Sidang Korupsi Bank Indonesia; Pemberian Dana Melanggar Mekanisme
“Anwar tidak berkeberatan.”
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution menduga pemberian dana bantuan hukum bagi sejumlah mantan pejabat Bank Indonesia (BI) diberikan melalui perantara. Padahal, menurut dia, hal seperti itu tak diperbolehkan.
"Itu tidak sesuai dengan mekanisme. Bantuan itu seharusnya langsung diberikan kepada yang bersangkutan, bukan melalui perantara," kata Anwar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin.
Anwar memberikan kesaksian bagi para mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, yakni Aulia Pohan, Maman Soemantri, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin, yang menjadi terdakwa kasus penggunaan dana Rp 100 miliar milik Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI).
Dalam persidangan sebelumnya terungkap bahwa sebagian dana itu, Rp 31,5 miliar, dikeluarkan untuk amendemen Undang-Undang Bank Indonesia dan penyelesaian masalah dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Sisanya, Rp 68,5 miliar, untuk penanganan kasus hukum mantan pejabat bank sentral, yakni Sudradjad Djiwandono, Paul Sutopo, Iwan Prawiranata, Heru Supraptomo, dan Hendro Budiyanto.
Anwar berkesimpulan, bantuan hukum tersebut tidak langsung diterima oleh pejabat BI. Orang yang menerima uang itu, kata Anwar, bukan penasihat hukum resmi Bank Indonesia saat itu, seperti Albert Hasibuan. "Tidak resmi bantuan itu,” kata Anwar, “Makanya, Saudara Iwan Prawiranata beli apartemen dan Sudradjad untuk hal lain.”
Anwar juga menyatakan pemberian dana bantuan hukum itu tidak dilakukan melalui mekanisme pinjam meminjam. Anwar bersaksi auditor BPK sama sekali tidak menemukan bukti pinjam meminjam soal pengeluaran dana bantuan hukum itu.
"Saya nggak tahu kalau habis itu ada mekanisme pinjam-meminjam yang direkayasa,” kata Anwar, “Mana mungkin orang sudah pensiun bisa kembalikan uang itu."
Anwar, yang juga pernah menjabat Deputi Gubernur Bank Indonesia, mengatakan dirinya menolak penambahan anggaran dilakukan melalui pinjaman ke YPPI. "Waktu itu saya sempat tanya, 'Kenapa tidak minta saja penambahan anggaran melalui DPR?'" kata Anwar.
Dalam tanggapannya, terdakwa Aulia Pohan menyatakan hasil rapat pada 22 Juli 2003 sudah dilaporkan ke Dewan Gubernur Bank Indonesia. Salah satu poinnya adalah memutuskan pemberian dana bantuan hukum senilai Rp 68,5 miliar bagi para mantan pejabat BI. Saat itu, kata Aulia, “Anwar tidak berkeberatan. Makanya, hal itu menjadi keputusan.”
Mantan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah bersaksi bahwa pemberian disposisi bantuan hukum Rp 25 miliar kepada Sudradjad Djiwandono dilakukan atas saran Oey Hoey Tiong, Direktur Hukum Bank Indonesia.
Menurut dia, disposisi bantuan tersebut langsung diteruskan kepada dua pembina Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia, yakni Aulia Pohan dan Maman Soemantri. "Alasan saya, disposisi tersebut ditujukan kepada Aulia dan Maman karena keduanya adalah Pembina YPPI," ujar Burhanuddin. CHETA NILAWATY | DWI WIYANA
Sumber: Koran Tempo, 25 Februari 2009