Setelah Dinyatakan Bebas Pembobol Bank Mandiri Disidangkan [11/06/04]
Pembobol Bank Mandiri Cabang Prapatan, Jakarta Pusat, sebesar Rp120 miliar dengan terdakwa Agus Budio Santoso, kembali disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kemarin. Sebelumnya, Agus dinyatakan bebas dalam putusan sela karena dakwaan jaksa salah ketik.
Sidang yang dipimpin majelis hakim Agus Subroto itu dimulai sekitar pukul 15.15 WIB ketika pengunjung sidang mulai sepi. Terdakwa yang mengenakan lengan panjang krem dan celana hitam didakwa jaksa Khairul Anwar dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31/1999 jo Pasal 43 A UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.
Dalam dakwaannya, jaksa menyatakan terdakwa selaku mantan Presdir RFS telah memperkaya diri sendiri dengan membobol Bank Mandiri Cabang Prapatan sebesar Rp120 miliar.
Agus Budio Santoso, mantan Presiden Direktur PT Rifan Financindo Sekuritas (RFS), pernah tersenyum setelah majelis hakim saat itu, Agus Subroto, dalam putusan selanya membebaskan terdakwa karena dakwaan jaksa tidak beralasan hukum. Dalam pertimbangannya, majelis mengabulkan eksepsi kuasa hukum terdakwa.
Ketika putusan sela usai dibacakan, Media yang mengonfirmasi bebasnya terdakwa kepada Agus Subroto, menyatakan majelis hakim belum memutuskan pokok perkara apakah seseorang bersalah atau tidak dalam kasus korupsi di PT Bank Mandiri. Jadi, kasus ini belum selesai karena majelis hakim belum memutus pokok perkaranya, jelas Agus kepada Media beberapa waktu lalu.
Menanggapi dakwaan jaksa salah ketik, Agus menegaskan kesalahan ketik dakwaan itu merupakan keteledoran jaksa.
Kami sebagai hakim telah memberi waktu kepada jaksa supaya memperbaikinya, tetapi tidak diindahkan, jelasnya.
Dalam kasus ini Kepala Cabang Bank Mandiri Prapatan Charto Sunardi, terdakwa lainnya, telah dijatuhi vonis 15 tahun penjara dipotong masa tahanan oleh PN Jakpus.
Sementara itu, tujuh terdakwa lainnya masing-masing divonis 15 tahun dan 10 tahun penjara. Ketujuh terdakwa itu adalah Alexander J Parengkuan, Ahmad Riyadi, Aryo Santigi Budihanto, Harianto Brasali, Koko Sandoza FG, Andre Nugraha Ahmad Nauval, dan Yakub A Arupalakka.
Deposito Jamsostek
Dalam aksinya, terdakwa dibantu Yosef Tjahjadjaja dan Charto Sunardi (Kepala Cabang Bank Mandiri Prapatan, Jakarta Pusat), Alexander J Parengkuan, Ahmad Riyadi, dan Aryo Santigi Budihanto, Harianto Brasali, Koko Sandoza, FG, Andre Nugraha Ahmad, Yakub A Arupalaka. Meski pada kenyataannya, terdakwa yang bertugas sebagai pencari nasabah hanya menerima komisi sebesar Rp3,1 miliar dari total dana korupsi Rp120 miliar Bank Mandiri Prapatan, kata jaksa.
Perbuatan terdakwa, menurut jaksa, dilakukan sekitar Januari 2003 dengan cara penyaluran fasilitas kredit fiktif Deposito Jamsostek. Aksi ini dilakukan Agus bersama Charto dengan membuat bilyet giro deposito palsu atas nama PT Jamsostek sebesar Rp100 miliar di Bank Mandiri Prapatan.
Kemudian terdakwa bersama Charto pada 14 Februari 2002 memberikan fasilitas credit cash collateral kepada delapan debitur yang bekerja di PT Ginogo Manunggaling Roso masing-masing sebesar Rp10 miliar. Total jumlah keseluruhannya sebesar Rp120 miliar. Namun, penyaluran kredit tersebut tanpa mengindahkan ketentuan standar operasional prosedur Bank Mandiri. Akibatnya, bank BUMN tersebut dirugikan sebesar Rp120 miliar, jelas jaksa.
Setelah itu, proses penandatanganan akad kredit kepada lima debitur berlangsung pada hari dan tanggal sama (14/2) masing-masing mendapatkan dana sebesar Rp15 miliar diterima oleh Alexander J Parengkuan, Ahmad Riyadi, Aryo Santigi Budihanto, Harianto Brasali, Koko Sandoza FG.
Pada 26 Februari 2002, Bank Mandiri Prapatan kembali mendapatkan dana dari PT Jamostek sebesar Rp100 miliar. Setelah itu, Charto kembali mengeluarkan realisasi kredit kepada tiga debitur lainnya masing-masing sebesar Rp15 miliar kepada Andre Nugraha Ahmad Nauval, dan Yakub A Arupalakka, dan Dudi Laksmana (almarhum, sehingga kasusnya tidak dilanjutkan). Jumlah seluruh kredit yang berhasil dikucurkan oleh Charto kepada delapan debitur adalah Rp75 miliar ditambah Rp45 miliar sama dengan Rp120 miliar.
Jaksa menguraikan dalam kasus ini terdakwa mendapat bagian uang dari Alexander melalui Yosef sebesar Rp2 miliar lebih. Uang tersebut dipergunakan terdakwa untuk memperkaya diri sendiri dengan membeli sebidang tanah di Cinere. Sela itu, terdakwa juga telah mentransfer dana tersebut ke rekening RFS sebesar Rp2,050 miliar. Dana itu ditransfer melalui dua tahap, yakni Rp1,200 miliar dan Rp850 juta. Sebagian dana tersebut telah dibelikan kendaraan Mercedes Benz tahun 2001 dengan nomor polisi B 8342 BV seharga Rp460 juta, urai jaksa. (Sur/J-2)
Sumber: Media Indonesia, 11 Juni 2004