Sidang Suap Kantor Bea Cukai Tanjung Priok
Penggerebekan terkait dugaan suap di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok pertengahan tahun lalu sampai ke meja persidangan. Kemarin Agus Sjafiin Pane, petugas pemeriksa dokumen jalur hijau, menjadi terdakwa pertama yang disidang di Pengadilan Tipikor.
Dari sidang perdana yang mengagendakan pembacaan surat dakwaan itu tergambar jelas bagaimana Agus menerima suap saat bertugas. Suap itu diterima terdakwa periode Januari hingga Mei 2008. Karena perbuatan itu, Agus terancam hukuman penjara seumur hidup karena melanggar pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tipikor.
Aliran fulus itu, antara lain, Rp 76,7 juta dari Tan Nadim (PT Changhong); Rp 6 juta dari M. Yusuf (PT Kenari Djaya); Rp 3 juta dari Hilda Suwandi (PT Gemilang Ekspresindo); dan Rp 22 juta dari Hernoto Prawiro (PT Hibson Wira Prakarsa).
Uang itu diberikan untuk memudahkan pengeluaran barang impor dari daerah pabean Pelabuhan Tanjung Priok. ''Perbuatan itu juga dilakukan bersama-sama pegawai yang lain: Piyossi, Edy Iman Santoso, dan Pangihutan Manahara Uli Marpaung," kata jaksa Jaya P. Sitompul dalam sidang kemarin.
Dalam sidang, jaksa menguraikan 16 perbuatan yang melibatkan Agus. Menurut Jaya, uang diberikan kepada Agus karena turut mempercepat proses analyzing point barang impor. Salah satu di antaranya milik Tan Nadim. Itu dilakukan agar barang tersebut tak berlama-lama menumpuk di pelabuhan. ''Awal Januari itu Tan Nadim memberikan amplop berisi Rp 11 juta,'' jelasnya. Nilai itu dihitung berdasar jumlah kontainer milik Tan dikalikan dengan ongkos Rp 250 ribu per kontainer.
Bukan hanya itu. Agus juga berkali-kali terlibat pengurusan dokumen. Di antaranya, membantu memperlancar pengurusan dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) milik Tan Nadim. Langkah itu juga berbuah fulus.
Tan Nadim mengirimkan pesan singkat kepada Agus. ''Pak, suruh anggota dateng ke kantor saya dong,'' kata Tan dalam pesan singkatnya.
Untuk mengambil uang suap itu, Agus juga melibatkan petugas cleaning service. Tak hanya sekali. Agus juga kerap melibatkan petugas kebersihan untuk menerima hadiah dari pengusaha tersebut.
Bukan hanya itu. Setelah ''jasa" yang digarap rampung, Agus tak sungkan-sungkan meminta langsung kepada Tan. ''Bos, nggak mo nanyain aja. Enggak Itu, eh.... Temen-temen kan mo akhir bulan yah, ada kiriman ga kira-kira buat minggu ini nanti bos,'' kata Agus dalam SMS-nya.
Tan pun menjawab pesan dari pemeriksa dokumen itu. ''Ada, ada, ada, saya udah siap. Cuman lagi di Halim,'' kata Tan. Tak seberapa lama masuk pesan singkat lagi. "Udah-udah stand by, mungkin besok saya kirim," katanya dalam SMS yang dikirim ke Agus. Esok harinya kucuran dana Rp 14 juta mengalir ke kantong Agus.
Agus, tampaknya, juga doyan dengan suap yang bernilai kecil. Itu tergambar saat Robby Aritonang, manajer operasional perusahaan kepengurusan jasa kepabeanan CV Sinar Fajar, yang meminta pengurusan PIB. Semula Agus meminta Rp 1,5 juta. Namun, karena ditolak, pria kelahiran Jakarta itu pun hanya meminta Rp 500 ribu. Di luar itu, masih banyak lagi rentetan skandal yang melibatkan Agus.
Uang yang terkumpul itu kemudian dibagi-bagikan kepada pegawai bea cukai yang lain. Uang suap itu kemudian diterimakan satu-dua minggu sekali.
Rupanya, akhir Mei lalu perbuatan lancung pegawai negeri itu tercium KPK dan Tim Gabungan dari Bidang Kepatuhan Internal Bea dan Cukai Tanjung Priok. Saat inspeksi mendadak itu, ditemukan barang bukti sejumlah amplop berisi Rp 87,5 juta serta USD 1.000, 50 dolar Australia, dan 23 dolar Singapura. (git/agm)
Sumber: Jawa Pos, 13 Maret 2009
--------------
Pejabat Bea-Cukai Diancam 20 Tahun Penjara
Pejabat di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Agus Sjafiin Pane, diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara karena diduga korupsi. "Terdakwa telah menerima hadiah untuk mempermudah proses pengeluaran barang impor," ujar jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Dwi Aries, saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin.
Agus adalah pejabat fungsional pemeriksa dokumen jalur hijau pada kantor pelayanan utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta. Dalam dakwaan jaksa disebutkan, dia menerima sejumlah uang dari perusahaan pengimpor barang yang berbeda. Perbuatan ini dinilai melanggar Pasal 12-b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Terdakwa mengurus proses pengeluaran barang yang belum memenuhi persyaratan larangan dan pembatasan barang impor," ujar jaksa Dwi Aries. Pemberian uang tersebut kerap dilakukan melalui Tukimin, petugas kebersihan di kantor terdakwa. Untuk mempercepat proses pengurusan surat persetujuan pengeluaran barang, terdakwa memungut biaya senilai Rp 250 ribu untuk setiap kontainer.
Jaksa juga menyebutkan, setidaknya ada tujuh importir yang telah memberikan uang kepada terdakwa, yaitu PT Changhong, PT Kenari Djaya, PT Gemilang Expressindo, PT Hibson Wira Prakasa, PT Daisy Mutiara Nusantara, PT Catur Daya Sembada, dan CV Sinar Fajar. Jaksa juga menyebut bahwa terdakwa tidak sendirian. Ia bekerja sama dengan tiga pegawai Bea-Cukai lainnya, yaitu Piyossi, Eddy Iman Santoso, dan Pangihutan Manahara Uli Marpaung.
Uang suap ini dibagikan terdakwa kepada 23 pegawai Bea-Cukai lainnya setiap satu atau dua minggu sekali. "Dari 30 pegawai, hanya enam yang tidak mau menerima pembagian tersebut," ujar Dwi Aries seusai sidang.
Perbuatan ini terbongkar setelah tim gabungan dari bidang kepatuhan internal Bea-Cukai dan Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan inspeksi mendadak pada 30 Mei 2008. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan barang bukti berupa uang Rp 87,5 juta dan US$ 1.000 serta catatan pemberian uang dari para importir.
Terdakwa Agus menyatakan mengerti atas dakwaan jaksa dan akan menyampaikan keberatan atas dakwaan. “Kami akan mempertanyakan kewenangan KPK dalam menangani perkara ini,” kata Edy Dwi Martono, pengacara Agus. FAMEGA SYAVIRA
Sumber: Koran Tempo, 13 Maret 2009