS untuk satu pos yakni operasional penyusun daftar pemilih yang dipotong lebih 50 persen. Ada PPS yang harusnya memperoleh anggaran Rp14 juta lebih, tetapi mereka hanya menerima di bawah Rp7 juta, bahkan ada yang di bawah itu," kata Said Salahudin, Koordinator Divisi Kepemiluan Sigma Indonesia kepada Jurnal Nasional, kemarin (24/5).

Dari penelusuran Sigma, pemangkasan itu ditemukan di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur di sejumlah kecamatan. Bahkan di Jakarta timur, Sigma menemukan ada PPS yang belum menerima anggaran. "Seharusnya sudah diterima, sehingga banyak yang mengutang. Rakyat diminta untuk membiayai penyelenggaraan pemilu."

Sigma juga masih menelusuri untuk mengetahui dugaan penyunatan dana untuk PPS di wilayah Jakarta yang jumlahnya mencapai sekitar 200 PPS. Selain pemotongan dana PPS, Sigma juga menemukan adanya ketidakjelasan penggunaan anggaran bagi PPS.

"Tidak ada kejelasan anggaran yang dialokasikan kepada mereka (PPS). Mereka tidak pernah tahu. Mereka hanya tanda tangan. Rupanya KPU itu lihai, yang penting untuk honor mereka jalan terus. Padahal, di luar honor itu, banyak mata anggaran lain, untuk operasional, dan sebagainya," kata dia.

Said menduga, pemangkasan itu dilakukan secara sistematis. Menurut dia, pemotongan dana yang merupakan hak PPS itu diduga dilakukan KPU Kota sebagai pihak yang mengucurkan dana PPS tersebut. "Kalau KPU kota berani melakukan itu, berarti juga karena telah dipotong KPU provinsi, lalu juga sudah dipotong oleh KPU pusat."

Menurut dia, dana untuk PPS sangat tidak transparan. KPU tidak menjelaskan total dana yang akan diberikan PPS. "KPU tertutup, tidak ada kejelasan. PPS itu menerima anggaran saja tidak pernah tahu, perinciannya untuk apa. Mereka tidak pernah tahu, hanya tandatangan saja," katanya.

Wajar, kata Said, jika kemudian PPS menggelar demonstrasi menuntut haknya bahkan tak sedikit yang menyatakan mundur sebagai panitia penyelenggara pemilu karena honor yang diterima tidak seimbang dengan tugas yang dikerjakan. Ketua PPS menerima honor sebesar Rp450.000, sementara anggotanya Rp400.000.

Sigma mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menelusuri dugaan praktik korupsi tersebut. Dia menilai, pemangkasan juga kemungkinan terjadi di banyak wilayah di seluruh Indonesia, dengan nilai yang sangat fantastis.

"Nilainya jauh lebih fantatis dari sekadar indikasi penyimpangan yang dilakukan KPU Pusat. Itu (pemotongan dana PPS) baru satu mata anggaran yakni penyusun DPT, belum lagi dana untuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Ketua PPS dan seterusnya."

Belum lagi, lanjutnya, potensi kerugian negara akibat duplikasi anggaran. Menurut dia, anggaran pemilu bersumber dari satu pintunya yakni APBN. Tetapi, ada ketentuan lain yakni kewajiban pemerintah daerah untuk mendukung dana kebutuhan pemilu.

"Masalahnya sering kali anggaran dari pemda itu juga untuk pos anggaran yang sama dengan APBN. Sampai ke bawah, tidak cukup, justru dilakukan pemotongan, dengan jumlah mengejutkan."

Total alokasi APBD provinsi untuk dukungan kelancaran penyelenggaraan pemilu tahun anggaran 2009 sementara sebesar Rp112,31 miliar. Alokasi APBD ini tersebar di 31 provinsi selain Lampung dan Bali.

Sigma bersama stakeholder lainnya akan mengajukan uji materi (judicial review) atas pasal yang mengatur pembiayaan debat capres dan cawapres dari uang negara tersebut. "Ada keliruan. Harus di judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Publik merasakan dirugikan karena uang rakyat disalahgunakan," katanya.[by : M. Yamin Panca Setia]

Sumber: Jurnal Nasional, 25 Mei 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan